Tantangan Kadis P & K baru dalam Dikdas Kabupaten Kupang

Hari ini, Rabu (20/12/23) Pemerintah Kabupaten Kupang melantik sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kupang. Di antara para pejabat yang dilantik yakni Dr. Eliazer Teuf, S.Pd.,M.Pd. Ia dilantik sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang.

Anggota WhatsApp Grup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang merespon dengan ucapan selamat. Anggota WAG ini terdiri dari pejabat dan ASN (guru, tendik, ASN pada Dinas P & K). Jumlahnya lebih dari 300 orang. Flyer ucapan selamat yang dibuat oleh Jurnalis InfoNTT beredar di sana. Sambutan baik terlihat dari ucapan selamat yang disampaikan oleh para anggota WAG ini.

Bacaan Lainnya

Selamat datang di Dunia Pendidikan Kabupaten Kupang. Kita akan bergelut dan bergumul, berenang dan berikhtiar bersama pada kondisi dan konteks lokus kita. Kira-kira demikian pesan yang hendak disampaikan kepada Sang Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang terlantik, Dr. Eliazer Teuf, S.Pd.,M.Pd. Suatu acara penyambutan di dunia maya yang belum tentu diketahui oleh Kepala Dinas baru, namun kiranya sudah menjadi hal yang lazim di dunia digitalisasi.

Ketika Dr. Eliazer Teuf, S.Pd.,M.Pd memasuki dunia pendidikan di Kabupaten Kupang, rasanya bukan hal baru baginya. Ia seorang guru pada mulanya. Meniti karir  ASN sebagai Kepala Sekolah, yang selanjutnya menjadi Sekretaris Dinas P & K Kabupaten Kupang, Camat dan Kabag Tata Pemerinthan pada Setda Kabupaten Kupang. Maka, baginya dunia pendidikan tak asing, tetapi sudah menjadi ranahnya. Selanjutnya Penulis menggunakan sebutan pendek, Pak Eli Teuf dalam tulisan ini. (mohon maaf).

Tantangan, peluang, kekuatan dan kelemahan dalam ilmu manajemen kiranya telah ada dalam benak dan olah pikir pak Eli Teuf, sehingga apa yang disebutkan sebagai analisis SWOT dipastikan sudah dibuatnya. Tulisan ini hanyalah sebuntelan olah pikir dari pengalaman sebagai guru di pedesaan.

Bila menelusur wilayah Kabupaten Kupang, kita dapat membuat hipotesa bahwa pendidikan di Kabupaten Kupang akan mengalami stagnansi bila Pemerintah (pada semua jenjang) menaruh perhatian secara belum seutuhnya walau jargon politik menegaskan bahwa pendidikan salah satu hal yang patut menjadi prioritas. Berkembang atau majunya pendidikan (dasar) di Kabupaten Kupang membutuhkan sentuhan plus dari Pemerintah Kabupaten Kupang.

Jika menjawab hipotesis seperti ini, tentulah membutuhkan riset yang disasarkan pada Pemerintah Kabupaten Kupang sebagai variabel terikat dengan variabel bebasnya yakni sekolah-sekolah (dalam hal ini: guru, siswa, orang tua, dan pemangku kepentingan di sekitar sekolah).

Berdasarkan fakta yang terlihat dan dirasakan di lapangan, bentang alam Kabupaten Kupang variatif. Ada pulau yang berdiri sendiri, seperti: Pulau Semau dan Pulau Kera. Pada dua pulau ini terdapat sejumlah sekolah. Menuju ke Semau orang harus menyeberangi selat, demikian pula  ke pulau Kera. Nyali dan adrenalin bermain dalam satu raga insan guru. Oleh karena itu, guru yang ditempatkan ke sana, tentulah mereka yang bernyali untuk melintasi selat pada waktu kepentingan kedinasan wajib baginya untuk ditunaikan. Pada pulau ini, tiadalah diperlukan uraian panjang, berhubung pak Teuf pernah ada di Semau sebagai salah satu camat yang bertugas di sana setelah menjabat Sekretaris Dinas P & K Kabupaten Kupang. Maka, olah pikir tentang sekolah-sekolah di Pulau Semau dan Pulau Kera ada dalam lintasan apa yang kiranya disebutkan sebagai blue print Pendidikan Dasar di Kabupaten Kupang.

Pada wilayah Utara Kabupaten Kupang yakni Amfo’ang Raya. Siapakah yang tidak mengetahui topografi Amfoang Raya? Teriak histeris guru di sana ketika harus menyeberangi sungai ketika banjir menerjang jembatan hingga putus. Para guru akan menyeberang dengan bantuan jasa pengojek perahu pada musim penghujan. Betapa hal ini telah berlangsung bertahun-tahun. Tidakkah Pemerintah (di semua jenjang) sekadar melirik? Sudah! Jalan sepanjang lebih dari 40 km telah diaspalbutaskan. Wilayah Amfoang Selatan dan Amfoang Tengah mulai tersenyum. Mungkinkah para guru tersenyum?

Area Tengah: Kupang Barat dan sekitarnya, Kupang Tengah dan sekitarnya, Kupang Timur dan sekitarnya hingga Am’abi Oefeto Timur, bergeser ke Fatule’u dan Takari. Area ini tidak perlulah untuk mendapatkan urai yang memperjelas konteks. Mengapa? Pak Teuf pernah ada di Kupang Barat dan terakhir sebelum ke Kantor Bupati menjadi Camat di Am’abi Oefeto Timur. Dari Am’abi Oefeto Timur ke Fatule’u tidak banyak membutuhkan waktu berhubung faktor jarak yang cukup dekat, kecuali beberapa tempat di mana harus melintasi sungai.

Area Selatan di sana ada Amarasi Raya yang terdiri dari 4 kecamatan. Rasanya tidak ada lagi desa yang terisolir, walau perlu kajian geografis dan geologis karena tempat tertentu mudah longsor.

Dari aspek geografis sebagaimana uraian di atas, berdirilah unit-unit sekolah, khusus pada jenjang PAUD/TK, SD, dan SMP; dalam status Negeri/Inpres dan Swasta. Pada pangkuan wilayah Kabupaten Kupang dengan ragam konteks geografis ini, pak Eli Teuf akan menghadapinya. Tentu hal ini sudah dalam pengetahuan, bahkan analisis SWOTnya.

Lalu bagaimana dengan konteks bangunan sekolah, fasilitas pembelajaran, karakter dan kapabilitas personalia/kepegawaian atau apa pun istilahnya?

Di dalam lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang sebagai instansi teknis pelaksana kebijakan Pemerintah di bidang pendidikan, masalah tidak bertumpu pada tantangan bentang alam saja. Di dalamnya ada masalah seperti:

  • Sekolah dengan bangunan darurat, rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan. Bangunan rusak ringan dapat dianggarkan dalam BOS untuk menutupnya, namun yang lainnya membutuhkan uluran tangan Pemerintah. Data yang valid terlebih setelah Badai Seroja menerjang dan masih ada pekerjaan rumah Pemerintah Kabupaten Kupang pada Bantuan Dana Seroja baik untuk masyarakat terdampak maupun sekolah-sekolah.
  • Fasilitas penunjang pembelajaran, termasuk perpustakaan. Sampai dengan saat ini masih banyak sekolah belum memiliki perpustakaan. Ketika dunia literasi khususnya untuk meningkatkan kemapuan dan minat membaca dan menulis (mengarang), justru sekolah ketiadaan buku pada segala genre. Mungkinkah diperbolehkan untuk membelanjakan buku-buku pada segala genre untuk perpustakaan mini di tiap sekolah? Pada posisi ini, adakah peluang dan ruang kreativitas guru untuk menciptakan buku-buku untuk siswa? Ada, bagaimana suport Pemerintah Kabupaten Kupang pada mereka yang berminat pada bidang ini walau dalam wujud yang sederhana?
  • Jaringan listrik dan internet. Kita ingin melompat maju untuk masuk ke dalam dunia digitalisasi. Kurikulum Merdeka kiranya menprasyaratkan  adanya peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK: gadget, laptop, desktop, dan sejenisnya). Mungkinkah Pemerintah Daerah akan berpihak pada sekolah-sekolah untuk maksud ini? Tentu saja, ya; lalu kapan akan diwujudkan? Jika sudah ada, bukankah jaringan listrik harus ada di sekolah-sekolah diikuti dengan ketersediaan jaringan internet? Ketiga hal ini sudah menjadi tuntutan zaman.
  • Karakter dan kapabilitas guru . Bila kita membuat “kasta” pada kalangan guru, didapatkan Guru ASN, Guru Kontrak Daerah (kesranya disebut uang transport), dan Guru Honor (kesranya didapat dari dana BOS). Sejak dikeluarkannya UU Guru dan Dosen dan peraturan turunannya, guru ASN dan non ASN yang sudah memiliki Sertifikat Pendidik atau telah lulus dalam Pendidikan dan Pelatihan Guru (PPG) mereka disebut guru profesional. Tantangan datang kepada pak Eli Teuf sebagai Kepala Dinas, dapatkah dipetakan berapa prosentase guru profesional di Kabupaten Kupang? Hal ini patut menjadi pertanyaan mengingat tunjangan sertifikasi (tunjangan profesi) telah diberlakukan dan mulai diterimakan kepada para guru mulai tahun 2007. Ketika portofio diberlakukan, banyak guru “lolos dan lulus” sebagai guru profesional, selanjutnya diberlakukan PPG, dan kini PPG di kampus baik kopidarat maupun dalam jaringan. Guru dengan status tersertifikasi semoga tidak merasa telah berada di zona nyaman dan aman, lalu karakternya bergeser menjadi amatiran. Guru ASN non sertifikasi berusaha menjadi guru profesional sebagaimana “senior” mereka yang sudah bersertifikat, karakternya yakni meniru yang bersertifikat, maka kesejahteraan mereka patutlah mendapat perhatian agar mereka tidak kecut hatinya, termasuk para guru honor yang menerima dana/uang transport dari APBD Kabupaten Kupang. Pada guru honor komite, NUPTK menjadi “momok dan hantu”. Mereka hanya boleh mendapatkan peluang untuk mendapat honor dari anggaran BOS yang disediakan APBN melalui ARKAS, tetapi kendalanya jatuh pada NUPTK. Mudah menjawabnya, belum tentu mudah prosesnya. Maka, timbul dalam hatinya yang gundah, mudah-mudahan… .
  • Pada ASN kantoran yang tentu sudah dalam pengetahuan pak Eli Teuf, karena pernah ada di sana. Senyum dan Sapa, dan lain-lain istilah yang menyegarkan rasa. Istilah-istilah ini telah menjadi kekhasan guru dan murid di sekolah ketika jargon sekolah ramah anak diberlakukan. Bagaimana dengan area kantor? Bolehkah hal ini berlaku di sana? Layanan yang ramah dan cepat menjadi harapan. Map dan dokumen bertindihan tentulah menunjukkan kesibukan, tetapi keramahan, kecepatan dan kecermatan menjadi prioritas agar yang melayani dan terlayani tersenyum bersama.

Begitu banyaknya tantangan di dunia pendidikan pendidikan Kabupaten Kupang, tentu untuk menuntaskannya tak semudah mencatatnya dalam barisan aksara berhalaman dan berbab dalam jilidan buku. Tulisan ini hanyalah untaian rasa demi menyambut datangnya Dr. Eliazer Teuf, S.Pd.,M.Pd, jebolan Universitas Nusa Cendana Kupang.

Mari berkarya dengan tantangan di hadapan kita, kita akan bersama bagai dalam tarian herin maka ada yang memimpin (berdiri di tengah), lingkarannya saling bergandengan, bila ada yang terlepas, di sana ada masalah.

 

SELAMAT MEMASUKI DAN MENGEMBAN TUGAS BARU SEBAGAI KEPALA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KUPANG. TUHAN MENYERTAI DAN MEMBERKATI.

 

Penulis: Heronimus Bani

Pos terkait