Puteri Kebanggaan di Negera Pancasila

Kalista Iskandar, sumber foto, tempo.

Puteri Kebanggaan di Negara Pancasila

 
Seluruh mata anak bangsa ini begitu bangga menyaksikan penampilan puteri-puteri terbaik bangsa ini ketika ditampilkan bahkan secara langsung (live) di televisi nasional. Tepuk tangan panjang pada mereka yang telah sampai pada titik kulminasi, titik tertinggi prestasi yang membanggakan orang tua, sanak, daerah, hingga banyak pemangku kepentingan yang menghelat acara itu.
Semua orang mengetahui bahwa pemilihan puteri-puteri terbaik bangsa tidak dilakukan asal jadi, tetapi melalui seleksi yang ketat. Mereka tidak sekedar tampil cantik dan anggun, menjadikan para penontonnya terpesona akan kecantikan, tetapi lebih daripada itu semua, mereka harus memiliki sejumlah pengetahuan. Pengetahuan yang jika boleh dinyatakan sebagai mumpuni. Mengapa? Karena mereka menjadi wakil daerah dalam hal tertentu, yaitu pariwisata.
Siapa lagi yang tidak mengetahui bahwa bangsa ini sejak 1945 telah menetapkan dan mengukuhkan diri sebagai bangsa yang berdiri kokoh di aas dasar Pancasila. Mulai dari murid TK hingga bangku perguruan tinggi, semua pelajar dan mahasiswa sudah sangat tahu dan ingat secara jelas bunyi tiap sila.
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Siapa menduga kalau seorang puteri Indonesia yang dipangku Pancasila, ia tidak mengetahui urut-urutan sila-sila ini secara benar? Ia tertawa terbahak-bahak pada kekeliruannya. Ia bahkan tertawa bukan saja di hadapan Ketua MPR RI, Bambang Susatyo, tetapi tawanya itu ditonton jutaan pasang mata yang memelototi layar televisi.
Malu?
Hanya dia Puteri kebanggaan itu yang dapat menjawab pertanyaan pendek itu. Ia dinobatkan sebagai puteri Indonesia dengan modal Pancasila yang amburadul. Kelak ia akan berada di barisan depan para pemangku kepentingan di negara berdasarkan Pancasila ini.
Hal menarik menjadi perhatian saya sebagai guru, ketika Pancasila diperdebatkan di NKRI ini, berdampak pada luasnya implementasi pada masyarakat akar rumput. Ketika para pemuncak mempersoalkan Pancasila yang konsep dan yang sudah diterima yang tertuang dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945,di sana terjadi tarik-menarik seakan keduanya belum final.
Bahwa telah ada badan yang khusus menangani hal ini yang agak mungkin mirip BP7 pada masa Orde Baru, tetapi sentuhan implementasi nilai-nilai Pancasila belum terasa sampai pada masayarakat lapisan bawah. Mengapa?
Jika pada masa Orde Baru, Pancasila disebutkan sebagai dasar negara, kini Pancasila adalah salah satu pilar bangsa. Pilar ~ tiang. Kita ada dalam pengetahuan bahwa ada pilar-pilar yang menjadi penopang utama NKRI. Jika kita bertanya, ditanam di atas wujud apa pilar-pilar itu, jika Pancasila adalah salah satu pilarnya?
Pancasila, untuk beberapa hari ini atau bahkan dalam masa yang panjang di depan sana, kau dicatat dalam sejarah pemilihan puteri-puteri cantik berpengetahuan luas di Indonesia, bahwa telah terjadi kekeliruan yang fatal. Kau tak terhafalkan secara baik. Rasanya para guru pun perlu berefleksi, sudahkah sila-sila Pancasila dihafal secara tepat oleh siswa di sekolah?
 
Heronimus Bani
Amarasi Selatan, 07 03 2020

Pos terkait