ADVETORIAL: Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang Gencar Sosialisasi Permendikbud Nomor 06 Tahun 2021

InfoNTT.com,- Pemerintah Kabupaten Kupang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sedang gencar melakukan sosialisasi sekaligus workshop. Materi yang dirujuk pada kegiatan ini yakni Permendikbud Nomor 06 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Biaya Operasional Sekolah Reguler (BOS Reguler). Mereka yang disasar pada kegiatan ini yaitu para Kepala Sekolah dan Bendahara.

Hal-hal yang disampaikan sebagai kebijakan dan teknis pengelolaan hingga pelaporannya. Semuanya itu bagai mengulang dengan tensi mengingatkan, menyegarkan dan memotivasi. Suatu kegiatan yang selalu wajib diikuti oleh para guru yang memangku tugas sebagai Kepala Sekolah dan Bendahara.

Bacaan Lainnya

Selanjutnya mulai tahun anggaran 2021 ini guru yang mendapat tugas sebagai Operator Sekolah ikut dilibatkan oleh karena tugas-tugas digital yang semestinya dapat dilakukan oleh Bendahara, walaupun Operator tidak harus ikut pada kegiatan sosialisasi ini.

Sementara itu Tim Managemen BOS di sekolah mesti menambah satu unit lagi di sana yakni, Tim Pemeriksa Barang atau Panitia Pemeriksa barang. Tugas lain yang tidak boleh kalah karena sangat sering diabaikan yaitu pencatatan inventaris (barang).

Menariknya kegiatan yang dengan tensi mengingatkan, menyegarkan dan memotivasi ini yakni setelah mendengarkan materi yang disajikan, di sana ada peluang untuk berdiskusi. Hal-hal yang didiskusikan merupakan sesuatu yang sifatnya nyata terjadi di sekolah sebagai pengalaman praktis, terasa sebagai kendala.

Kendala dalam hal ketrampilan pengelolaan dana BOS, tidak satu pun Bendahara yang pernah dilatihkan agar memiliki ketrampilan pengelolaan hingga pelaporan dana yang diterima. Sementara aturan sebagai rujukan utama sifatnya rasional (logic) sehingga pelaksana harus bekerja pada standar yang telah ditentukan itu. Padahal, yang disasar dari pengelolaan yakni pembiayaan pada objek dimana salah satu objeknya adalah manusia yang bekerja bagai tanpa harapan. Guru yang kiranya diasumsikan sebagai bekerja sambil menunggu dengan sabar agar suatu ketika kebijakan berpihak pada mereka sehingga statusnya menjadi jelas dan terang. Mereka itu guru honor.

Beberapa peserta mengajukan permasalahan tentang guru honor. Sudut pandang penyampaiannya seperti saling berbeda, namun sasaran opininya menuju kepada apa yang disebut kesejahteraan sang guru honor. Berapa rupiahkah yang dapat diberikan kepadanya?

Aturan pemberian insentif kepada guru honor tertuang jelas pada Permendikbud Nomor 06 Tahun 2021. Pasal 12 ayat (1) huruf l (el) jelas menyuratkan hal ini. Tetapi besaran honor/insentif yang diterimakan kepada tenaga honorer diserahkan penetapannya kepada unit sekolah masing-masing. Pada titik ini muncul masalah nurani. Mengapa? Beberapa alasan dapat dikemukakan di sini.

Pertama, guru honorer biasanya ketika diterima di sekolah berniat untuk mempunyai pengalaman mengajar. Besaran honor tidak dipersoalkan ketika itu. Maka, di sekolah tertentu sekalipun guru negeri dan kontrak mencukupi apalagi di sana ada guru bersertifikat, tetap menerima guru honorer yang akhirnya tidak mempunyai tugas. Lalu, atas alasan sudah ada di sekolah mereka “menuntut” agar namanya diinput dan diunggah dalam data pokok pendidikan (dapodik).

Kedua, lama bertugas sebagai guru honorer antar mereka saling berbeda. Ada yang baru saja datang ada yang sudah lebih dari 5 hingga 10 tahun.

Ketiga, Guru honorer dengan ketrampilan tertentu. Pada saat ini ketrampilan yang sangat dibutuhkan sekolah saat ini yakni ketrampilan mengoperasi aplikasi-aplikasi digital. Maka, guru honor yang memiliki ketrampilan seperti ini selanjutnya ditugaskan menjadi tenaga operator sekolah. Mengingat ketrampilan ini sangat diperlukan dan turut menentukan langkah maju dan berkembangnya sekolah, maka tenaga honorer yang ditugasi “menuntut” insentif atau honor yang wajar baginya.

Kira-kira tiga alasan itu menjadi hambatan pada penetapan besarnya insentif atau honor kepada para guru honorer. Adakah hati nurani yang tidak tergerak untuk menolong? Ada, namun sering sekali bertabrakan dengan aturan (yang rasional). Maju kena aturan, mundur, kena rasa kemanusiaan dianggap tak punya hati.

Seorang guru menggunakan satu idiom pada kesempatan sosialisasi ini, kanik Oebelo. haha… Maksudnya kepala sekolah dianggap kikir, menjepit keras dana bos untuk tidak dilepaskan kepada mereka yang “berhak” menerima insentif atau honor itu. Gambaran di dunia air payau dimana ada kepiting yang menjepit keras makanannya atau mangsanya, dibawa pergi dengan berlari menyamping. haha…

Sisi lain yang menarik sebagai peringatan yang menggugah rasa untuk termotivasi disampaikan para pemateri yang kiranya dapat disarikan seperti di bawah ini.

Pertama, Tim Managemen BOS di unit-unit sekolah kurang mendapatkan porsi tugas secara maksimal. Rerata tugas perencanaan, pengelolaan dan pelaporan Dana BOS dilakukan hanya oleh Kepala Sekolah dan Bendahara Dana BOS. Hal ini berpotensi salah pakai dan salah urus, yang menjurus pada “memperkeruh” suasana kebatinan komunikasi di dalam unit-unit sekolah. Dana yang seharusnya untuk pembiayaan secara benar, dibelokkan sehingga memperlambat pengelolaan dan pelaporannya.

Kedua, ketrampilan pelaksana anggaran yang masih gagap menyebabkan adanya pembebanan tugas kepada rekan guru yang lain. Lantaran hal ini, kemudian terjadi sikap saling tunggu dan saling lempar kesalahan ketika kepala sekolah meminta informasi perkembangan pengelolaan dan pembuatan laporan. Imbas berikutnya ada pada insentif/honor yang harus diterimakan kepada guru yang dibebani tugas itu.

Ketiga, menunda-nunda pekerjaan alias kerja tidak tuntas. Menunda tugas untuk tidak diselesaikan pada satuan waktu yang ditentukan sudah menjadi penyakit menahun pada para Kepala Sekolah dan Bendahara Dana BOS.

Kini masalah baru datang. Saya menyebutkannya sebagai masalah karena berhubungan dengan ketrampilan pengoperasian yang mesti dimiliki seseorang. ARKAS, Aplikasi Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah dan SIPLah, Sistem Informasi Pengadaan (Barang dan Jasa) di Sekolah. Kedua hal ini membutuhkan ketrampilan operasional di ranah digitalisasi. Siapakah yang akan berada di ranah itu? Operator Sekolah? Padahal, bisa saja seorang Bendahara mau belajar untuk memasuki dunia digital, hal ini dapat dilakukannya tanpa melibatkan Operator sekolah secara utuh. Operator Sekolah kiranya diperlukan untuk membantu bila Bendahara mengalami hambatan pengoperasian.

Kembali ke judul tulisan ini. Semua unsur pelaksana Dana BOS Reguler dan jenis lainnya membutuhkan kejelian memahami aturan, trampil pengelolaan dan pelaporan agar nyata dan rasional, dan pada akhirnya harus bernuansa kemanusiaan. Dana BOS disalurkan kepada sekolah untuk memanusiakan manusia-manusia di sekolah. Ada harapan, kiranya mereka yang memanusiakan dan yang dimanusiakan itu memiliki karakter-karakter berintegritas, jujur, transparan dan akuntabel. Mereka tidak semestinya melakukan tindakan yang meresahkan dan mencemaskan pada pihak yang dimanusiakan. Hal-hal yang bersifat logika (rasional) mungkin dapat diterima dengan lapang dada atas uraian yang mengantar pada kebermanfaatan.

Penulis: Heronimus Bani

Pos terkait