Pengantar
Sebagai orang di desa saya mengikuti paling kurang dua upacara dalam siklus kehidupan manusia. Upacara perkawinan adat dan upacara pemakaman. Pada etnis Timor ada banyak sebutan untuk upacara perkawinan adat seperti: ripa’-oko’, mapua’ mahonit, mnait noni, kninu’ matsaos, dan yang terkenal dalam bahasa Melayu Kupang, maso minta. Sementara untuk upacara pemakaman etnis Timor menyebutnya, subat. Menurut beberapa orang tua yang sudah sepuh, subat telah mengalami evolusi perlakuan. Evolusi apa saja, akan sedikit diuraikan di sini. Salah satu hal lain yang berevolusi adalah sofi. Uismina’ pada judul diterjemahkan sebagai jenazah. Maknanya lebih dari sekedar jenazah.
Subat Berevolusi pada Etnis Timor (di Amarasi Raya)
Orang Amarasi Raya, sebagaimana orang Timor (atoin meto’) ketika meninggal akan dikuburkan. Tentu tidak perlu banyak cerita tentang penguburan. Orang cukup menggali lubang dengan kedalaman kurang lebih 150 cm, lebar kurang lebih 100 cm, dan panjang kurang lebih 200 cm. Menurut cerita pada masa lalu, sebelum jenazah dikuburkan, ia dibungkus dengan tikar, dililit (ikat) dengan tali. Selanjutnya ketika akan dikuburkan digotong beramai-ramai menuju lubang yang telah disediakan.
Perlakuan terhadap jenazah yang hendak dikuburkan mengalami perkembangan baru. Orang menemukan cara mengemas jenazah di dalam peti. Penemuan pengemasan dalam peti, dari peti yang manual pengerjaannya sampai yang serba mekanik dan artistik. Kuburan pun mengalami evolusi perlakuan. Jauh sebelumnya mereka menggali lubang, kemudian pada saat upacara penguburan, jenazah ditempatkan di dalam lubang, kemudian ditutup/ditimbun dengan tanah galian. Tanah galian yang ditimbun itu dipadatkan. Lalu disusunlah batu-batu pagar yang membentuk bangunan kuburan. Selanjutnya evolusi terjadi. Galian tetap, tetapi dari dalam dasar lubang dibangun tembok bercampuran semen. Pada tutup lubang ditempatkan cor beton. Batu-batu pagar diganti dengan porselin dan batu nisan bertulis.
Pengiriman kabar duka. Jauh sebelumnya orang harus berjalan kaki atau berkuda ke kampung-kampung sekitar. Utusan yang disebut haef menjalankan tugas itu tanpa merasa ada beban. Kampung yang ditunjuk yang tidak diketahui sebelumnya, akhirnya diketahui. Kabar duka sampai pada mereka yang dialamatkan. Dewasa ini, ada dalam masa transisi, antara mempertahankan pengiriman haef atau cukup dengan telpon (sms, bbm, fb, dll media sosial). Berita radio pun mulai ditinggalkan. Iklan keluarga di suratkabar pun tidak banyak digunakan.
Sofi, dalam fakta dan mitos
Sofi, dianggap sebagai pemberian hadiah kepada jenazah. Orang yang meninggal itu begitu dikasihi sehingga barang pemberian pun mesti yang terbaik dan terbaru. Biasanya berupa tenunan (tais).
Ada unsur kepercayaan lama masih melekat pada masyarakat bahwa pemberian itu agar roh orang mati dapat mengganti pakaian pada saat tertentu. Ia juga boleh memberikan oleh-oleh kepada orang-orang yang meninggal terlebih dahulu.
Selain kain tenunan, pada masa lalu ketika kekristenan masuk, ada yang menaruh dokumen seperti: surat baptis, surat sidi, bahkan alkitab dan buku lagu. Keyakinan yang salah. Orang menyangka mereka membawa semua itu sebagai “karcis” masuk surga. Hal ini masih didapati di sekitar orang Amarasi Raya. Selain dokumen-dokumen gerejani, ada pula yang menaruh dokumen penting seperti: ijazah. Bahkan dokumen penting seperti surat-surat keputusan yang seharusnya dapat dipertahankan karena bersifat sejarah pun sering ditempatkan sebagai sofi.
Penutup
Sesungguhnya sofi itu baik ditempatkan sebagai hal yang biasa-biasa saja, tanpa harus memberi makna apapun padanya. Sayangnya, orang meyakini bahwa roh orang yang meninggal itu sewaktu-waku datang untuk meminta agar ia dapat menutup auratnya di dunia lain yang telah dimasukinya.
Sebagai penganut Kristen, saya mengaminkan kata-kata Ayub, bahwa ia datang dengan telanjang, baiknya ia pulang dengan telanjang. Kain kafan pembungkus tubuh Yesus yang mati di salib pun tertinggal di dalam kuburan. Bila menganggap bahwa kain kafan pembungkus itu sebagai sofi, maka sifatnya hanya sementara membungkus tubuh/aurat. Jika begitu, maka sofi bukan sesuatu yang teramat penting dalam hal keyakinan keagamaan. Ia hanyalah bagian dari tindakan berkebudayaan.