Ketika Solidaritas Menguap: Memahami Luka di Balik Iuran Anggota PGRI

Pengantar

Seorang rekan guru mempertanyakan manfaat iuran anggota PGRI. Saya beri jawaban secara normatif sebagai berikut.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan AD/ART PGRI, iuran anggota memiliki beberapa manfaat utama:

Penguatan Organisasi: Iuran digunakan untuk membiayai kegiatan dan operasional organisasi, seperti rapat, pelatihan, seminar, dan advokasi. Ini memungkinkan PGRI untuk terus bergerak dan memperjuangkan hak-hak serta kesejahteraan guru.

Pembelaan Hukum: PGRI menyediakan bantuan dan perlindungan hukum bagi anggota yang menghadapi masalah dalam menjalankan tugasnya. Iuran membantu membiayai layanan ini.

Pemberdayaan Profesi Guru: Iuran digunakan untuk menyelenggarakan berbagai program pengembangan profesional, seperti seminar, lokakarya, dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru.

Bantuan Kesejahteraan: PGRI memberikan bantuan sosial dan kesejahteraan kepada anggota yang mengalami musibah atau berada dalam kondisi khusus, misalnya sakit atau meninggal dunia.

Secara singkat, iuran anggota berfungsi sebagai tulang punggung finansial yang memungkinkan PGRI untuk mandiri dan berdaya dalam memperjuangkan hak dan meningkatkan kesejahteraan guru, serta mengembangkan profesi mereka.

Lalu, kepada saya ia memberikan jawaban dengan pendekatan “curahan hati”, yang intinya mempertanyakan aspek solidaritas Pengurus organisasi PGRI (terdekat) sambil mengingat “tabungan sosial” nya berupa iuran anggota yang dipotong dari gajinya setiap bulan.

Solidaritas PGRI pada anggotanya

Rekan guru yang bertanya ini selanjutnya mengirim dua helai foto ketika ia terbaring sakit di rumah sakit.Salah satunya saya tempatkan pada artikel ini. Ia mengisahkan bahwa kunjungan anggota PGRI atau Pengurus PGRI Cabang maupun Kabupaten tidak ada sama sekali ketika ia mendapatkan perawatan di rumah sakit. Hanya Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang yang sempat membezuk. Dalam kapasitas sebagai anggota PGRI, ia (yang menjadi pasien) menunggu uluran tangan dan kunjungan dari pengurus dan anggota organisasi profesinya. Baginya, kunjungan itu merupakan cerminan dari sebuah harapan dan motivasi.

Kunjungan tak terjadi, maka ia berpikir bahwa setelah sekian tahun iuran yang diberikan dengan cara dipotong secara rutin dari gaji, sehingga wajar baginya untuk bertanya : “Untuk apa iuran anggota dan solidaritas PGRI dikumandangkan?”

Rasa kecewa dan sakit hati yang muncul bukan sekadar soal uang, melainkan tentang kontrak psikologis yang tanpa disadari sedang dibangun dan dikembangkan bersama. Ketika bergabung dan berkontribusi pada satu organisasi, anggota organisasi menaruh harapan pada tujuan dan “janji” luhur organisasi, yang salah satunya adalah jalinan solidaritas. Iuran yang dibayarkan bukan hanya untuk kegiatan administratif, tetapi juga diyakini sebagai “simpanan/tabungan sosial” yang akan kembali dalam bentuk dukungan moral, terutama saat anggota dalam suasana “rapuh”.

Ketika janji itu terasa kosong, muncullah perasaan dikhianati dan ditinggalkan. Anggota merasa sendirian, padahal anggota merupakan bagian dari satu “keluarga besar.” Bagai luka yang sering kali lebih dalam daripada luka fisik karena menyentuh harga diri dan keyakinan akan arti kebersamaan.

Solidaritas Sejati: Lebih dari Sekadar Biaya Administrasi

Secara teoritis, solidaritas sebagai perekat sosial yang membuat suatu komunitas utuh. Namun, dalam praktiknya, solidaritas sering kali tergerus oleh birokrasi dan kesibukan. Organisasi besar seperti PGRI, dengan ribuan anggota, kadang “terperangkap” dalam rutinitas administrasi, sehingga aspek manusiawi, seperti menjenguk anggota yang sakit, terlewatkan.

Ini bukan berarti niat baik tidak ada. Dapat saja terjadi pada sistem yang kurang (atau belum) efektif, atau komunikasi yang terhambat hingga terputus. Bagi anggota yang sedang jatuh dalam “kerapuhan”, alasan teknis seperti ini tidak bisa mengobati kehampaan makna yang mereka rasakan.

Mencerahkan Diri: Mengubah Perspektif dan Mengambil Alih Peran

Lalu, bagaimana agar bisa keluar dari lingkaran kekecewaan ini? Empat pendekatan ini mungkin dapat menjadi solusi:

Validasi Perasaan Anda: Ini terpenting, akui bahwa perasaan kecewa Anda valid. Anda berhak merasa demikian. Mengakui emosi adalah langkah awal menuju pemulihan.

Perluas Definisi Solidaritas: Solidaritas sejati tidak bisa hanya bergantung pada satu pihak, apalagi yang bersifat struktural dari atas. Solidaritas adalah praktik sehari-hari yang harus dibangun dari bawah atau secara horizontal antar sesama, dari kita sebagai anggota. Coba pikirkan, apakah ada rekan-rekan terdekat Anda yang sudah menghubungi atau menjenguk? Sering kali, dukungan terkuat datang dari lingkaran terkecil yang kita miliki.

Jadilah Pengubah sebagaimana Harapan: Daripada menunggu, mari mulailah. Mengapa tidak menjadi inisiator? Mulailah mengajak rekan-rekan seprofesi yang berada di dalam lingkungan kerja (dalam hal ini unit sekolah) untuk menjenguk teman yang sakit atau mengumpulkan donasi kecil. Dengan demikian, setiap anggota tidak hanya mempraktikkan solidaritas, tetapi juga menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Komunikasikan secara Positif: Jika memungkinkan, ajukan masukan kepada pengurus di tingkat ranting, cabang atau kabupaten. Sampaikan keluhan ini sebagai upaya membangun kesadaran bersama sebagai anggota di dalam satu organisasi yakni PGRI. Tawarkan solusi, misalnya membentuk tim relawan atau sistem notifikasi untuk anggota yang sedang mengalami musibah.

Penutup

Solidaritas bukan hanya soal iuran, tetapi tentang kehadiran. Mewujudkan kata menjadi akta. Kekuatan suatu organisasi tidak diukur dari seberapa banyak anggotanya, melainkan dari seberapa peduli dari sesama anggotanya.

Kisah rekan guru yang jatuh sakit lalu bagai tiada upaya solider dari rekan anggota PGRI, menjadi pengingat, baik sebagai anggota maupun pengurus, bahwa inti dari adanya kebersamaan di dalam komunitas yakni hubungan antarmanusia, yang harus selalu dijaga dan dipupuk. Simpati dan empati layak dan patut berada di garda depan dalam kanal organisasi.

Semoga artikel ini mencerahkan dan mendorongn pengurus PGRI sebagai organ dan anggotanya sebagai orang-perorangan menjadi bagian dari solusi.

Heronimus Bani-Pemulung Aksara

Pos terkait