Renungkanlah! Bila saudara baru pulang dari mengikuti kebaktian/misa rutin, mengikuti kebaktian/misa sakramen, apa yang saudara rasakan bila berada di dalam gedung kebaktian? Mungkin saudara balik bertanya pada saya, apa maksudnya? Tentu saja kita yang berada di dalam gedung kebaktian menurut tata cara gereja masing-masing, mesti merasakan kehadiran Tuhan, hadirat Allah di dalam kebaktian ini. Artinya, semua orang mengetahui dan merasakan bahwa Allah yang adalah Roh sungguh-sungguh hadir di dalam kebaktian/misa tersebut. Maka, segala rasa hormat, segala kemuliaan dan kepujian hanya bagi-Nya. Jika demikian, apakah semua orang mau menundukkan keangkuhan dan kepongahan, ego dan keakuan kepada-Nya?
Seringkali orang lupa bahwa Tuhan Allah hadir di dalam RohNya bersama umat-Nya dalam ibadah/kebaktian/misa. Kehadiran-Nya “diwakilkan” kepada imam yang memimpin ibadah/kebaktian/misa pada hari itu. Pancaran kuasa dan kemuliaan-Nya terpusat dari sang imam. Pancaran itu menyebar ke se-anteru ruang ibadah/kebaktian/misa. Oleh karena itu, layak dan pantas jika orang tidak harus lalu-lalang di depan imam. Orang tidak harus mondar-mandir melakukan foto-foto di depan imam. Kebiasaan-kebiasaan seperti itu mesti dianggap sebagai telah menyepelekan kehadiran dan hadirat Allah di dalam ibadah/kebaktian/misa.