Kupang-InfoNTT.com,- Organisasi wartawan Indonesia, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Kupang dan Kmunitas Jurnalis Kabupaten Kupang (Konjakk) mengecam tindakan oknum ASN yang melakukan intimidasi terhadap wartawan SuaraNTT.com Melianus Alopada.
Dugaan itimidasi yang didapat oleh wartawan adalah oknum ASN rampas handphone lalu hapus rekaman dan foto. Sebelum melakukan perampasan handphone, terlebih dahulu oknum SN ini memukul tangan wartawan agar jangan melakukan perekaman. Namun ada beberapa data data atau bukti money politik yang terlanjur dihapus.
Informasi yang beredar bahwa oknum ASN ini bekerja sebagai tenaga kesehatan di Pustu Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang diduga mengintimidasi wartawan saat wartawan tersebut meminta klarifikasi atas dugaan keterlibatan ASN dalam politik praktis, dengan cara menjadi tim sarangan fajar bagi salah satu calon legislatif Kabupaten Kupang.
Ketua SMSI Kabupaten Kupang kepada media (25/2) mengatakan bahwa ASN tersebut diduga telah melanggar etika ASN dan juga netralitas ASN dalam pemilu 2024.
Makson Saubaki juga menyesalkan tindakan intimidasi terhadap oknum wartawan yang mencoba meminta klarifikasi adanya dugaan politik uang pada pemilu kemarin yang dilakukan oleh oknum ASN yang bertugas di Pustu Oebelo, Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah.
“Berdasarkan potongan rekaman suara yang saya peroleh patut diduga oknum ASN tersebut mencoba melakukan pembelaan diri dengan cara tidak mau memberi keterangan kepada wartawan,” ujar Makson.
Sebab kata Makson Saubaki, setiap wartawan dengan identitas yang lengkap tidak bisa dihalangi kerja-kerja jurnalistiknya, karena dilindungi oleh undang-undang. Kerja jurnalistik sebagaimana amanat Pasal 18 UU 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Tidak boleh siapapun baik individu, organisasi, aparat termasuk TNI/Polri, individu atau siapapun tidak boleh menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memperoleh informasi.
Selain itu, upaya menghalang-halangi peliputan, khususnya yang disertai dengan ancaman dan intimidasi dengan merampas alat perekaman wartawan dan menghapus data bisa terjerat pidana. Di dalam UU 40 tahun 1999 bagi pelaku yang menghalangi kerja jurnalistik diancam dua tahun atau denda Rp500 juta.
“Terkait dengan kasus dugaan Money Politik, wartawan sudah berusaha melakukan komunikasi dua arah guna perimbangan berita. Apalagi oknum ASN tersebut sudah diberi ruang untuk menkonfirmasi dugaan money politik, Seharusnya yang bersangkutan gunakan ruang tersebut sehingga tidak ada polemik berkepanjangan di lapangan. Bukan menolak memberi keterangan, artinya menolak kuat dugaan oknum ASN tersebut telah melakukan tindakan Money Politik untuk memenangkan orang tertentu,” ungkap Ketua SMSI Kabupaten Kupang.
Makson Saubaki, secara organisasi juga menyatakan sikap terkait tindakan ASN bahwa harus ditindak tegas. Ia meminta Bawaslu Kabupaten Kupang turun tangan mengusut tuntas dugaan money politik ini dan harus clear and clear.
Dirinya juga tidak lupa mengingatkan kepada wartawan agar selalu menjunjung tinggi asas profesional wartawan dan taat pada kode etik pers yang berlaku. Paling penting juga dapat menjaga etika, ketika dalam menginvestigasi dan mewawancarai narasumber.
Sementara Ketua Komunitas jurnalis Kabupaten Kupang (Konjakk) Jermi Mone, S.H mengatakan tindakan bobrok ASN tersebut tidak bisa dibiarkan.
Jermi mengatakan apa yang dilakukan Kepala Pustu Desa Oebelo Ruth Pasaribu merupakan upaya membungkam kebebasan Pers, dan juga berkhianat terhadap aturan netralitas ASN.
“Dia (oknum ASN) intimidasi wartawan itu tidak bisa dibiarkan karena ada upaya membunuh kebebasan pers tentu semua wartawan di Indonesia bahkan dunia pasti tersinggung.” ujar Jermi Mone
Ketua Konjakk juga mengatakan bahwa secepatnya KPU RI, Bawaslu RI dan KPU Provinsi, Bawaslu Provinsi NTT, KPU Kabupaten Kupang, Bawaslu Kabupaten Kupang terutama Gakumdu melihat persoalan ini dan ditindaklanjuti karena tindakan bagi-bagi uang adalah pelanggaran pemilu dan juga bisa dikategorikan pidana pemilu alias Money Politik.
Terakhir Jermi Mone meminta agar ASN tersebut meminta maaf secara terbuka ke publik atas tindakan intimidasi wartawan dengan kata-kata yang tidak etis agar masyarakat tidak menilai buruk tentang profesi atau kerja wartawan. (**)