Senyum Terakhir Sang Penabur

Robert C. Dix

InfoNTT.com,- Dalam satu unit kamar sunyi di ujung musim kemarau, seorang lelaki tua terbaring dalam tenang. Kulitnya keriput, seperti lembaran peta dunia yang telah dilalui ribuan mil. Ia adalah Robert C. Dix, penabur kabar sukacita dari padang luas Brazil, dataran dan lembah Togo, hingga lorong-lorong sempit Filipina. Tubuhnya telah renta, tetapi jiwanya teguh, berakar di Jalan Injil Yesus Kristus.

Hidupnya adalah benih. Ditebar ke tanah-tanah asing, dibasahi peluh dan doa, disiram hujan ragam bahasa yang tak sepenuhnya ia pahami—

Bacaan Lainnya

namun dipercayainya sebagai nyanyian kasih Allah.

Di Brazil, ia berbicara dengan hati, bukan lidahnya sedang keluh.Di Togo, ia menggenggam salib dalam badai sosial. Di Filipina, ia menjadi rumah bagi anak-anak yang kehilangan ayah.

Tahun 2012, tanah Timor menyambutnya. Di Kupang, di bawah langit biru dan panas matahari yang menyengat, ia hadir saat Firman menjadi hidup dalam bahasa Helong.

Ia tidak hanya menyentuh tanah ini, tetapi meninggalkan jejak di hati orang-orang yang tak akan pernah melupakannya.

Kini, senja mengintip dari balik jendela rumahnya. Robert tahu waktunya hampir habis.

Namun hatinya berseri ketika mendengar kabar:

Barbara sedang terbang menemuinya.

Barbara—anak yang lahir dari darah dan panggilan yang sama. Ia tak membawa bunga, tak membawa air mata, tetapi membawa api:

api misi yang tetap menyala dari satu generasi ke generasi lain.

Pesawatnya belum mendarat di Doha.

Namun di dunia lain, yang tak dibatasi jam dan bandara, Robert sudah mendengar langkah kaki anaknya mendekat.

Ia menghembuskan napas terakhirnya

seperti daun yang jatuh dalam pelukan angin,

dan tersenyum. Karena benih yang ia tanam,

telah tumbuh dan berakar.

Kabar duka tiba di Unit Bahasa dan Budaya GMIT, disambut dengan doa yang tak bersuara,

tapi dalam: seperti bisikan Roh di tengah ladang misi.

Dan jenazah Robert C. Dix… masih tersenyum.

Karena ia tahu: jalan yang panjang itu tidak sia-sia. Salib yang ia pikul tak jatuh ke tanah.

Ada tangan anaknya yang melanjutkan. Ada Tuhan yang memeluknya pulang.

Heronimus Bani-Pemulung Aksara

*Umi Nii Baki-Koro’oto* turut dalam duka dan doa

Pos terkait