Demonstrasi Jumat Agung

Gambar: istimewa ranah publik

Demonstrasi Jumat Agung

Pengantar

Bacaan Lainnya

Berita seputar demonstrasi pada 11 April 2022 yang mendominasi jagad media informasi rasanya tidak banyak memberikan pencerahan dari aspek pembangunan demokrasi. Demonstrasi atau dengan kata yang lebih sopan aksi mahasiswa yang dipertontonkan itu diwarnai suatu tindakan yang kiranya tidak mencerminkan manusia berakhlak, bermoral, beretika dan beragama. Kata-kata kotor diucapkan. Sikap dan tindakan diwujudkan secara brutal dengan memukul dan mempermalukan seseorang yang dikenal publik melalui media sosial. Sosok yang oleh kalangan tertentu disebut sebagai public enemy. Ada pula yang menganggapnya sebagai mempertaruhkan dirinya sendiri dengan kesadaran. Sementara yang pro tindakan itu sangat menyayangkan semua tindakan padanya, sambil memotivasi pihak kepolisian untuk segera menangkap para pelaku dan memberikan hukuman yang tepat sesuai aturan yang berlaku.

Semua demonstrasi di tempat mana pun, atau di negara mana pun nyaris tidak ada jaminan bahwa akan aman-aman saja sampai tuntutan para demonstran dipenuhi. Sangat dominan di sana, bahwa demonstrasi hampir selalu berdampak buruk pada kemanusiaan, walau tidak dapat dipungkiri pula ada dampak poisitif dari suatu demonstrasi.

Demonstrasi pada zaman pemerintahan Kekaisaran Romawi pun pernah ada, bahkan di suatu tempat yang amat istimewa, Yerusalem. Pada saat peristiwa demonstrasi itu berlangsung, paling kurang ada 4 tokoh sentral menjadi perhatian. Mari menyebut nama dari empat tokoh itu: Pilatus, Barabas, Herodes (Antipas) dan Yesus Kristus. Lalu, satu entitas yang tidak kalah pentingnya yang memberi warna pada Jumat Agung yakni, kaum demonstran yang terdiri dari berbagai komponen orang yang menanggalkan kasta kehidupannya lalu berpadu dalam satu entitas baru itu.

 

Tokoh dan Massa Aksi Demonstrasi

  • Pilatus

Pilatus menjabat sebagai Gubernur Provinsi Yudea dalam Kekaisaran Romawi memerintah antara tahun 26 – 36 M. Ia memerintah pada masa Kaisar Tiberius (14-37M). Pada masa perayaan Paskah kaum Yahudi selalu terjadi keramaian di pusat kota yaitu Yerusalem. Suatu perayaan yang sudah lazim sehingga pemerintah berkewajiban untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada umat yang menjalankan syariat keagamaan tersebut. Pilatus berada di sana untuk maksud itu.

Nama Pilatus sangat kental dalam masa-masa refleksi Sengsara Yesus Kristus yang dilakukan umat Kristen di seluruh dunia. Pilatus menjadi Pengadil yang labil pada keputusannya ketika ia terdesak oleh massa aksi yang berdemonstrasi di hadapannya. Empat kitab Injil (Matius, Markus, Lukas Yohanis) mencatat namanya secara khusus pada perayaan Paskah umat Yahudi masa itu. Secara khusus menurut Lukas 23:1-7; 13-25, Pilatus berhadapan dengan tokoh kontroversi, Yesus.  Sebagai Gubernur (Perfect) Yudea pada masa itu, ia wajib membuat keputusan yang tepat, justru pada saat-saat genting. Ia diperhadapkan pada suatu tradisi yakni membebaskan seorang tahanan pada hari perayaan itu.

  • Barabas

Barabas, salah satu di antara dua orang yang dihadapkan kepada Gubernur Yudea, Pilatus. Pilatus didesak oleh massa aksi demonstrasi untuk memilih satu di antara kedua orang yang dihadapkan kepadanya untuk dibebaskan. Pilatus, sekalipun memiliki kewenangan untuk membebaskan Orang yang tidak didapati kesalahan, tetapi ia justru makin tersudut oleh desakan massa aksi demonstrasi. Matius 27:21 mencatat kata-kata Pilatus, “… Siapa di antara kedua orang itu yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu?” Suatu pertanyaan yang akan dengan mudah mendapatkan jawabannya oleh karena massa aksi demonstrasi telah kerasukan sentimen akut pada Yesus. Maka jawabannya pun tegas: “Barabas!” Bebaslah Barabas bukan melalui suatu keputusan pengadilan yang mengadili perkara kejahatan secara adil atas dasar Ketuhanan dan kemanusiaan, tetapi keputusan itu jatuh atas desakan massa aksi demonstrasi.

Barabas, seorang yang melakukan kejahatan politik (pemberontakan pada pemerintah) dan pembunuhan (kriminal/tindak pidana). Seorang yang secara fakta bila harus merujuk alat bukti sangat jelas, tetapi, ia justru mendapatkan keluasan untuk menghirup udara bebas di luar ruang penjara pada masa itu.

  • Herodes (Antipas)

Hanya Penulis Injil Lukas yang mencatat nama Herodes pada peristiwa dimana ada aksi demonstrasi massa yang menghadapkan Yesus dengan berbagai tuduhan agar Ia dihukum mati. Catatan Penulis Injil Lukas ini kemudian memberi kontroversi tentang siapakah Herodes yang dimaksudkan ini, mungkinkah Herodes Antipas? Atau Herodes Arkilaus? Keduanya merupakan anak dari Herodes Agung. Siapakah Herodes yang dimaksudkan oleh Penulis Injil Lukas? Penelitian atas berbagai dokumen akan memberikan jawaban pada kita. Satu hal yang pasti, menurut Penulis Injil Lukas, hubungan Herodes dan Pilatus tidak harmonis. Setelah peristiwa hari Jumat itu, keduanya kembali bersahabat (Luk.23:12). Aneh, bukan? Ketegangan di tengah jepitan massa aksi yang berdemonstrasi dengan tuntutan hukuman mati pada seseorang, justru mereka merajut kembali persahabatan. Mereka “berpelukan” sebagai sesama pejabat pemerintah. Sementara ada kalangan tertentu sedang terhimpit, bahkan terancam hukuman mati.

Herodes yang satu ini memberikan kepastian pada pengikutnya bahwa Yesus patut mendapatkan olokan dan persekusi. Setelah itu, ia menyerahkan-Nya kepada Pilatus agar memperlakukan Yesus menurut hukum yang berlaku.

  • Yesus Kristus

Apakah yang hendak dapat dicatat di sini tentang Yesus Kristus? Pembaca sudah mengetahui hingga memahami secara amat baik tentang sepak terjang Yesus Kristus, khususnya pada refleksi 7 Minggu Sengsara-Nya hingga kematian dan kebangkitan-Nya. Catatan para penulis Injil khususnya pada saat Yesus menghadapi berbagai tindakan brutal yang disasarkan kepada-Nya selalu menjadi refleksi yang adaptif seturut zaman ini. Yesus, merelakan Diri-Nya untuk menerima segala bentuk kekerasan, baik verbal, fisik hingga psikologis. Berbagai kekerasan verbal tak terhindarkan baik oleh kalangan masyarakat kelas bawah hingga para petinggi dan ulama Yahudi zaman itu. Penghinaan dan penistaan, buli dan persekusi tak terelakkan. Apakah Yesus membela Diri-Nya dengan argumentasi untuk mematahkan semua itu dan memberikan klarifikasi yang sempurna agar membungkam massa khususnya kaum Yahudi di segala lapisan? Tidak! Yesus justru diam. Ia berbicara seperlunya saja.

Ketika berada di hadapan Pilatus dan Herodes, Yesus memberikan jawaban-jawaban pada pertanyaan yang diajukan kepada-Nya

  • Engkau sendiri mengatakannya (Luk.23:3)
  • Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah mewan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini (Yoh,18:36)
  • Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku memberi kesaksian tentang kebenaran’ setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku. (Yoh.18:37)

Demikian jawaban seperlunya yang diberikan Yesus kepada Pilatus menurut catatan Lukas dan Yohanes. Begitulah tokoh Yesus pada hari Jumat masa perayaan Paskah umat Yahudi saat itu. Yesus menghadapi suatu entitas yang sungguh-sungguh tidak berperikemanusiaan justru ketika mereka berbaju agama.

Ketika Yesus telah disalibkan, dalam kondisi tubuh yang amat kritis menjelang ajal-Nya, Ia masih sempat mengucapkan 7 kalimat yang sangat ironi.

  1. Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Luk.23:34)
  2. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus (Luk.23:43)
  3. Ibu, inilah anakmu (Yoh.19:26); Inilah ibumu (Yoh.19:27)
  4. Eli, Eli, lama sabakhtani? Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Mat.27:46; Mark.15:34)
  5. Aku haus (Yoh.19:28)
  6. Sudah selesai (Yoh. 19:30)
  7. Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Ku-serahkan nyawa-Ku (Luk.23:46)
  • Kaum Demonstran.

Kaum Demonstran yang berdemonstrasi di hadapan Gubernur Yudea, Pilatus masuk dalam satu entitas yang memberi warna berbeda pada hari itu. Mereka mengajukan Orang sekaligus tuduhan pada-Nya, dan menyertatakan pula tuntutan yang wajib diwujudkan di depan mata mereka saat itu juga. Kaum Demonstran tidak dari kalangan masyarakat kelas bawah: wong cilik, rakyat jelata, kaum terpinggirkan dan lain-lainnya, tetapi juga berasal dari komponen kelas menengah hingga kelas elit. Mereka yang berada di kelas menengah dan elit itu berpendidikan. Mereka memegang jabatan-jabatan penting, terutama sebagai pemimpin-pemimpin umat Yahudi saat itu. Tampilan sebagai orang saleh dan agamis sudah bukan sesuatu yang amat istimewa karena telah mentradisi. Mereka sungguh-sungguh tampil sebagai agamawan sejati dengan hati bermakhota kemunafikan, buli, persekusi, hujatan, penistaan, dan kehausan pada situasi kematian seseorang yang dikehendaki untuk terjadi pada saat tuntutan itu diucapkan.

Penulis Injil Lukas mencatat (Luk.22:63-71) tentang siapa saja yang masuk dalam kategori orang-orang yang akhirnya menjadi satu entitas, kaum demonstran. Mereka terdiri dari: tua-tua bangsa Yahudi, imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat (22:66); dan pada 23:13 ditambahkan pemimpin-pemimpin rakyat. Mereka dikumpulkan oleh Pilatus. Mereka yang mungkin tidak mudah disatukan, akhirnya bersatu dalam satu suara, satu sikap, satu tuduhan dan tindakan.

Dampak Demonstrasi Jumat Agung itu

Bila mencermati kita dapat melihat dampak yang timbul dari adanya demonstrasi hari Jumat itu. Para demonstran berhasil  membawa aspirasi mereka di hadapan Gubernur Yudea, Pilatus. Dengan kata lain, pemerintah menerima para demonstran. Apakah pemerintah memenuhi tuntutan para demonstran?

Para Penulis Injil mencatat bahwa para demonstran “menang”. Mereka berhasil meluluhkan keteguhan hati Gubernur Yudea, Pilatus. Ia memberikan keputusan sesuai permintaan/tuntutan demonstran. Tuntutannya jelas, memberikan hukuman mati pada Yesus, Orang Nazaret. Bebaskan Barabas “pejuang kemerdekaan” yang melakukan pemberontakan dan pembunuhan. Bebaskan Barabas, Kebaslah Yesus. Kira-kira demikian ungkapan singkat untuk hari itu sebagai tuntutan. Lalu, dampaknya terlihat seperti ini.

  • Pilatus berhasil didesak, tersudut hingga labil untuk menjadi Pengadil. Ia memberikan keputusan sesuai tuntutan yang seharusnya rasional dan humanis, tetapi justru emosional, sadis dan radikalis.
  • Hubungan Pilatus dengan Herodes yang semula buruk, kini menjadi baik (bersahabat). Petinggi pemerintahan berdamai di dalam kemerosotan akhlak.
  • Lapisan masyarakat yang terkotak atas golongan-golongan bersatu dalam satu pembauran, keterpaduan tanpa pandang kelas atau kasta
  • Kaum berbaju agama “menang” secara politis karena berhasil “menjinakkan” Pemerintah untuk mengikuti tuntutan mereka.
  • Pada tokoh seperti Barabas, ia berhasil lolos dari hukuman yang sepantasnya dia terima karena pemberontakan dan pembunuhan. Di sini, justru ia dibebaskan. Lenyap pula kisah dirinya.
  • Serdadu yang seharusnya memberikan rasa nyaman, justru menjadi “pemain” dengan tindakan brutal dan sadis. Menyiksa hingga menyalibkan Yesus.
  •  Yesus menanggung berbagai hal yang brutal dan sadis. Mulai dari buli di pengadilan dan di luar pengadilan, persekusi, cambuk, memikul kayu palang, dipakukan di kayu palang, dipakaikan makhota berduri, dihina secara verbal, dipermalukan oleh kaum yang memegang kitab suci, hingga akhirnya mati secara mengenaskan di kayu salib. Ketika mati pun, jenazahnya masih mendapatkan perlakuan buruk, ditikam di lambung-Nya.

Sejumlah hal dapat dicatat sebagai dampak dari demonstrasi Jumat Agung yang diawaki kaum teknokrat agama. Mereka menunggangkan ide mereka pada manusia kelas kuda, keledai atau sapi dan lembu yang dapat ditarik atau dihalau dengan tongkat dan cemeti. Ide dan wacana buruk menjadi santapan mereka yang berdampak buruk pada akhirnya. Hoax yang dimainkan teknokrat agama telah berhasil keluar sebagai pemenang. Lalu, mereka kembali ke liang persembunyian dengan berbaju agamis, bersandarkan pada ayat-ayat kitab suci, dan mengeluarkan fatwa-fatwa yang mengharuskan umat, dan belum tentu mengharuskan diri mereka.

Penutup

Jumat Agung 2022 ini memiliki makna berbeda dengan dua Jumat Agung sebelumnya (2020, 2021). Pada dua kali Jumat Agung yang lalu, pandemi covid-19 menjadi hantu menyeramkan yang membunuh dan membinasakan berjuta umat manusia. Kecemasan mencengkeram umat manusia sehingga harus “bersembunyi” dari pandemi covic-19 dengan melaksanakan protokol kesehatan yang di antaranya menjaga jarak sosial. Hubungan kekerabatan dan persahabatan tidak dapat dijauhkan dengan jarak. Bahwa dunia teknologi informasi dan komunikasi mendekatkan, tetapi pada satu titik ini, orang akhirnya berbuat sebaliknya, yakni, mereka yang dekat dijauhkan, mereka yang jauh didekatkan, mengapa? Karena yang di dekat dengan kita harus menjaga jarak fisik dan sosial, sementara yang berada di tempat yang jauh bayangan dan suara dapat dilihat melalui alat komunikasi.

Jumat Agung ini, adakah Anda akan “berdemonstrasi”?

Anda, kaum Kristen akan “mendemonstrasikan” keimanan yang kokoh pada Yesus Kristus dengan kebaktian/misa dengan dimensi peringatan Kematian/Wafat-Nya Yesus Kristus, atau mengikuti Pelayanan sakramen Perjamuan Kudus yang menghadirkan Roh Kristus dalam setiap pribadi. Demonstrasikan kepada dunia bukti keimananmu pada Yesus Kristus, Junjungan. Ia menebus dosa kita. Ia membebaskan kita, melepaskan kita agar kita ada dalam sukacita bersama-Nya sebagaimana yang dikatakan-Nya pada penjahat di sebelah-Nya, hari ini juga engkau akan ada bersama dengan Aku di dalam Firdaus. Siapakah yang tidak sudi ke Firdaus?

Roh Kristus yang hidup itu memberi makna pada pembaharuan kehidupan sesudah Jumat Agung 2022 ini untuk berefleksi agar menatap hari berikutnya tanpa kesuraman dan keburaman, tanpa demonstrasi kesia-siaan.


Penulis: Heronimus Bani

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *