Masuk DPO, Hak Willy Sonbay Sebagai Terpidana Semestinya Dibatasi

Ilustrasi

Kupang-InfoNTT.com,- Penyidik Polres Timor Tengah Utara (TTU) tidak boleh menjadikan keterangan Willy Sonbay, terpidana kasus korupsi yang saat itu masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sebagai alat butki dalam proses hukum kasus dugaan penganiayaan terhadap korban Margorius Bana. Demikian disampaikan Pengamat Hukum Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka, SH.,MH, ketika dikonfirmasi, Minggu (28/02/2021).

Menurut Feka, saksi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah orang yang melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri suatu peristiwa pidana. KUHAP tidak memuat secara detail tentang apakah seorang terpidana yang masuk dalam DPO bisa menjadi saksi atau tidak.

Bacaan Lainnya

Namun lanjutnya, tindakan Raymundus Sau Fernandes dan kuasa hukumnya yang mengajukan Willy Sonbay ke hadapan penyidik Polres TTU untuk diperiksa sebagai saksi meringankan adalah tidak sah secara hukum. Sebab hak-hak hukum Willy Sonbay sebagai terpidana yang masuk DPO sudah dibatasi.

Seharusnya, lanjut Feka, saat dihadapkan pada penyidik kepolisian untuk diperiksa sebagai saksi meringankan, Willy Sonbay harus ditangkap saat itu juga dan diserahkan ke aparat Kejaksaan Negeri (Kejari) TTU untuk dieksekusi. Sebab kasus hukum yang menjerat Willy Sonbay sudah mendapat putusan kasasi Mahkamah Agung RI yang inkrah. Sehingga, jika Raymundus Sau Fernandes, melalui kuasa hukumnya, ingin mengajukan Willy Sonbay sebagai saksi meringankan maka harus mengajukan izin terlebih dahulu ke Kejari TTU.

“Harusnya saat Willy Sonbay ini dihadapkan ke penyidik kepolisian, harusnya langsung ditangkap saat itu. Tidak dibiarkan berkeliaran lagi. Setelah ditangkap lalu diserahkan ke pihak Kejari TTU sebagai eksekutor. Dan jika Raymundus Sau Fernandes mau mengajukan Willy Sonbay sebagai saksi maka harus meminta izin ke kejaksaan”, jelasnya.

Ia mengatakan, kerangan Willy Sonbay itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Margorius Bana. Sebab hak-hak hukum Willy Sonbay sebagai terpidana yang masuk DPO telah dibatasi oleh hukum.

“Dengan demikian, secara mutatis mutandis, keterangan dia (Willy Sonbay) tidak bisa dijadikan sebagai saksi dan kesaksian dia itu tidak bisa dijadikan sebagai salah satu alat bukti”, ujarnya.

Menurutnya, jika dalam proses penyidikan, penyidik Polres TTU lupa atau atau tidak mengetahui bahwa Willy Sonbay ini adalah seorang terpidana yang masuk DPO maka hal tersebut merupakan fakta baru untuk membuka kembali penetapan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan penganiayaan terhadap Margorius Bana yang telah dikeluarkan oleh Polres TTU.

“SP3 itu bukan permanen. Sewaktu-waktu bisa dibuka kembali. SP3 bukan sebuah putusan yang inkrah”, pungkasnya.

Untuk diketahui, pada tanggal 7 Desember tahun 2020, terjadi kasus penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Raymundus Sau Fenandes terhadap Margorius Bana.

Kemudian, kasus dugaan penganiayaan itu dilaporkan Margorius Bana ke Polres TTU. Dalam proses penyidikan, terduga Raymundus Sau Fernandes yang adalah mantan Bupati TTU itu, mengajukan Willy Sonbay sebagai saksi meringankan ke Polres TTU. Padahal, Willy Sonbay adalah seorang buronan yang telah ditetapkan sebagai DPO oleh Kejari TTU dalam kasus korupsi. (*JurnalNTT.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *