Di Setiap Titik Waktu

Di Setiap Titik Waktu

 
 
Titik-titik waktu disinggahi makhluk insani.
Di sana ada ukiran berkisah dalam makna berdimensi.
Di sana rangkulan diberikan dan diterima dengan hati kembang-kembung, ada pula uluran tangan dan lepas tangan berwajah ganda.
 
Di sana ada kaki-kaki menjejak bumi yang beragam topografi,
baginya jejak menjadi wacana akan hilang dibalut lumpur kering atau bartahan dalam kekalutan legenda.
Di sana ada bibir-bibir berujar dalam ujaran yang menenangkan atau menegangkan. Kabar baginya adalah ketenangan dan kedamaian melanggengkan sukacita komunal, atau ketegangan dan permusuhan berangkai dan berantai tanpa rangkulan rekonsiliasi.
 
Alam pun rindu mencatatkan namanya di titik persinggahan waktu terjamah.
Erupsi gunung atau banjir dalam aneka varian menorehkan cerita pada zaman, lalu kaum berteriak kehilangan rupa.
Di sana alam menempatkan kearifan agar sesudah masa darurat insan berbalik pada derajat kemanusiaannya.
 
Virus tak kasat mata menggerayang dan menggerogoti, tak kalah hebat kisahnya.
Ia terus memaksa kaum extra sibuk dalam olah pikir, olah kata, olah rasa dan raga.
Lantas insan idola bagai tonic pada pengikutnya atau toxit yang akut pada sisi sebaliknya.
 
Setiap titik waktu menjadi saksi bisu suatu peristiwa.
Ia tak mengujarkan apapun, kecuali ia dapat mengantarkan insan memuat kembali jarum jam.
 
Kerinduan akan masa depan hanya dapat terjadi ketika tiap insan masuk pada titik waktu hari ini.
Insan tidak dapat menembus waktu untuk masuk lebih dahulu, walau ia peramal yang ramah.
 
 
So’e, 2 Desember 2020
Heronimus Bani

Pos terkait