Oleh mansurni abadi
Kupang-InfoNTT.com-, Sepertinya banyak cerita baik fiksi maupun non-fiksi yang bercerita, bagaimana seseorang berubah menjadi jahat (menurut nilai yang dianut masyarakat) yang sialnya justru (setidaknya bagi dirinya sendiri) itu adalah versi terbaik dari dirinya tersebut. Ia kemudian dapat secara optimal menggunakan potensi-potensi dalam dirinya sendiri tanpa perlu khawatir terhambat oleh nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
Berawal dari curhat-curhatan bersama beberapa aktivis kesehatan mental di Lampung di teras rumah .
Tentang Bagaimana masing-masing mereka bertukar cerita tentang hal-hal nggak enak yang diterimanya baik dari lingkungannya maupun dari orang-orang terdekatnya, yang kemudian resiliensi terbentuk dari pengalaman nggak enak tersebut dan memotivasi diri mereka untuk menjadi “lebih baik”.
“Kadang dibutuhkan patah hati, hancur dan lebur terlebih dahulu untuk lahir kembali menjadi seseorang yang lebih baik lagi.” Begitu kira-kira yang gua tangkap dari diskusi sore kami .
Kemudian sore itu juga terputarlah lagu Please, please, please, let me get what I want-nya The Smith. “Good time for a change. See, the luck I’ve had can make a good man turn bad.”
Lagu ini membuat gue teringat pada salah satu kasus. Seseorang yang sudah hancur-hancuran hidupnya kemudian menjadi seseorang yang sangat sukses, namun arogan, kejam, dan jahat kalo kata bawahan-bawahannya. Sebodo amat sama omongan dan cibiran orang. Yang penting dia sekarang sukses dan punya power (atau setidaknya kendali penuh) atas dirinya sendiri.
Ini mengingatkan gua juga pada salah satu tokoh fiktif dalam film Batman: The Killing Joke, film animasi yang diangkat berdasarkan graphic novel karya Alan Moore, Joker.
Kebanyakan orang (dalam masyarakat ) pastinya menganggap Joker adalah penjahat yang jadi musuh besar Batman. Tentunya, dengan nilai dan standar moral yang dianut masyarakat modern pada umumnya, sudah sangat wajar masyarakat akan memandang Joker hanya dari labelnya, yaitu penjahat, tanpa mau melihat sisi lain, apa sih yang bikin dia jadi begitu? Well, kita semua terbiasa menghakimi tanpa mau peduli latar belakangnya juga kan.
Joker tadinya adalah orang yang baik banget, tapi cupu. Tadinya ia kerja sebagai asisten lab kimia. Tapi karena dia punya passion untuk jadi stand up commedian, well, sebut aja badut lah ya, dia akhirnya berhenti jadi aslab.
Tapi sayangnya Niatnya menggeluti passion untuk menghibur malah jadi objek bullyan , dan ironisnya dia nggak dapet gaji, cuma dapet perih di hati . hal yang mungkin juga kita semua alami, saat mengambil risiko memasuki passion kita .
Terus karena penghasilannya yang nggak seberapa, sementara istrinya lagi hamil tua dan butuh uang untuk biaya persalinan, akhirnya dia nekad berkomplot sama perampok yang lagi tenar saat itu. Pas lagi meet up sama komplotan perampok tersebut, dia dapet kabar istri dan calon anaknya meninggal karena kecelakaan.
Sedih dong. Tapi karena dia udah sepakat sama si komplotan perampok ini, maka rencana buat merampok tetep dilaksanakan. Pas ngerampok, ketahuan Batman, terus kejar-kejaran. Si Joker ini jatuh ke dalam tangki berisi limbah kimia dan kebawa sampe ke pembuangan limbah akhir. Kulitnya jadi kayak albino karena kimia .
Makin sedih dong pastinya , Depressed juga pada akhirnya, dan kemudian berubah jadi orang yang jahat, yang mana itu adalah best version dari dirinya.
Latar belakang serupa juga diceritakan di trailer film Joker (2019) yang kini tengah viral . Intinya dia jadi korban masyarakat lah sampe dia memasukkan dirinya sendiri ke RSJ. Dampaknya, ia berusaha keluar dari masyarakat beserta nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
Joker percaya bahwa nilai-nilai hasil produk budaya tersebut, standar moral, dan aturan-aturan itu pada akhirnya cuma bikin manusia nggak jadi apa adanya. Tanpa adanya semua hal tersebut, toh manusia cuma binatang yang bakalan memangsa satu sama lain, terutama yang lemah sepeti dirinya.
Dia menjadi orang yang di satu sisi ingin menunjukkan kepada masyarakat wajah asli mereka, tapi di satu sisi malah jadi teror buat masyarakat. Hal yang sama menjadi dasar juga di film trilogi dark knight. Ra’s Al Ghul ingin menghancurkan kebobrokan masyarakat Gotham dengan menghancurkan peradabannya.
Semua adegan antagonist yang diperbuat Joker ini kemudian membuat gue mempertanyakan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat, mengenai benar salah, hitam putih, baik buruk. Seperti apa sih wajah masyarakat kita yang sebenarnya? Dan para antagonist ini mempunyai masa lalu yang nggak enak dari masyarakat , yang bikin mereka kemudian jadi powerful, luar biasa, meski dalam bentuk yang paling dibenci masyarakat itu sendiri, yaitu menjadi monster.
Hal ini kemudian menyadarkan gue beberapa hal, salah satunya adalah, masyarakat secara sadar melakukan perilaku yang membuat seseorang menjadi monster (menciptakan monster), yang pada saat monster ini lahir, masyarakat kemudian membencinya tanpa melihat ke diri mereka sendiri apakah mereka ikut andil dalam menciptakan monster tersebut. (*)