Presiden Joko Widodo, Siswa, Buku dan Minat Baca

Presiden Joko Widodo, Siswa, Buku dan Minat Baca

Pengantar

Buku adalah jendela dunia, membaca adalah jalan masuknya. Kalimat indah ini akan menjadi sekedar slogan bila menyimak dan termangu-mangu akan keindahan ramuan kata dan kalimat itu. Para orang tua di rumah mengharapkan anak-anaknya yang dititipkan di sekolah-sekolah formal (khususnya SD/MI) mempunyai ketrampilan dasar: baca, tulis, hitung (3R). Lantas dengan ketrampilan dasar itu mereka akan memperluas cakrawala pengetahuan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setinggi mungkin dalam batas kemampuan siswa dan mahasiswa itu sendiri.

Ketika Ir. Joko Widodo menjadi Presiden, ada satu tradisi baru yang dibawanya (setidaknya menurut pandangan saya), bahwa sang presiden suka memberi hadiah kepada anak-anak sekolah (siswa). Di antara hadiah yang diberikan itu antara lain: sepeda dan buku. Buku-buku yang dihadiahkan sang presiden adalah buku-buku cerita sebagaimana postingan pada twiternya yang dikutip kompas.com (19/02/17). Rasanya tidak perlu belajar susah-susah untuk mengetahui pesan dari tradisi baru sang presiden yang suka berbagi hadiah buku ini. Pesan itu adalah, mari membaca, membaca dan membaca. Dengan membaca kamu, anak-anak Indonesia akan memiliki sejumlah pengetahuan, membangkitkan inspirasi, mengembangkan ketrampilan dan memberi ide baru yang menyegarkan untuk menulis.

Buku, Minat Baca Siswa dan Guru SD di Pedesaan (Timor)

Mencermati pengalaman menjadi guru SD di daerah terpencil sepanjang waktu berjalan, minat baca siswa SD di sekolah-sekolah pedesaan rasanya berbeda dengan mereka yang berada di perkotaan. Pada akhir abad ke XX perpustakaan di SD-SD pedesaan belum terbangun. Buku-buku yang tersedia baru ada di meja para guru, itupun buku-buku pegangan guru dan beberapa eksemplar untuk siswa sesuai jumlah mata pelajaran. Buku-buku pelajaran yang diprioritaskan biasanya 5 mata pelajaran pokok. Kelima MP pokok itu adalah: PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS. Buku-buku referensi untuk para guru pun belum nampak.

Bacaan Lainnya

Memasuki abad ke XXI, perpustakaan untuk SD-SD mulai mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya pemerintah pusat melalui pemerintah daerah provinsi. Bangunan perpustakaan dibangun dengan anggaran yang cukup sekaligus dengan isinya berupa mebel dan buku-buku bacaan dalam jumlah yang dianggap memadai untuk kebutuhan membaca para siswa dan guru. SEbagai pemisalah di tempat saya bertugas. Jumlah judul 200 buku pada tahun 2008 ketika perpustakaan dibangun. Selanjutnya tidak diisi. Rak-rak buku menjadi kosong karena buku-buku yang dibaca oleh para siswa dipinjam kemudian tidak dikembalikan, baik oleh siswa apalagi guru.

Pertanyaannya, apakah para siswa SD di pedesan tidak mempunyai minat baca? Jawabannya, mereka mempunyai minat baca, bahkan cukup tinggi minat baca itu. (catatan: dalam dua bulan terakhir ini saya sedang melakukan pengamatan minat baca dan peningkatan ketrampilan membaca dengan melihat intensitas kunjungan siswa ke perpustakaan).

Perpustakaan di sekolah-sekolah dasar pedesaan (di pedalaman Timor) walaupun belum maksimal dalam hal managemennya, termasuk pustakawan yang tidak dimiliki oleh sekolah, namun mereka mulai menggeliatkan upaya untuk meningkatkan ketrampilan membaca dan minat baca siswa dan guru. Semakin besar minat baca siswa, semakin banyak buku yang dibaca. Dengan begitu sejumlah pengetahuan akan dimiliki, yang berdampak pula pada ketrampialan berbicara karena perbendaharaan kosa kata yang dimiliki siswa.

Dewasa ini, membaca buku sudah menjadi kebutuhan pada siswa di pedesaan. Pada siswa tertentu (jumlah terbatas) yang secara ekonomi mampu membeli smartphone, maka membacanya makin intens. Walaupun demikian, sebagai guru, (saya dan para rekan guru lainnya) tetap menyarankan agar tetap membaca buku yang telah disediakan di perpustakaan.

Melihat minat baca yang sedang naik dari para siswa (dan saya menduga ada efek dari pemberian hadiah berupa buku oleh Presiden Ir. Joko Widodo), maka selanjutnya anggaran Biaya Operasional Sekolah yang dikucurkan langsung ke rekening sekolah, mulai tahun 2017 ini sudah memperoleh porsi yang cukup besar untuk pengadaan buku agar memenuhi rak-rak dan lemari di perpustakaan. Jika kebijakan ini berlangsung selama 5 tahun saja, maka perpustakaan di sekolah-sekolah dasar akan penuh dengan buku-buku dalam berbagai jenis dan judul.

Penutup

Meningkatkan minat baca dimulai dari mengasah ketrampilan membaca. Sekolah-sekolah Dasar sebagai penanam tiga ketrampilan dasar, patut bekerja keras agar out putnya benar-benar memiliki tiga ketrampilan dasar itu. Maka, marilah untuk membelajarkan MP Bahasa Indonesia dengan memperhatikan aspek: membaca, menulis, menyimak, berbicara dan apresiasi sastra. Empat aspek ini bila optimal diprosesbelajarkan dan dimiliki anak (siswa), maka kiranya harapan untuk mendapatkan hal-hal itu sebagai ketrampilan akan terbit.

Atuis: Heronimus Bani

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *