Pospera TTS Mengadukan Oknum Penyidik Kejari ke Komisi Kejaksaan RI

Pospera TTS ketika berada di depan gedung Komisi Kejaksaan RI, Selasa (8/8/2017)
Pospera TTS ketika berada di depan gedung Komisi Kejaksaan RI, Selasa (8/8/2017)

Jakarta-infontt.com,- Drs. Salmun Tabun, M.Si, terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpangan dana konsumsi pada acara pelantikan Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Timor Tengah Selatan periode 2014-2019, memberi kuasa kepada DPC Posko Perjuangan Rakyat Kabupaten TTS untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh pihak Jaksa Penyidik di Kejakasaan Negeri TTS ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, karena diduga dengan sengaja telah menghilangkan satu barang bukti saat menyerahkan berkas kepada lembaga auditor terkait kasus tersebut.

Tindakan penghilangan barang bukti oleh Kasie Intel atau anggota penyidik kejaksaan negeri Soe atas nama Nelson Tahik, S.H dan ketua tim penyidik kejaksaan, Douglas Oscar Riwu telah diadukan ke Komisi Kejaksaan serta Kejaksaan Agung Muda Bidang Pengawasan.

Bacaan Lainnya

Hal ini diakui oleh Mardon Nenohai, Ketua DPC Pospera TTS,  bahwa dirinya bersama dengan Fredik Kase, Sekertaris DPC Pospera TTS telah mengadukan terlapor ke Komisi Kejaksaan RI, Selasa (8/8/2017) atas tindakan menghilangkan barang bukti dalam kepentingan penyidikan oleh BPK RI dalam hal ini BPKP NTT.

“Tindakan terlapor tersebut kemudian mengakibatkan saudara Salmun Tabun harus ditahan di rutan kelas II B NTT selama 4 bulan dan saat ini sedang menghadapi proses persidangan dikarenakan keteledoran oknum kejaksaan,” ujar Mardon kepada media ini melalui akun WhatsApp pribadinya, Rabu (9/8/2017).

Menurut Mardon, pada tanggal 18 Juli 2017 berdasarkan fakta persidangan terungkap oleh saksi ahli BPK yang menyatakan tidak adanya bukti pengadaan snack pada acara pelantikan bupati dan wabup TTS pada tahun 2014 lalu dijadikan dasar oleh BPK RI untuk menetapkan jumlah kerugian negara pada perkara yg sedang dihadapi oleh terdakwa Salmun Tabun.

Ketua Pospera TTS ini menegaskan, bahwa Pospera mengecam tindakan oknum penyidik dalam hal ini Nelson Tahik dan Douglas Oscar Riwu yang dengan sengaja menghilangkan salah satu barang bukti yang harusnya diserahkan kepada BPK RI. Ia juga menyayangkan tindakan oknum ini, dimana kejadian ini benar-benar mencoreng wajah proses penegakan hukum oleh institusi Kejaksaan.

“Bagi kami tindakan teledor oknum akhirnya makin mempertegas dugaan adanya mafia penegakan hukum dalam sebuah lembaga yang sangat terhormat itu. Akibat dari perbuatan oknum tersebut di atas tidak saja merugikan terdakwa sebagai pejabat daerah tetapi juga mempermalukan institusi yang menangani perkara tersebut,” jelasnya.

Oleh karena itu, Mardon mengakui jika Pospera yang adalah sebuah ormas pengusung Jokowi-JK dalam semangat Revolusi Mental yang diusung oleh Jokowi-JK mengecam keras perilaku buruk yang dilakukan oleh saudara NT dan DOR selaku aparat negara yang harusnya memberikan contoh proses penegakan hukum yg benar kepada masyarakat.

“Pospera sebagai lembaga melihat kasus ini sebagai sebuah persoalan serius karena apabila pejabat daerah saja bisa terseret kasus yang diduga kuat ada kriminalisasi, apalagi masyarakat di kampung-kampung yang notabenenya sebagian besar tidak memiliki suatu pemahaman hukum yang baik,” kata Mardon.

Menurutnya, Tindakan jaksa penyidik, saudara Nelson Tahik yang tidak menyerahkan salah satu barang bukti berupa nota pembayaran dari pihak bendahara pengeluaran di bagian Setda tentu saja merugikan saudara Salmun Tabun dan sekaligus menunjukkan adanya kejahatan dengan menggunakan wewenang atau jabatan.

Selain itu Pospera juga menyayangkan sikap jaksa penyidik yang karena kelalaiannya menyebabkan dua lembaga terhormat di negara ini dipermalukan. “Sangat berani tindakan yang dilakukan oleh oknum kejaksaan, karena bagi kami persoalan ini terdapat unsur penipuan terhadap BPK RI sebagai lembaga auditor,”ungkapnya.

Sekretaris DPC Pospera TTS, Fredik Kase, S.Pd juga menyayangkan tindakan auditor BPK RI perwakilan NTT yang tidak melakukan audit atau pemeriksaan langsung kepada Obrik tetapi malah melakukan audit terhadap beberapa saksi yang keterlibatannya dalam kegiatan tersebut tidak bertanggung jawab langsung.

“Auditor juga tidak pernah mengaudit Pengguna Anggaran dalam hal ini Sekretaris Daerah TTS (terdakwa) dan Ketua seksi Konsumsi.  Hasil audit hanya bersumber dari BAP Kejaksaan dan bukti-bukti dari penyidik,”ujar Fredik.

Ditambahkan Fredik, dalam persidangan tanggal 18 Agustus 2017, saksi ahli yaitu auditor BPK, Darmawan menyatakan ada kerugian negara karena tidak ada bukti pengadaan snack. Padahal jaksa sendiri telah memeriksa pihak ketiga penyedia snack (pemilik Toko Mutiara) sebanyak Lima kali.  Dan ternyata dalam persidangan saksi meringankan tanggal 27 Juli 2017 Bendahara Pengeluaran, Robert Selan mengaku menerima uang dari ketua darma wanita sebanyak Rp. 43. 780.000 untuk membayar snack di Toko Mutiara.

Fredik melanjutkan, saksi lainnya Kasubag Tata Usaha dan Keuangan saudara Misraim Fallo dalam keterangannya mengaku dia sendiri yang mengambil snack bersama Pak Okran dan langsung dibagikan kepada undangan di sekitar Kantor Bupati dan kantor Puspenmas.

“Bukti pembelian snack sudah disita oleh kejaksaan pada tanggal 30 Mei 2016 dalam hal ini Jaksa Nelson Tahik,SH yang menandatangani tanda terima kwitansi snack dari Robert Selan. Berdasarkan kwitansi tersebut sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap penyedia snack yaitu pemilik Toko Mutiara sebanyak 5 kali. Namun berita acara pemeriksaan tersebut tidak dilampirkan dalam dakwaan dan berkas perkara dari kejaksaan,” jelas Fredik.

Pospera TTS juga menjelaskan, bahwa saat dikonfirmasi oleh media lokal kajari TTS menyangkal adanya kwitansi snack tersebut. Lalu mengapa pemilik toko mutiara diperiksa sampai Lima kali? Dan yang mengangkut snack diperiksa Delapan kali? Dengan demikian jaksa diduga dengan sengaja menghilangkan barang bukti tersebut.

“Pada persidangan pemeriksaan terdakwa tanggal 4 Agustus 2017, pertanyaan jaksa penuntut tidak fokus pada letak kerugian negara yaitu perkara makan dan minum namun menyinggung pemeliharaan dan pembangunan di rumah dinas Sekda TTS, seperti pembangunan bak penampung air, dapur, teras, garasi,” ujar Fredik Kase.

Fredik juga menceritakan, dimana terdakwa Salmun Tabun menyatakan perasaannya dalam persidangan tersebut bahwa dirinya merasa dikriminalisasi. Apabila dalam pemeriksaan BPK, kwitansi pembelian snack tersebut disertakan maka tidak akan ada kerugian negara. Akibat dari tindakan penghilangan barang bukti tersebut, Salmun Tabun sudah ditahan selama 4 bulan dan terjadi pembunuhan karakter yang luar biasa baginya dan keluarga. Sumber (*Mardon N)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *