Res Judicata Pro Veritate Habetur, Pembayaran Ganti Rugi Tanah Oehandi Segera Diajukan

Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H, selaku kuasa hukum dari Penggugat Drs. Leonard Haning, M.M.

Kupang-InfoNTT.com,- Putusan Pengadilan Negeri Rote Ndao : 46/Pdt.G/2021/PN RND tanggal 21 Februari 2022 akhirnya berkekuatan hukum tetap, sebab Bupati Rote Ndao, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Rote Ndao dan Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah Skala Kecil pada lokasi bangunan pemerintah berupa kantor camat, puskesmas dan Balai Pertemuan Umum Kecamatan Rote Barat Daya di Kabupaten Rote Ndao Tahun Anggaran 2019 sebagai para tergugat tidak mengajukan upaya hukum banding atas putusan tersebut.

Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H, selaku kuasa hukum dari Penggugat (Drs. Leonard Haning, M.M) ketika dihubungi media ini via sambungan telepon menyatakan, sesuai dengan pemberitahuan pada e-court Pengadilan, batas waktu pengajuan banding terhadap putusan tersebut adalah tanggal 14 Maret 2021. Batas waktu pengajuan banding tersebut dihitung sejak para pihak mendapatkan pemberitahuan atas putusan Pengadilan Negeri Rote Ndao : 46/Pdt.G/2021/PN RND tanggal 21 Februari 2022.

Bacaan Lainnya

“Sampai dengan batas waktu tersebut, kami maupun para tergugat tidak mengajukan banding, sehingga putusan Pengadilan Negeri Rote Ndao yang mewajibkan para tergugat untuk membayar ganti rugi lahan milik Pak Lens Haning di Desa Oehandi, Kabupaten Rote Ndao sebesar Rp.2.400.000.000,- (dua miliar empat ratus juta rupiah) telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Rian.

Ditanya tentang langkah selanjutnya, apakah sebagai pihak yang menang dalam perkara itu akan mengajukan eksekusi, dirinya menyatakan, bahwa pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, putusan pengadilan itu dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah, dalam hal ini Bupati Rote Ndao dan kawan-kawan. Kedua, dilakukan tindakan eksekusi atas putusan itu jika Bupati Rote Ndao dan kawan-kawan tidak mau melaksanakan putusan itu secara sukarela.

Rian menambahkan, pelaksanaan putusan secara sukarela oleh Bupati Rote Ndao dan kawan-kawan harus dilakukan saat putusan berkekuatan hukum tetap, yaitu pada tanggal 15 Maret 2022, tetapi sampai dengan saat ini tidak kunjung dilakukan pembayaran sejumlah Rp.2.400.000.000,- (dua miliar empat ratus juta rupiah) oleh Bupati kepada Lens Haning.

“Saya akan segera berkordinasi dengan beliau (Lens Haning) untuk mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Rote Ndao,” ungkap pengacara yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha Wacana ini.

Namun dirinya juga mengingatkan, bahwa dalam permohonan eksekusi tersebut pihaknya tidak dapat mengajukan permohonan sita eksekusi apabila setelah diberikan peringatan sebanyak 3 kali oleh Pengadilan kepada Bupati Rote Ndao dan kawan-kawan, jika tetap tidak melakukan pembayaran ganti rugi kepada kliennya.

“Sebab banyak pihak yang menelepon saya dan bertanya apakah akan dilakukan penyitaan terhadap asset milik Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, misalkan Kantor Bupati dan sebagainya jika Bupati dan kawan-kawan tidak melakukan pembayaran ganti rugi tanah Pak Lens di Oehandi ?,” ujar Rian menirukan pertanyaan masyarakat.

Dalam kesempatan ini dirinya ingin menjelaskan, bahwa karena aset Pemerintah Kabupaten Rote Ndao merupakan barang milik negara/daerah, maka dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah ditegaskan bahwa “Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap: a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah; c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah; e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan”.

“Selain itu sepengetahuan saya, sudah ada juga Surat Edaran Mahkamah Agung yang menegaskan Pengadilan tidak dapat melakukan sita terhadap barang milik negara/daerah. Namun, demikian kami sebagai pemohon eksekusi nantinya, akan tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada di Pengadilan sebagai lembaga yang berwenang melakukan eksekusi terhadap putusan perkara perdata yang berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.

Rian menegaskan, suka maupun tidak suka, terhadap putusan Pengadilan Negeri Rote Ndao : 46/Pdt.G/2021/PN RND tanggal 21 Februari 2022 yang memenangkan kliennya berlaku asas atau prinsip Res Judicata Pro Veritate Habetur, artinya putusan Pengadilan Negeri Rote Ndao itu harus dianggap benar.

“Kalau suatu putusan dianggap benar, maka tidak ada pilihan lain untuk dilaksanakan, baik itu secara sukarela maupun lewat upaya paksa berupa eksekusi oleh Pengadilan,” tandasnya. (***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *