Puisi Karya Heronimus Bani: Angin, Pohon dan Embun

Angin, Pohon dan Embun

Angin…

Bacaan Lainnya

Kulihat kau berhembus mendatangiku.
Aku berdiri di sini dalam diamku.
Aku tersenyum ketika kau menghembusiku.
Wajahku dan seluruh ragaku bergetar.
Getaran itu menyeruak dari kedalaman batinku.
Berhubung kau menggerangi pori-poriku.
Hingga aku terpingkal dan terjungkal.

Angin…
Bukan saja pori-poriku yang kau garuk bertanda.
Kau pun menusuk-nusuk lubang duburku.
Kukentutkan angin busukku agar kau betah bersamaku.
Kau pun menyelinap di antara bulu lubang hidungku.
Kusaringkan sampahmu di sana dan kubuang kutilku.
Aku membuang sampahmu sejauh-jauhnya.

Angin…
Suatu ketika kau membawa aroma dari bangunan berwarna-warni.
Kutanyakan, gerangan apa kau menyinggahi mereka?
Kau beri jawab, tentang karyamu memberi keindahan.
Lalu kau dipuja-puja atas bantuanmu mengeringkan warna.
Padahal kau bawa aroma ini berkeliling arena sekitar.
Dan kau tebarkan sampah di bulu hidungku, dan pori-poriku.
Daki aku dapatkan hingga harus kusikat dengan sikat besi.
Busukmu tiada berterima kasih ketika kau kitari aku.

Aku. Pohon.
Pohon yang ditanam sosok bersahaja bervisi junjungan negeri dan bangsa.
Aku hendak mengakar dalam, baik akar tunggangku maupun serabutku.
Aku hendak berdaun lebat, berbunga dan berbuah.
Aku pernah berbunga lebat dan buah pun agak sarat.

Ketika kau,
Angin…
Kau datang menghembusiku dan mengitariku.
Kau menari bagai ayam jantan meminang betina.
Senyuman kemunafikan kau tebarkan di kitaranku.
Suara kerongkonganmu bagai biduan merdu lagunya.
Aku biarkan kau memetik bunga dan buahku.
Kau nikmati bersama taufan pengantar kekeringan
Kau semai di rumah peneduh kecemasan baru.
Lalu aku berpikir,
Mungkin angin hendak menebar embun.
Karena aku tahu kau membawa embun dalam hembusanmu.
Sayangnya, kau justru pergi dan merembeskan embunmu di tetangga.
Kau lacurkan diri dengan bunga dan buah yang kau petik dariku.

Embun…
Mengapa kau diam saja?
Bukankah kau dan angin pernah membuatku terlena?
Bukankah kau dan angin bagai perangko dan amplop?
Bukankah kau pembawa kesejukan ketika angin berhembus kering?
Sadarkah kau bahwa pohon yang ditanam si sosok itu tak ‘kan tumbang,
walau kau meninggalkan angin dalam kesendirian hembusannya?

Embun…
Rupanya kau hendak berbaik padaku.
Kau datang menghampiri untuk meneteskan satu titik embun.
Kau menghatur pemberian dan menghunjuk permintaan.
Lalu pergi mengalirderaskan dirimu di kaki sang dian yang sedang hangat.

Aku, Pohon.
Akan berdiri disini.
Akan terus berdiri di sini dengan akar tunggangku yang semakin ke dalam.
Kusebarkan akar serabutku memegang tebing.
Mereka akan menetesi batu-batu cadar hingga emaspun kami gapai.

Pada waktu itu,
Kamu, angin dan embun, pecundang dalam gaya berbedak warna krem tebal.
Kamu akan bersimbah malu pada sosok utama yang membenamkan benihku.
Lalu, kamu akan berdiri di kejauhan saja membelakangi aku.

Aku, pohon.
Sosok pembenam benih menamaiku.
Namaku INFO NTT.

By : Heronimus Bani 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *