Kejari TTS Segera Terbitkan SKP2 Berdasarkan Restoratif Justice Kasus di Desa Kesetnana

Soe-InfoNTT.com,- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr. Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perkara tindak pidana atas nama tersangka Adrinus Thius alias Adi pada Selasa 02 Agustus 2022 secara virtual.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri TTS, I Putu Eri Setiwan, SH kepada wartawan (02/8) mengatakan, bahwa berdasarkan keadilan restoratif maka perkara tindak pidana atas nama tersangka Adrinus Thius yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Bacaan Lainnya

Kronologis Kejadian

Awalnya pada hari Jumat tanggal 31 Juli 2020 sekitar pukul 19.00 Wita, anak korban Irwan Alejandro Sipa bersama-sama dengan anak Samuel Charly Boineno dan saksi Kelvin Melanton Tusi pergi melayat ke kediaman Angel Missa yang beralamat di Matani Desa Kesetnana, Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten TTS.

Sesampai di rumah duka, anak korban dan teman-temannya duduk sambil minum kopi. Kemudian sekitar pukul 19.30 Wita usai minum kopi, anak korban memanggil seorang perempuan yang sedang melayani minuman bermaksud untuk mengembalikan gelas, namun perempuan tersebut tidak mendengar panggilan anak korban dan tetap berjalan.

Tersangka Adrianus Thius alias Adi yang merasa anak korban sudah bersikap tidak sopan, langsung mendekati anak korban dari arah depan dengan posisi saling berhadapan berjarak sekitar 1 meter
sambil mengatakan: ”Ini saya punya adik nona, jadi jangan ganggu”, akan tetapi anak korban menjawab bahwa dirinya tidak mengganggu, hanya ingin mengembalikan gelas.

Mendengar jawaban anak korban, tersangka menjadi emosi dan langsung menampar pipi
kiri anak korban dengan tangan kanan terbuka sebanyak 1 kali, kemudian tersangka menendang anak korban dengan menggunakan kaki kanan sebanyak 1 kali mengenai paha kiri anak korban hingga anak korban terjatuh.

Setelah itu, tersangka memukul ke arah wajah anak korban dengan menggunakan kepalan tangan kanan mengenai bagian bawah mata kiri anak korban. Akhirnya anak korban dan teman-
temannya langsung pulang dan anak korban memberitahukan kejadian tersebut kepada
bapaknya.

Bahwa pada saat kejadian, anak korban berusia 15 tahun sebagaimana Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 5362/IST/6-17/WNI/CS.TTS/2011 tanggal 15 Desember 2012, yang ditandatangani oleh Drs. Frits S. D. Nenobais, SH selaku Kepala Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten TTS, yang pada pokoknya menerangkan bahwa Irvan Alehandro Sipa lahir di Tunua tanggal 01 November 2005.

Bahwa akibat perbuatan tersangka, anak korban Irvan Alehandro Sipa mengalami bengkak dan lecet dibawah kelopak mata kiri, nyeri saat disentuh dan kemerahan di sudut bola mata kiri akibat kekerasan tumpul sebagaimana hasil Visum Et Repertum Nomor: RSUD.35.04.01/166/2020 tanggal 01 Agustus 2020, yang dibuat dan ditandatangani berdasarkan kekuatan sumpah jabatan oleh dr. Juan Manu, dokter pemerintah pada RSUD Soe.

Melanggar Pasal 80 ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Subsidair Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Adapun syarat pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restorative Justice terhadap perkara atas nama tersangka Adrianus Thius Alias Adi diberikan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, telah ada perdamaian antara tersangka dengan anak korban yang melibatkan orangtua anak korban, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Timor Tengah Selatan akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan keadilan Restorative Justice sebagai wujud dari kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Laporan: Welem Leba

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *