Kapan Berakhir Pergumulan Kekeringan di Jemaat Bokhim Noenaak?

Foto bersama usai kebaktian Minggu pagi
Foto bersama usai kebaktian Minggu pagi

Amarasi Timur-InfoNTT.com,- Kekeringan seakan bukan satu situasi baru di Amarasi Timur. Setiap tahun antara bulan September sampai Nopember selalu saja situasi ini datang kembali. Usaha dan kerja keras untuk “melawan” kodrat alam telah dan akan terus dilakukan oleh masyarakat dan umat di Amarasi Timur.

Yang mengalami ini adalah Desa Oebesi, Rabeka, Pakubaun dan Enoraen. Empat desa yang selalu bergumul dengan kekeringan ini, di samping tanah longsor atau kebanjiran di Bimosu desa Oebesi yang selalu terjadi. Masyarakat Bimosu sebahagian di antaranya telah direlokasi masih di sekitar Bimosu. Selamatlah mereka dari terpaan banjir. Namun, situasi kekeringan, mana mungkin keluar dari sana.

Bacaan Lainnya

Apakah masyarakat dan umat berdiam diri pada situasi ini? Tentu saja tidak! Ada kearifan pada mereka, sebagaiman a terlihat di Jemaat Bokhim Noenaak (Noenaka). Di sana sudah ada embung. Ada program perpipaan air bersih sampai di dalam kampung Noenaak. Air tertampung di embung pada musim penghujan. Jumlah air yang tertampung segera menjadi kering setelah musim penghujan berhenti. Keringlah pula pipa-pipanya.

Maka, jalan keluar yang ditempuh adalah. Mereka yang hidup terasa “lebih” membeli bak tampungan (fiberglass). Mereka memesan air bersih pada pemilik truk tanki air bersih. Air bersih itu dijual. Setiap orang dapat membeli satu jerigen 20 liter seharga Rp2.500 – Rp3.000. Inilah solusi yang terjadi. Tetapi, berapa banyak kepala keluarga yang mempunyai uang untuk membeli air setiap hari minimal 1 jerigen? Lalu mereka melakukan apa yang disebut mete air.

Sumber air yang hanya satu-satunya didatangi oleh mereka yang kurang mampu membeli. Mereka harus berjaga-jaga sampai pagi untuk mendapatkan air bersih. Malam untuk tidur menjadi malam untuk berjaga-jaga. Siang untuk bekerja tetaplah untuk bekerja. Di antara waktu bekerja, mereka harus menyisihkan minimal 1 jam untuk tidur agar malamnya berjaga-jaga.

Adakah solusi lain?

“Mereka butuh pancing!” demikian Pdt. Marcos Nabubois, S.Th, Ketua MJ Wilayah Noemathonis Noenaak.

“Apa maksudnya?” tanya Info NTT.

“Mereka harus diberi mata pancing untuk memancing sendiri ikannya. Mereka jangan diberi ikan. Jika mereka diberi ikan, mereka akan makan hingga habis. Tetapi, bila ada pancingnya, mereka akan terus memancing. Artinya, jika air menjadi kebutuhan mereka, sementara sumber air hanya satu-satunya dan selalu menjadi sumber masalah. Sebaiknya mereka diberi tampungan. Sumber air yang jauh akan didekatkan dengan angkutan. Mereka mampu membeli air di tanki. Mereka akan patungan untuk maksud itu. Itulah maksud saya.”
Terima kasih pak. (*Heronimus Bani)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *