LATAR KISAH
Bulan Juli 2014 saya berada di Darwin-Australia Utara dalam rangka final check Perjanjian Baru (PB), Kitab Kejadian, Konkordans, Kamus Mini. Semua produk ini dikerjakan dalam bahasa Amarasi (Uab Amarasi). Saya tidak sendirian. Dalam tim kami yang mengerjakan terjemahan, (puji Tuhan) saya menjadi coordinator tim. Seorang anggota tim turut serta. Di sana kami melakukan checking pada seluruh teks dalam terjemahan yang alat kontrolnya adalah teks asli PB berbahasa Yunani. Kami dibimbing oleh para ahli. Sampai di sini, kisah singkat adanya Perjanjian Baru + Kejadian dalam Uab Amarasi. Telah terbit pada tahun 2015.
Kembali ke kisah latar belakang mengurus perkawinan menurut hukum adat perkawinan Amarasi Raya. Di sela-sela kesibukan kami bekerja bersama ahli terjemahan, kami melakukan refreshing ke kebun binatang. Ketika itu, tim tidak sendirian, tetapi ditemani pula orang-orang yang tidak masuk dalam tim penerjemah. Salah seorang pemuda bernama Ucu, ikut serta, serta sepasang kekasih yang lain. Jumlah kami 6 orang. Sepasang kekasih yang lain itu, menjadi perhatian saya, oleh karena mereka masih muda belia, walau mereka sudah dianggap pantas untuk “berteman” apalagi jarak pertemanan mereka sangat jauh, karena antarbenua: Australia – Amerika. Tapi, mereka sangat sering saling berkunjung. Pada saat refreshing itulah saya menggoda pemuda bernama Ucu yang sudah cukup umur, tetapi belum mempunyai teman. Rupanya ia tergoda.
Godaan-godaan yang saya berikan berupa cerita-cerita lucu yang mengantar pikir kepada bagaimana menjadi satu pasangan yang ideal dan pengurusannya. Kebetulan sang pemuda Ucu mempunyai gambar tato di lengannya. Gambar tato itu berasal dari Amarasi. Gambar itu diambil dari motif kain Amarasi. Saya yang mengizinkanya. Pada beberapa tahun sebelum tahun 2014, si pemuda Ucu pernah bertandang ke rumah saya di Nekmese’-Amarasi Selatan. Ketika itu, ia melihat gambar motif (kaif). Ia menyukainya, dan meminta izin agar dapat menempatkannya di tubuh sebagai tato.
Di sinilah awal mula jalan berpikir sang pemuda. Kelak kalau dia mau berkeluarga, ia akan memilih cara menikah menurut hukum adat perkawinan di Amarasi Raya. Ia memendam ide dan perasaan ini sangat lama. Sampai tahun 2014 saya ke Darwin dan bertemu dengannya dan menginap di rumahnya. Ia tidak bercerita sedikitpun tentang ide ini.
Pekerjaan tim berakhir. Awal Agustus 2014 saya pulang ke Timor via Denpasar. Mei 2015, si pemuda Ucu hadir dalam peluncuran PB+Kejadian Uab Amarasi. Di Soba Amarasi Barat, ia mendapat peran dalam liturgy kebaktian. Hal yang sama terjadi di Koro’oto Amarasi Timur. Sesudah peluncuran, ia dan keluarganya beserta rombongan yang datang dari luar negeri kembali ke negerinya masing-masing.
Nopember 2015, saya didatangi sepasang Profesor (suami-isteri). Prof. Dr. Ch. E. Grimes, Ph.D dan Prof. Dr. Barbara Dix Grimes, Ph.D. Mereka membawa kabar dari Ucu. Ia ingin menikah menurut hukum adat perkawinan Amarasi Raya, dengan permintaan agar yang menjadi mafefa’ (jubir, orang tua adat) adalah saya. (mungkin perlu disambung nanti)