Ketika Darius Beda Daton Mengenang Sang Inspirator Almarhum Munir Thalib

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT, Darius Beda Daton.

Kupang-InfoNTT.com,- Nama lengkapnya Munir Said Thalib. Ia kerap disapa Cak Munir. Perawakannya kurus tinggi. Kulit putih, hidung mancung. Rambutnya sedikit pirang dan berkumis.

“Saya beruntung bisa mengenalnya walau cuma sebentar. Perjumpaan dengannya sekitar tahun 2001. Saat itu saya aktif di LSM Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) di Kupang,” tulis Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT di laman Facebooknya, Senin 8 September 2025.

Bacaan Lainnya

Darius Beda Daton menceritakan bahwa Cak Munir kala itu adalah Direktur LSM Imparsial dan beberapa kali mampir di kantor PIAR di Jalan W.J. Lalamentik. Darius beberapa kali mengikuti ceramahnya tentang HAM dan Demokrasi. Bicaranya sistematis dan selalu membeberkan data. Tanpa teks tapi kata-katanya mengalir teratur.

Sebagai aktivis muda, Darius Beda Daton mendengar ceramahnya tanpa banyak bertanya. Kagum, sungkan dan tidak berani bertanya. Lebih banyak mendengar dan mencatat pesan-pesannya.

“Satu pesan yang tidak pernah saya lupa dari Cak Munir adalah jangan pernah merasa takut. Sebab perasaan yang paling ditakuti adalah rasa takut itu sendiri. Saya selalu ingat pesan ini ketika hendak naik pesawat, karena saya memang takut naik pesawat,” tulis Darius mengingat kembali pesan Almarhum Munir.

Satu tahun kemudian, sekitar tahun 2002, Darius kembali bertemu dengan Almarhum Munir Thalib di Jakarta. Saat itu mengikuti pendidikan Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) di LBH Jakarta. Cak Munir adalah salah satu pengajar dalam pendidikan itu bersama Adnan Buyung Nasution, Luhut Pangaribuan, Jhonson Panjaitan, Ifdal Kasim, dan para dedengkot YLBHI dan LBH Jakarta seperti Patra M. Zen, Taufik Basari/Tobas, ulli Parulian, dan lain-lain.

Sesudah pendidikan Kalabahu, seingat Darius, Cak Munir jatuh sakit dan diopname di Rumah Sakit Carolus Jakarta. Ia berkesempatan menjenguknya di Rumah Sakit. Saat itu cak Munir ditemani Al Araf, seorang aktivis muda Imparsial. Kini Al Araf adalah pengamat militer ternama di Indonesia.

Meski tubuhnya dipasangi banyak selang obat, Cak Munir tetap semangat dan sempat bertanya bagaimana khabar kawan-kawan di Kupang. Setelah pertemuan di RS Carolus itu, Darius tidak pernah bertemu Cak Munir lagi, hingga kabar buruk itu datang.

Tepatnya tanggal 7 September 2004. Cak Munir diduga dibunuh di atas langit Rumania. Racun arsenik yang ditemukan dalam jus jeruk yang diminumnya di pesawat merenggut nyawanya ketika hendak ke Belanda untuk melanjutkan studinya.

Untuk mengenangnya Darius Beda Daton dan kawan-kawan menggelar malam 1000 lilin untuk Almarhum Munir di Kupang. Dibuat beberapa poster dirinya dan dipajang di kantor sebagai pembakar semangat. Entah di mana poster-poster itu sekarang.

“Cak Munir orang baik. Pembela sejati para buruh kala itu. Sampai-sampai sepeda motor Astra merah-nya yang hilang dicuri malah dikembalikan lagi oleh sang pencuri setelah tahu bahwa sepeda motor itu ternyata milik Cak Munir. Di kampung halamannya, Batu, Malang, Jawa Timur, dibangun museum Cak Munir,” tulisnya lagi.

Ibu Suciwati istrinya terus berjuang meminta negara mencari siapa pelaku utama pembunuhan suaminya. Sebab yang dihukum hanya Policarpus, seorang pilot maskapai Garuda Indonesia. Selain itu tidak ada pelaku lain yang dihukum.

Hari ini genap 21 tahun Cak Munir berpulang. Saya menulis ini sebagai kenangan akan dirinya, seorang aktivis pemberani, pembela hak buruh hingga akhir hayatnya. Cak Munir, terima kasih ya atas semua ilmu yang ditularkan kepada kami aktivis muda kala itu.

“Kami terus berikhtiar menjadi pembela bagi mereka yang hak-haknya terabaikan sebagaimana dirimu. Semoga kami mampu,” tutup Darius.

Sumber: Facebook Darius Beda Daton 

Editor: Chris Bani

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *