Kupang-InfoNTT.com,- Wisata Pantai Teres yang digadang-gadang menjadi salah satu wisata eksotis di Kabupaten Kupang hingga kini belum diresmikan. Objek wisata yang dibangun dengan menghabiskan anggaran puluhan miliaran rupiah ini nampaknya belum selesai dikerjakan.
Masyarakat pun banyak melakukan kritik tajam terkait pembangunan wisata tersebut. Salah satu yang ikut melakukan kontrol yakni legislator asal Amarasi Anthon Natun. Ia menilai proyek pembangunan di Teres tanpa kajian yang matang.
Menurut Anthon Natun, proyek ini kedepan bisa berpotensi masalah, apalagi belum diresmikan namun beberapa item proyek di lokasi pembangunan wisata sudah rusak. Ini dikarenakan pembangunan tempat wisata ini tanpa melalui kajian yang matang.
Tak jauh berbeda dengan Anthon Natun, Gubernur NTT, Viktor Laiskodat pun beberapa waktu lalu ikut menyoroti pembangunan Pantai Teres di Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang tersebut.
Menurut Gubernur, mestinya Pemerintah Kabupaten Kupang membangun proyek Pariwisata di tempat yang mudah dikunjungi dengan kajian mampu memberikan sumbangsih PAD yang signifikan bagi Pemkab Kupang.
“Bangun pariwisata seperti Teres yang belum tentu banyak orang datang, saya bilang itu kehilangan iman sekaligus ilmu pengetahuan. Saya tidak larang untuk bangun, tetapi buat apa bangun di tempat yang orang tidak datang, Viktor Laiskodat saja tidak tau itu tempat di mana. Maksud saya membangun itu harus searah antara ilmu pengetahuan dan iman,” ujar Gubernur NTT kala itu.
Kini masyarakat berharap agar objek wisata Pantai Teres segera diresmikan. Salah satu ikon pembangunan dari kepemimpinan Korinus Masneno dan Jerry Manafe ini diharapkan bisa menjadi karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat Kabupaten Kupang.
Jangan sebaliknya, pembangunan objek wisata Pantai Teres ini malah menjadi bumerang pasca kepemimpinan PAKET KOMITMEN berakhir. Kita berharap tidak. Masyarakat tentu mengharapkan ada hasil yang baik dari pembangunan Wisata Pantai Teres. Jika hasilnya jauh dari harapan atau malah mubazir dan bahkan bangunan pun rusak di waktu yang singkat maka bukan tidak mungkin rakyat yang akan dirugikan akibat menggunakan keuangan negara yang berlebihan namun hasilnya ttidak berdampak positif bagi daerah.
Namun jika semua proyek pembangunan di Kabupaten Kupang berhasil terkhususnya pariwisata, tentu akan membuka mata para investor yang mau ikut serta memajukan Kabupaten Kupang, dan membuat daerah semakin mencapai apa yang telah dicita-citakan selama ini.
GOR Kabupaten Kupang dalam Jeratan Hukum?
Sama dengan objek wisata Pantai Teres. GOR Kabupaten Kupang yang berlokasi di Desa Oelpuah, Kecamatan Kupang Tengah ini sudah dikerjakan sejak tahun 2019 dengan anggaran sebesar 11,6 miliar tak kunjung diresmikan hingga awal 2023. Pembangunan GOR ini dikerjakan oleh kontraktor pelaksana PT. Dua Sekawan.
Proyek ini pun menuai masalah. Haji Mohamad Darwis selaku kontraktor pelaksana proyek pada tahun 2022 kemarin menggugat Bupati Kupang, Korinus Masneno dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kupang, Seprianus Lau di Pengadilan Negeri (PN) Oelamasi. Perkara tersebut didaftarkan pada Januari 2022 dengan nomor 5/pdt.g/2022/PN.OLM.
Gugatan ke PN Oelamasi ini dikarenakan adanya dugaan sisa dana Rp 5 miliar yang tidak kunjung dibayar oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kupang kepada pihak ketiga setelah proyek selesai dikerjakan.
Namun kasus tersebut kemudian berakhir damai ditahap mediasi oleh hakim mediator PN Oelamasi. Hal ini kemudian memantik reaksi dari masyarakat Kabupaten Kupang.
Masalah pembangunan GOR Kabupaten Kupang ini terindikasi syarat akan dugaan korupsi. Yang mana persoalan pembangunan GOR Kabupaten Kupang diduga ada pada proses atau mekanisme dalam pelaksanaan yang menyalahi aturan.
Hemat penulis, dugaan kesalahan mekanisme tender proyek GOR Kabupaten Kupang ini harus diserahkan ke meja hijau agar ada putusan inkrah. Karena setiap kkelalaian yang berpotensi masalah hukum harus dicermati secara baik dan tuntas. Jangan sampai meninggalkan masalah di kemudian hari.
Kita ketahui kontrak ini mati pasca adendum dan kemudian terjadi PHK, bahwa secara logis, berarti hubungan antara pengguna anggaran dan pihak ketiga putus. Namun Jika hutang berarti proyek tersebut sudah selesai sesuai perintah kontrak. Namun yang terjadi pekerjaan tersebut tanpa kontrak, maka dasar pembayarannya tidak ada, karena dasar pembayaran merujuk pada adanya kontrak atau kontrak hidup. Artinya hutang sisa pembayaran senilai 5,8 miliar tidak bisa dibayarkan karena tidak ada kontrak atau dasar untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga.
Penulis berharap pembangunan GOR Kabupaten Kupang ini jauh dari tiga klausul dalam tindak pidana korupsi, yakni proses pembangunannya merugikan negara, menguntungkan pribadi atau kelompok dan melawan hukum.
Semua mata saat ini tengah tertuju pada persoalan pembangunan GOR. Bahkan ada lembaga independen yang sudah melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).
Lembaga terkait di daerah pun diharapkan mampu melakukan penyelidikan mendalam terhadap proses pembangunan GOR Kabupaten Kupang. Terlebih, terkait dugaan manipulasi administrasi atau adanya dugaan kesalahan mekanisme tender proyek tersebut yang dilakukan secara sengaja atau sepihak demi menguntungkan kelompok tertentu.
Penulis: Chris Bani