Winston Rondo Paparkan Permasalahan Sekolah Swasta di NTT kepada Senator Paul Liyanto

Kupang-InfoNTT.com,- Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Nusa Tenggara Timur (NTT) melitanikan poin-poin kunci permasalahan yang diderita sekolah-sekolah swasta di daerah ini kepada Senator Paul Liyanto. Penyerapan aspirasi ini sebagai salah satu kegiatan Paul selama masa reses.

Dalam pertemuan yang digelar di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) NTT di Jalan Polisi Militer Kupang, Senin (10/10/2022), Ketua BMPS NTT, Winston Rondo, memaparkan empat poin kunci permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah swasta di NTT kepada Paul Liyanto beserta rekomendasi jalan keluarnya.

Bacaan Lainnya

Pertama, permasalahan terkait pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2022. Dinas pendidikan menggelar PPDB online 2022 dengan sistem online tetapi kemudian sekolah-sekolah negeri membuka pendaftaran secara offline. Dampaknya, penumpukan peserta didik di sekolah negeri tidak berbanding lurus dengan ketersediaan ruangan kelas. Proses belajar mengajarpun digelar pagi serta siang/sore hari.

“Sangat tidak efektif untuk pendalaman pendidikan karakter,” tambah Romo Kornelis Usboko, Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Kupang (KAK).

Contoh kasus di SMK Sint Carolus Kupang. Sekolah ini sudah menerima pendaftaran 110 siswa baru tahun 2022. Ketika sekolah negeri membuka pendaftaran offline, 40 siswa diam-diam lari ke sekolah negeri. Di tahun yang sama, SMAK Ki Hajar Dewantara Kupang hanya memiliki 7 siswa baru.

“Situasi yang sama dialami banyak sekolah swasta lainnnya,” Winston mengamini.

BMPS NTT mendesak Komisi 5 DPRD NTT dan Dinas Pendidikan NTT mengevaluasi secara serius pelaksanaan PPDB 2022 dan mengawal juknis PPDB serta tidak membuka ruang kepada sekolah negeri melakukan penyimpangan.

“Kami minta agar pelaksanaan PPDB 2023 melibatkan BMPS NTT sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,” tegas Winston.

Kedua, program P3K merugikan sekolah swasta. Rata-rata sekolah swasta kehilangan 3-10 orang guru terbaiknya karena lulus P3K. Namun hingga saat ini tak ada jaminan regulasi atau kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melindungi sekolah swasta dengan menempatkan kembali guru P3K yang lulus ke pos sekolah asal mereka.

BMPS NTT meminta keadilan, komitmen serta dukungan Gubernur NTT, Ketua DPRD NTT serta dinas pendidikan untuk membuat kebijakan yang tujuannya melindungi sekolah swasta di NTT.

“Kami juga mendorong kebijakan yang lebih luas pada aras nasional untuk merekrut khusus guru P3K agar ditempatkan di sekolah swasta. Pasalnya, NTT merupakan daerah 3T yang mana peran sekolah swasta sangat strategis dan penting. Bahkan 40 persen anak NTT bersekolah di sekolah swasta atau yayasan,” ujar Winston.

Ketiga, permasalahan perpindahan guru PNS/ASN dari sekolah swasta sangat tinggi karena alasan kecukupan jam mengajar/sertifikasi, maupun yang terutama alasan kebijakan UU ASN.

Tidak semua sekolah swasta sanggup membiayai gurunya sendiri dan amat sangat terbantu dengan dukungan/kebijakan pemerintah dalam penempatan guru ASN/PNS sebelumnya.

“Kami mendorong agar Gubernur NTT tetap mempertahankan keberadaan guru PNS/ASN di sekolah swasta, termasuk pergantian guru PNS yang sudah pensiun agar sekolah swasta tidak sekarat,” tutur Winston Rondo.

Keempat, kesejahteraan/gaji guru di sekola swasta sangat rendah. Masih cukup banyak guru di sekolah swasta yang bekerja di atas lima tahun menerima honor atau gaji di bawah Rp 500 ribu/bulan, itupun dicicil.

“Sudah kecil, dicicil lagi. Kita patut sedih,” keluh Winston Rondo.

BMPS juga menilai insentif transportasi Pemda NTT sebesar Rp 400 ribu/bulan untuk guru sekolah swasta sangat dirasakan membantu, namun apesnya masih banyak guru yang tidak menikmatinya. Juga masih sedikit guru sekolah swasta di Kota Kupang yang tidak mendapatkan insentif sebesar Rp 500 ribu/bulan dari Pemkot Kupang.

“Kebijakan insentif transporasi ini harus ditingkatkan jumlahnya oleh pemprop agar bisa menjangkau lebih banyak guru sekolah swasta di NTT,” pinta Winston Rondo.

Senator NTT, Paul Liyanto, menyambut gembira pertemuan dengan BMPS dan menyebutnya sebagai jalan Tuhan untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi mengatasi permasalahan yang dialami sekolah swasta di NTT.

Paul mengamati para praktisi langsung (pendidikan) kurang menyuarakan permasalahan sekolah swasta di NTT, terutama di tingkat nasional, agar menjadi perhatian komponen-komponen terkait.

“Ini soal strategi. Harus bersatu. Sangat bagus BMPS sudah siapkan data-data, tinggal lobi ke instansi terkait mencari solusi,” tegas Paul Liyanto.

Mengantongi data-data permasalahan yang diderita sekolah swasta di NTT, Paul Liyanto berjanji ‘berteriak’ secara resmi di forum paripurna DPD, fokus pada masalah-masalah regulasi.

“Kita harus bermain cantik dengan data-data karena ini juga tercatat sebagai masalah nasional. Dengan data- data yang ada, BMPS juga melaporkan secara tertulis kepada pihak-pihak terkait, baik di level regional maupun nasional,” tandas Paul Liyanto.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *