Oleh : Arifin Lete Betty, STP
Tulisan ini saya tujukan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD yang katanya, Kamis 16 Juni 2022 akan adakan Rapat Dengar Pendapat dengan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan terkait penundaan Pilkades serentak di Kabupaten TTS.
Saya terpicu membuat tulisan ini karena membaca sebuah statemen dari seseorang berinisial SN pada sebuah media online yang bilang begini : Menunda Pilkades ini aturan atau permainan ee??
Analisa saya terhadap maksud orang ini adalah bahwa kemungkinan yang bersangkutan ada dalam sebuah posisi dilematis untuk mempercayai bahwa penundaan Pilkades yang semulanya ditetapkan pada tanggal 17 juni ke 25 juli 2022adalah sebuah keteledoran biasa ; makanya beliau memunculkan sebuah pertanyaan penuh selidik bahwa : Ataukah ini semacam sebuah “permainan” atau istilah saya by-design untuk tujuan tertentu?
Saya terpancing untuk menjawab pertanyaannya, dengan cara mengembangkan alur pikir investigatif saya seturut alur pikirnya saudara SN. Saya lantas menginvestigasi beberapa narasumber yang saya rasa berkompeten, dengan metode “bacerita” untuk kami mendiskusikan hal ini. Alhasil saya tiba pada sebuah kesimpulan yang cukup mencengangkan; bahwa patut diduga penundaan Pilkades ini by-design untuk tujuan tertentu.
Mari kita sama-sama meraba-raba siapa yang mendesain dan untuk tujuan apa.
Apakah ini keteledoran biasa?
Sebelum saya berargumen tentang hipotesis saya bahwa penundaan Pilkades ini by-design, baiklah kita dahulu bernalar positif bahwa mungkin ini keteledoran biasa.
Pertama, bahwa Pilkades serentak di Kabupaten TTS TA 2022 yang melibatkan 137 Desa, merupakan sebuah momentum besar yang sudah diagendakan setiap tahapannya melalui Peraturan Bupati yang merupakan buah karya dari BPMPD sebagai leading sektornya.
Tahun-tahun kemaren juga sama, dan semua proses berjalan sesuai tahapan, kecuali tahun ini yang agak lain, dimana saat memasuki masa tenang, panitia Pilkades tingkat desa dikasih tahu oleh BPMPD sebagai wakil panitia tingkat Kabupaten bahwa surat suara belum cetak karena belum tender.
Sungguh aneh bin ajaib. Sebab pengalaman mengurus Pilkades langsung dan serentak bukan baru kali ini diurus oleh BPMPD. Mereka sudah punya pengalaman beberapa kali di tahun-tahun kemaren ; apalagi untuk urusan Pilkades ini, semua orang maupun instansi sudah diikat-satukan dalam tahapan Pilkades yang dilegitimasi Perbup.
BPMPD sudah tahu bahwa jadwal Pilkades yang dia susun jatuh pada tanggal 17 juni, mestinya dia sudah tahu juga bahwa barang ini harus ditender sejak tanggal sekian supaya jadinya pas seminggu sebelum hari pemilihan.
Hasil investigasi saya menunjukan bahwa untuk pengaturan arus Kas pada DPA BPMPD juga sudah mencantumkan bahwa proses pengadaan kertas suara Pilkades jatuh pada triwulan II, Tapi mengapa dokumen tidak mereka ajukan untuk ditender?
Terkait tender ; apakah BPMPD tidak pernah mengurus tender sehingga tidak tahu durasinya kapan? Mereka tahu, karena setiap tahun pasti ada saja kegiatan yang perlu dikerjakan lewat mekanisme tender.
Ada yang berargumen bahwa, BPMPD mengalami kesulitan terkait materi kertas suara karena mereka perlu menyesuaikan dengan laporan dari panitia Pilkades tingkat desa tentang berapa jumlah calon? Fotonya? dan nomor urutnya. Namun alasan ini terbantahkan karena Pilkades kali lalu jadwalnya juga sama ; durasi waktu antara penetapan calon dengan hari pemilihanpun kurang lebih sama. Namun mengapa tahun lalu bisa ditender dengan baik dan tepat waktu sedangkan tahun ini kok beda?
Atau mungkin ada yang berpikir, mereka sangat sibuk sehingga lupa tender kertas suara. Pernyataan inipun bisa dibantah karena saya amati, dikantor BPMPD nyaris setiap hari sejak gong pilkades ditabuh, selalu ada orang dari desa yang datang berkonsultasi tentang Pilkades. Entah konsultasi masalah Pilkades ataupun konsultasi peraturan ; pokoknya setiap hari pasti ada pembahasan tentang Pilkades di BPMPD…nah, apakah pembahasan itu tidak sedikitpun mengingatkan BPMPD bahwa mereka punya tanggung-jawab untuk pengadaan kertas suara?
Kalau sampai tidak ada satu orang pun di BPMPD yang berpikir tentang hal ini maka instansi ini bisa dikatakan sedang “mabok”; karena tidak mungkin dari Kapala BPMPD sekelas Kakanda Nikson Nomleni, S.Sos.,M.Si, yang sudah melanglang-buana dari satu instansi ke instansi lain didukung dengan para Kabid yang hebat-hebat hingga puluhan staf tidak ada yang berpikir tentang kertas suara.
Semua argument ini membuat saya tidak percaya bahwa masalah penundaan Pilkades karena belum tender kertas suara adalah keteledoran biasa. Saya duga hal ini memang disengajakan karena ada tujuan tertentu.
Mengapa By-Design?
Lebih dari 5 orang yang saya ajak “bacerita” sepakat bahwa tensi Pilkades kali ini sangat erat dengan aroma Pemilu dan Pilkada 2024, dimana hampir semua “penguasa” Eksekutif maupun legislatif di TTS, bahkan separuh legislatif Propinsi NTT rame-rame pasang kuda-kuda dengan memfasilitasi calon tertentu yang disinyalir akan menjadi mesin politik menuju 2024.
Entah fiksi atau tidak, tapi satu narasumber saya dengan percaya diri mengklaim bahwa memang Pilkades mesti ditunda sebab dari 137 desa yang menyelenggarakan, ternyata “big boss” hanya punya jago di 50 desa, itupun hanya 37 yang pasti, sedangkan sisanya big boss pun meragukan dukungan mereka. Makanya Pilkades ini sengaja ditunda supaya big boss bisa pendekatan lagi ke calon-calon dari desa lain ; semua tidak lain hanya untuk kepentingan 2024. Sekali lagi informasi ini sulit dibuktikan tapi yah, namanya juga opini yang perlu ditelusuri.
Bahkan untuk memperkuat argumentasi ini, si kawan ini katakan bahwa dia memiliki informasi bahwa sebenarnya dokumen pelelangan kertas suara sudah masuk di Sistim Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) sejak 8 Mei 2022 yang kalau dikalkulasi waktunya seandainya langsung diproses, tidak mungkin terlambat seperti ini. Nah, terhadap informasi inipun memang sebaiknya pihak ULP mengklarifikasi opini ini, biar tidak melebar.
Nah andaikan benar bahwa sejak tanggal 8 Mei pelelangan kertas suara sudah masuk SiRUP lalu mengapa tidak segera diproses pelelangannya? Apa ada perintah untuk menunda proses pelelangan? Tentunya ULP harus mengajukan alasan yang regulatif terkait hal ini. Silakan DPRD menelusuri lebih jauh, saya cuku sampai di sini.***