Roi-‘Peen-pene: antara Aji Mumpung dan Kewajiban Etis

Sumber: istimewa ranah publik

Roi-‘Peen-pene:  antara Aji Mimpung dan Kewajiban Etis

Pengantar

Bacaan Lainnya

Dalam bulan Agustus setiap tahun, negara dan bangsa Indonesia berada dalam satu bulan perayaan yang penuh dengan kegembiraan. Nuansa kegembiraan itu ditunjukkan dengan berbagai kegiatan pada berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tingkat kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten, kota, provinsi hingga di pusat. Pada lingkungan sekolah-sekolah pun tiada kurang semaraknya demi menanamkan nasionalisme, cinta tanah air dan bangsa, menekankan pembangunan karakter bangsa (nation character building). Semua upaya itu akan meninggalkan kesan berharga di mata masyarakat, bahkan negara dan bangsa di dunia internasional pun turut memberikan atensi pada hari besar kenegaraan ini.

Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah berulang sampai pada titik waktu yang ke-77 pada tahun 2022 ini. Sekretariat Negara mengatur penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu dengan petunjuk teknis melalui surat edaran Nomor: B-737/M/S/TU.00.04/08/2022 tanggal 6 Agustus 2022, https://www.setneg.go.id/view/index/peringatan_hari_ulang_tahun_ke_77_kemerdekaan_republik_indonesia_tahun_2022

Pada tingkat Kabupaten Kupang, sejumlah kecamatan telah menyiapkan diri untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pemeriahan hari Proklamasi Kemerdekaan NKRI ke-77 ini. Sudah menjadi pengetahuan umum di tengah masyarakat pedesaan di dalam Kabupaten Kupang bahwa kegiatan-kegiatan menyongsong hari istimewa negara kita, selalu akan dapat berlangsung bila adanya suatu badan yang sifatnya adhoc, yakni sesudah upacara bendera (menaikkan dan menurunkan bendera) akan diikuti dengan evaluasi dan pembubarannya.

Salah satu di antara item yang mendukung lancarnya kegiatan dalam rangka pemeriahan hari istimewa negara kita yakni, anggaran. Pada tingkat Kabupaten, Kota, Provinsi dan Pusat, dipastikan tersedia anggaran pada APBD dan APBN, sementara di tingkat desa/kelurahan atau Kecamatan, institusi atau lembaga manakah yang menetapkan anggarannya?

Jawabannya yakni, Panitia Pelaksana Perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Tingkat Kecamatan. Siapakah yang membentuk Panitia ini? Jawabannya, Camat sebagai pemanggil kepada para kepala desa, lurah, unit sekolah di semua jenjang, UPT Dinas di Kecamatan: Puskesmas, Pendidikan dan Kebudayaan, dll, pihak Kepolisian dan TNI.

Panitia yang dibentuk inilah yang kemudian bersepakat menetapkan besaran anggaran yang akan diterimakan kepada mereka sebagai penyelenggara.

Anggaran dan Pembiayaan

Saya hendak flash back dari latar konteks masyarakat Pah Amarasi (dan pasti lainnya di Kabupaten Kupang). Sebelum adanya Kecamatan Amarasi, masyarakat Swapraja Amarasi sudah merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI setiap tahunnya. Pada masa itu anggaran diperoleh dari setiap kepala keluarga di seluruh wilayah Swapraja Amarasi, uang itu disebut roi-‘peen-pene, terjemahan harfianya, uang bendera. Uang yang terkumpul dari masyarakat itu kemudian dibawa oleh para Kepala Desa kepada Panitia yang dibentuk oleh Swapraja Amarasi. Uang yang kemudian menjadi anggaran untuk pembiayaan perayaan Hari Proklamasi itu dikelola oleh panitia dengan melaporkan pemanfaatannya kepada Uispah V. H. R. Koroh, sebagai Pemimpin Swapraja. Hal ini terus berlangsung sampai dengan pembentukan Kecamatan dimana Swapraja Amarasi menjadi Kecamatan Amarasi, dengan Camat pertama V. H. R. Koroh, roi-‘peen-pene pun tetap diberlakukan. Sepanjang tahun-tahun masa Orde Baru, roi-‘peen-pene tidak pernah menjadi perbincangan negatif di tengah masyarakat. Masyarakat pulang dari perayaan dan upacara bendera dengan kesan yang membekas dan menjadi cerita turun-temurun.

Ketika Orde Reformasi tiba, dimana diberlakukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39047/uu-no-14-tahun-2008, setiap hal yang menyangkut publik patut menjadi perhatian badan-badan publik untuk disebarluaskan informasi kepada masyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumber daya media dan dalam bahasa yang mudah dimengerti. Hal ini untuk mencegah perbincangan sekaligus penilaian negatif pada para pelayan publik (ASN/PNS) termasuk Panitia yang dibentuk oleh Camat dalam rangka pelaksanaan Perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan NKRI.

Suatu pemberitan melalui media daring https://www.victorynews.id/ntt/pr-3314067325/pemerintah-kecamatan-fatuleu-pungut-uang-untuk-rayakan-hut-kemerdekaan-ri-ke-77, di dalamnya mengulas apa yang sedang terjadi di Kecamatan Fatule’u Kabupaten Kupang. Dari pemberitaan ini, Panitia memungut kontribusi dengan besaran yang variatif. Bila mengetahui data secara pasti keseluruhan unit sekolah, desa, kelurahan dan lain-lain yang disebutkan di dalam potongan surat itu, kiranya dapat diketahui pula besarnya kontribusi yang akan dikelola oleh Panitia dimaksud.

Pemberitaan ini menjelaskan bahwa, Wakil Bupati Kupang menyebut kontribusi itu sebagai pungutan liarSayang sekali disebut seperti itu, dan belum ada klarifikasi (paling tidak sampai dengan tulisan ini diturunkan) dari Panitia dimaksud, terutama dari Camat Fatule’u.

Jika menelusuri wilayah desa/kelurahan di seluruh Kabupaten Kupang, kita akan mendapatkan kepastian bahwa masyarakat antusias untuk mengikuti perayaan dalam rangka Hari Proklamasi Kemerdekaan NKRI yang ke-77 ini. Antusiasme ini bukan hal baru, namun sudah menjadi tradisi atau lebih tepatnya budaya memeriahkan/merayakan hari istimewa negara ini. Hal ini terjadi karena ada “pemanis” yang mengundang rasa antusias itu.

Pemanis-pemanis itu yakni berbagai kegiatan yang sifatnya merakyat dan meramaikan (meriah), seperti:

  • Lomba-lomba kesenian:  nyanyi, tari, fashion show, pada berbagai kategori masyarakat dan sekolah
  • Lomba dan Tanding Olahraga: sepakbola, volley, tarik tambang, lari, panjat pinang licin, dan lain-lain sesuai kesepakatan
  • Pameran hasil kerja/kerajinan masyarakat

Berbagai varian kegiatan ini menjadi pemanis yang mengundang antusiasnya masyarakat beramai-ramai ke lokasi yang ditentukan Panitia. Semua lomba itu hanya dapat terjadi apabila “dilicinkan prosesnya” dengan anggaran. Anggaran diperoleh dari apa yang disebut kontribusi.

Aji Mumpung atau Kewajiban Etis

Frasa pada sub judul ini menggetarkan dada, entah kecewa atau gertak gigi. Setiap pungutan yang disebut kontribusi itu bukanlah suatu “kesempatan untuk menjepit” masyarakat, ASN/PNS,  anggota Polri, anggota TNI, unit-unit perbankan yang melayani di kota kecamatan, dan lain-lain institusi resmi pemerintah maupun non pemerintah termasuk badan-badan usaha kecil (kios, toko) yang omzetnya tidak seberapa besarnya dalam satuan waktu minimal bulanan.

Bila menyebutkan hal ini sebagai aji mumpung atau mungkin lebih tepatnya kesempatan untuk menjepit atas alasan mendasar dan prinsip yakni Hari Proklamasi Kemerdekaan NKRI, yang disebut juga hari bersejarah, dapatkah seorang Camat mampu mengklarifikasinya? Pasti seorang Camat dapat mengklarifikasinya. Namun, bagian manakah yang dimaksudkan oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik? Camat melalui Panitia yang dibentuknya pada akhirnya akan melakukan rapat evaluasi. Pada rapat itulah Panitia akan memberikan pertanggunjawaban kepada publik.

Kita perlu bertanya, berapa banyak anggota masyarakat yang mengakses informasi yang disampaikan Camat melalui Panitia itu? Point pertanyaan ini dapat saja dijawab oleh Camat. Tetapi, menghindari bias respon dari anggota masyarakat, dibutuhkan transparansi yang akuntabel sebagaimana diamanatkan dalam UU Keterbukaan Infomasi Publik.

Pada sisi lain, masyarakat menghendaki untuk turut serta dalam memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan. Masyarakat baik dalam komunitas-komunitas hingga institusi/lembaga di tingkat kecamatan, desa dan kelurahan sangat berkerinduan untuk bersukacita dalam kebersamaan nuansa hari merdeka. Maka, siapakah yang diharapkan untuk menatakelola dan memobilisasi massa? Institusi pemerintahan di tingkat kecamatan yakni para Camat, dan perangkat di bawah kendali administrasi pemerintahannya yakni para kepala desa dan lurah. Camat memiliki hubungan koordinasi dengan sub-sub sektor di wilayah administrasinya seperti: kesehatan, pendidikan, peternakan, perikanan, perkebunan, kepolisian, TNI, perbankan dan lain-lain. Camatlah yang memiliki “kuasa” untuk maksud mobilisasi dan tata kelola semua sumber daya menuju Perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan NKRI itu.

Pada titik ini, kewajiban etis untuk memberikan sumbangsih berupa kontribusi dana sangat diperlukan oleh penyelenggara perayaan yakni Camat dan perangkatnya. Mengapa? Pada setiap Kantor Kecamatan tidak disediakan anggaran secara khusus dalam rangka perayaan hari istimewa ini. Pemerintah Kecamatan patut dan secara “terpaksa” harus memberdayakan masyarakat dan unit-unit organisasi pemerintahan, kepolisian, militer, perbankan dan badan-badan usaha kecil milik perseorangan.

Jadi, kewajiban etis menjadi alasan. Masalahnya yakni, apakah setiap Camat melalui panitianya menyadari akan hal ini? Belum dapat dipastikan. Satu hal yang dipastikan yakni, ketika suatu rapat panitia memutuskan besaran kontribusi, maka mereka segera beraksi dengan “surat tagihan” tanpa penjelasan logis yang kontekstual.

Dampaknya, masyarakat tetap akan berasumsi bahwa Camat melalui Panitia telah memanfaatkan suasana perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan NKRI di tingkat kecamatan sebagai aji mumpung, kesempatan untuk menjepit. Ini hari bersejarah, tanggal keramat, dan amat istimewa, sehingga semua berkewajiban, tetapi tidak dijelaskan sebagai kewajiban etis dan kerelaan berkorban.

Penutup

Mungkinkah apa yang disebutkan oleh Wakil Bupati Kupang bahwa apa yang dilakukan oleh Camat Fatule’u sebagai pungutan liar itu dapat dipertanggungjawabkan? Saya ingat, Walikota Solo marah ketika perangkat pemerintah di bawahnya melakukan pungutan dalam rangka hari perayaan proklamasi kemerdekaan NKRI. Walikota Solo, Gibran Rakabuming mengembalikan uang rakyat. Ia berkunjung ke pasar-pasar, menanyai para pedagang kecil di sana, lalu dalam kepolosan mereka menyampaikan nominal rupiah yang disumbangkan. Walikota Gibran Rakabuming pun mengembalikannya.

Bila pernyataan Wakil Bupati Kupang bahwa hal yang terjadi di Fatule’u (dan kecamatan lainnya) dapat dipertanggungjawabkan, patutlah Pemerintah Kabupaten Kupang mulai memikirkan untuk menganggarkan di dalam APBD Kabupaten Kupang. Pendekatan ini akan “menutup” pintu aji mumpung, tetapi memberi ruang pula pada kewajiban etis dengan kerelaan bukan paksaan.

Akhirnya Camat mana pun di Kabupaten Kupang, atau Kepala Desa, Lurah mana pun di Kabupaten Kupang tidak boleh serta merta menggunakan kekuasaan untuk menabrak aturan yakni Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 tahun 2008). Pendekatan transparansi dan akuntabilitas patut dikedepankan dengan memanfaatkan media yang dan bahasa yang tepat agar mudah dipahami tanpa asumsi-asumsi.

Terima kasih.

Penulis: Heronimus Bani
Koro’oto-Nekmese, 7 Agustus 2022

Pos terkait