Pasien DBD Meninggal Akibat Pihak RSUD Naibonat Pulangkan pada Fase Kritis

Ilustrasi

Oelamasi-InfoNTT.com,- RSUD Naibonat kembali mendapat sorotan tajam. Kali ini dilontarkan langsung orang tua pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sempat dirawat di rumah sakit tersebut beberapa waktu lalu.

Costan Ballo, orang tua kandung dari Litha Ballo (4 tahun), Senin (02/03/2020) di Kelurahan Oesao, mengungkap kisah pilu terkait pelayanan buruk RSUD Naibonat terhadap putri kandungnya.

Bacaan Lainnya

Ia menuturkan, anak kesayangannya masuk RSUD Naibonat hari jumat pekan lalu setelah mendapat rujukan dari Puskesmas Oesao. Anaknya terpaksa dirujuk ke RSUD Naibonat karena terkena DBD.

Putrinya dirujuk ke RSUD Naibonat dengan catatan medis yakni trombosit hanya 218, sehingga dokter di Puskesmas Oesao membuat rujukan agar anaknya mendapat perawatan lebih baik di RSUD Naibonat.

Tiba di RSUD Naibonat katanya, piket medis di IGD saat itu terkesan sepelehkan pasien DBD ini. Keluarga saat itu langsung minta rujukan ke RSUD Prof. W.Z Johanes Kupang, namun permintaan keluarga diduga ditanggapi remeh oleh petugas medis.

Pasien Litha Ballo sejak masuk RSUD Naibonat hari Jumat (21/02/2020) hingga Sabtu (22/02/2020) tidak ada satupun dokter spesialis anak yang memeriksa pasien.

Pasien hanya dipasang invus dan cek darah tanpa penanganan lain dari dokter, pasien diterlantarkan hingga hari Sabtu.

“Proses ambil darah di RSUD Naibonat tu berat, satu bidan datang dengan gayanya, jadi waktu anak saya ke RSU Kupang ada sekitar 20 tusukan di nadi anak saya,”Ujarnya.

Sabtu siang, pasien dirawat diruang rawat inap klas III walaupun orang tua pasien pengguna BPJS Kesehatan untuk Klas I. Saat diruang rawat inap hingga hari minggu pagi, hanya sekali visit dari dokter tapi entah dokter spesialis anak atau dokter umum.

“kita minta baik-baik untuk ke RSU Kupang, tapi jawaban katanya masih bisa ditangani. Minggu siang sekitar pukul 11.30 wita, pasien dipindahkan ke ruang inap Klas II. Jelang beberapa saat datang seorang dokter, kondisi suhu badan pasien saat itu panas tinggi.

Selesai periksa pasien ungkapnya, dokter mengatakan kondisi pasien masih panas sehingga masih perlu dirawat lebih jauh.

Anehnya, satu jam kemudian dokter yang sama nyatakan pasien atas nama Litha Ballo sudah dibolehkan pulang dan pasien akan kontrol hari Rabu (26/02/2020) sesuai surat kontrol yang diberikan dokter.

Menurutnya, pada hari Senin (24/02/2020) anaknya dibawa ke dokter spesialis anak di Kupang. Dokter sempat terkejut mendengar cerita penanganan pasien DBD di RSUD Naibonat, sebab pasien DBD harus di observasi selama 5 sampai 7 hari bukan 2 hari saja, kondisi pasien harus benar terawat.

Orang tua merasa sangat terkejut karena setelah dilakukan tes darah di klinik ternyata trombosit darah sudah turun hingga 146.

“saat itu, gusinya sudah berdarah, bayangkan surat kontrol dari RSUD Naibonat baru hari rabu sedangkan hari senin saja gusi sudah berdarah, berarti diagnosanya model apa,” ungkapnya.

Dirinya langsung membawa anaknya ke RS Bhayangkara Titus Ully, namun penuh, sehingga dirujuk ke RSUD Johanes Kupang. Saat itu anaknya sudah dalam keadaan shok dan lemas.

“dokter di RS Johanes panggil saya dan isteri, dokter bilang yang bisa tolong itu kekuatan anak dan doa orang tua karena oksigen diotak sudah melemah,”Tutur Ballo.

Pihak RSUD Johanes bertindak cepat dengan berbagai metode untuk menyembuhkan anaknya. Namun putri kesayangan harus menghembuskan nafas terakhir tanggal 27 Februari 2020.

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kupang, Deasy Ballo – Foeh mengatakan, anak Litha Ballo di bolehkan pulang oleh dokter di RSUD Naibonat saat fase kritis demam berdarah.

“Pasien pulang hari minggu namun esok hari gusi anak Litha Ballo mengeluarkan darah, trombosit rendah dan langsung masuk ICU RSUD Johanes Kupang. Ini bertanda bahwa pasien DBD dibolehkan pulang dalam fase kritis,” ujar Deasy.

Sebagai anggota DPRD Kabupaten Kupang, dirinya merasa malu dan menyesal atas peristiwa yang dialami Litha Ballo. Ini bukti bahwa pelayanan di RSUD Naibonat sangat memprihatinkan. Kalau saja dokter tidak teledor, belum tentu anak Litha Ballo jadi korban.

Orang tua sudah mengikuti setiap tahapan dan prosedur, namun yang disesalkan, mengapa anak dikeluarkan justru pada saat kritis DBD?.

Pemkab Kupang katanya, sudah memberi instruksi waspada DBD tapi ternyata staf ditingkat bawah tidak mengindahkan instruksi pimpinan wilayah. (Sumber: independen-News.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. perlu ditelusuri dan diambil tindakan yang keras kepada oknum-oknum yang ada di rumasakit tersebut agar dapat melaksanakan tugas dengan benar. diberi hukuman/sangsi yang benar agar oknum tersebut jera… jangan hanya evaluasi terus tanpa tindakan nyata kepada pihak manajemen RSUD Naibonat tersebut.