Kubingkiskan Sebentuk Senja Padamu, Cintaku
Melalui surat ini aku kirimkan sebentuk senja padamu. Kukirimkan bersama bayu, deburan ombak yang sedang bergulung, yang ditingkahi Mentari yang nyaris ditelan dan menghilang di balik gunung dengan cahaya merah bercampur jingga yang membuat hati menggebu_gebu untuk terus menatapnya. Sayang, Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap? Apakah kamu senang? Aku sungguh berharap demikian adanya.
Sama seperti senja di setiap pantai, tentu ada gunung di tengah laut yang nampak kecil. Ribuan kelelawar yang keluar dari sarangnya untuk mencari santapan malam. Pohon lontar dan bakau yang memamerkan siluet, dan perahu nelayan yang melintas di punggung laut terlihat dari kejauhan.
Maafkan aku sayang. Aku tidak sempat menelitinya satu persatu. Mestinya ada juga pohon kelapa, luasnya pasir halus yang basah kena dimandikan deburan ombak, batu berwarna-warni, dan pantulan cahaya indah memanjakan mata pada buih dibibir pantai, bagai asaku dalam segala hal yang paling mungkin kulakukan bersamamu, meski kuketahui semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah kapan akan menjadi kenyataan.
Elramdid sayang. Dari jauh kukirimkan seentuk senja ini untukmu, dalam amplop putih tertutup rapat, berhubung aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata.
Sudah terlalu banyak kata di dunia ini dan kata-kata ternyata tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata. Kata_kata bisa dilupakan dan aku tak mau itu. Untuk apa? Bahkan siapakah yang masih ingin mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Ya, hanya asal omong dalam lafal dan ujaran. Kadang kata-kata bisa membunuh tapi juga menyekutukan tapi itu jarang kutemui. Kata-kata sudah habis. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti dapat saja diubah maknanya. Itulah dunia di mana kita tinggal ini.
Elramdidku sayang pujaan hatiku… .
Kukirimkan sebentuk senja untukmu, bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sebentuk senja yang lembut dengan langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik cakrawala langit Bikoen.
Elramdidku sayang. Akan kuceritakan padamu bagaimana aku mendapatkan senja itu untukmu.
Kemarin, Ketika senja menyongsong, orang menyebutkannya sore. Saat itu aku duduk seorang diri di tepi dermaga. Memandang bagaimana semesta menciptakan alam yang memanjakan mata ini. Rasanya hampir tiap hari senja selalu ada menghiasi tepi bumi di langit Bikoen ini. Selalu saja warna indah memanjakan mata, walaupun tanpa deburan ombak dan angin sepoi dalam desahnya.
Sambil kutatap senja itu, tiba-tiba senjapun gemetar. Keindahan berkumpul melawan waktu dan aku tiba-tiba teringat padamu di tanah Humba negeri sandelwood.
“Mungkinkah senja ini bagus untukmu?” pikirku. Maka kupotong sedikit hingga dan kubentuk sehingga kunamai dia sebentuk senja.
Sebentuk senja itu lalu kumasukkan ke dalam tas kecilku sebelum terlambat. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku dengan leluasa dapat mengirimkannya padamu.
Setelah itu aku berjalan pulang dengan membawa rasa bahagia. Aku tahu kamu akan menyukainya karena kamu tahu itulah senja yang selalu kamu impikan.
Ketika aku meninggalkan dermaga itu, kulihat orang-orang datang banyak sekali. ternyata mereka menjadi gempar karena sepotong senja telah hilang. Akulah penyebabnya. Aku telah mengambil sebahagian kecil yang kubentuk tadi, dan selanjutnya sang senja malu dan pergi dari hadapanku.
Cepat-cepat aku mendekati motorku dan meninggalkan dermaga. Ketika aku tancap motorku, berjarak 100 meter, kulihat seorang menunjuk-nunjuk ke arahku. “Dia yang mengambil senja itu! Aku lihat dia mengambil senja itu!”
Kulihat orang-orang itu melangkah ke arahku. Melihat gelagat itu aku segera tancap gas motorku dengan sekuat tenagaku. Kudengar orang-orang itu masih saja berteriak: “Kejar! Kejar dia!”
Aku makin tancap gas motorku berlari dengan kencangnya ke jalan raya. Aku sudah berniat memberikan senja itu untukmu dan hanya untukmu saja Elramdid. Tak seorang pun boleh mengambilnya dariku. Cahaya senja yang keemasan itu berbinar-binar di dalam tas kecilku. Aku merasa cemas karena dalam tas kecilku, tapi cahaya senja tentu cukup terang dilihat dari luar. Dan ternyata cahaya senja itu memang menembus segenap cahaya dalam tas kecilku, sehingga motorku itu meluncur dengan nyala cemerlang ke aspal maupun ke angkasa.
Foto: Me’i Manimabi, Senja di Bikoen
Elramdidku sayang,
Kau tahu, berita tentang hilangnya senja telah tersebar ke mana-mana. Dari televisi, Whatsaap dan Facebook kulihat potretku sudah terpampang. Aduh. Baru hilang satu senja saja sudah paniknya seperti itu. Apa tidak bisa menunggu sampai besok supaya senja itu kembali utuh? Bagaimana kalau setiap orang mengambil senja untuk pacarnya masing-masing? Barangkali memang sudah waktunya dibuat senja tiruan yang bisa dijual di toko-toko, dikemas dalam kantong plastik dan dijual di kaki lima. Sudah waktunya senja diproduksi besar-besaran supaya bisa dijual anak-anak pedagang asongan di perempatan jalan.
“Senja! Senja! Dijual tiga seribu!”
Dengan kencang aku melaju masuk kota. Aku harus hati-hati karena semua orang mencariku. Sirene mobil polisi meraung-raung di mana-mana. Cahaya kota yang tetap gemilang tanpa senja membuat cahaya keemasan dari dalam tas kecilku tidak kentara pada pandangan mereka. Lagi pula di kota, tidak semua orang peduli apakah senja hilang atau tidak. Di kota kehidupan berjalan tanpa waktu, tidak peduli pagi, siang, sore atau malam. Jadi tidak pernah penting senja itu ada atau hilang. Senja cuma penting untuk para petualang yang suka memotret matahari terbenam. Boleh jadi hanya demi alasan itulah senja yang kubawa ini dicari-cari polisi.
Sirene polisi mendekat dari belakang. Dengan pengeras suara polisi itu memberi peringatan “Pengemudi motor Vario berwarna silver agar segera berhenti di tempat. Kami mohon harap berhenti. Ini Polisi. Anda ditahan karena dituduh telah membawa sebentuk senja. Meskipun tak ada aturan yang melarangnya, tapi berdasarkan… !”
Aku tidak sudi mendengarnya lebih lama lagi. Jadi aku tancap gas hingga aku masuk dalam gang-gang kecil kempleks. Kutancap gas dan menyelip-nyelip dengan lincah di jalanan. Dalam waktu singkat kota sudah penuh raungan sirene polisi. Terjadi kejar-kejaran yang seru.Tapi aku lebih tahu seluk-beluk kota, jalanan dengan cahaya yang bermain warna, gang-gang gelap yang tak pernah tercatat dalam buku alamat, lorong-lorong rahasia untuk yang suka bersembunyi.
Ku lihat ke arah belakang, mobil_mobil polisi itu satu per satu mulai terlempar dan saling bertabrakan satu dengan yang lain. Satu mobil lain tersesat di sebuah kampung, dan satu mobil lagi terguling-guling menabrak truk dan meledak lantas terbakar. Masih ada dua polisi bermotor mengejarku. Ini soal kecil. Mereka tak pernah bisa mendahuluiku, dan setelah kejar-kejaran beberapa lama, mereka kehabisan bensin dan pengendaranya cuma bisa memaki-maki. Kulihat senja dalam tas kecilku. Masih utuh. Angin meniup telinga dan leherku. Langit berwarna merah muda. Hanya padamulah senja ini kuserahkan untukmu Elramdid.
Tapi Elramdid sayang, polisi ternyata tidak sekonyol yang kusangka. Di segenap sudut kota mereka telah siap siaga. Bahkan aku tak bisa membeli makanan untuk mengisi perutku. Bahkan di langit tanpa senja, helikopter mereka menyorotkan lampu di setiap celah gedung bertingkat. Aku tersudut dan akhirnya nyaris tertangkap. Kalau saja tidak ada gorong-gorong yang terbuka, motorku sudah kutinggal ketika memasuki daerah kumuh itu. Aku berlari di antara gudang, rumah tua, tiang dan tali jemuran. Aku Terjatuh di atas sampah, menaiki tangga-tangga reyot, sampai seorang anak kecil menuntunku ke suatu tempat yang tak akan pernah kulupakan dalam hidupku.
“Masuklah!” katanya tenang, “Di situ kamu aman!”
Ia menunjuk gorong-gorong yang terbuka itu. Ada tikus keluar dari sana. Baunya amis. Kulihat ke bawah. Kulihat sarang laba_laba bergantungan. Aku takut.
“Masuklah, kamu tidak punya pilihan lain!”
Dan anak kecil itu mendorongku. Aku terjerembab jatuh. Bau busuknya bukan main. Gorong-gorong itu segera tertutup dan kudengar gelandangan itu merebahkan diri di atasnya. Lampu sorot helikopter menembus celah gorong-gorong tapi tak cukup untuk melihatku. Kurabah senja dalam kantongku, cahayanya yang merah keemas-emasan membuat aku bisa melihat dalam kegelapan. Aku melangkah dalam gorong-gorong yang rupanya cukup tinggi juga. Kukibaskan sarang laba_laba yang bergelantunga yang entah mati entah hidup itu.
Di ujung gorong-gorong, ada tangga menurun ke bawah. Kuikuti tangga itu. Cahaya semakin terang dan semakin benderang. Astaga. Kamu boleh tidak percaya Elramdid, tapi kamu akan terus membacanya. Tangga itu menuju ke mulut sebuah gua, dan tahukah kamu ketika aku keluar dari gua itu aku ada di mana? Di tempat persisi sama dengan tempat di mana aku mengambil senja itu untukmu sayang. Sebuah dermaga dengan senja yang bagus: laut yang tenang, angin dan ribuan kelelawar bergelantungan di ujung dahan bakau? tak lupa cahaya keemasan dan bias jingga masih menyapa.
Aku berjalan ke tepi dermaga. Tenggelam dalam suasana alam yang perawan. Sambil duduk di tepi dermaga aku berpikir-pikir, untuk apakah semua ini kalau tidak ada yang menyaksikannya? Setelah berjalan ke sana ke mari aku tahu kalau dunia dalam gorong-gorong ini kosong melompong. Tak ada manusia, tak ada tikus, apalagi gajah. Hanya laba-laba yang membuat sarang. Aku tak habis pikir Elramdid, alam seperti ini dibuat untuk apa? Untuk apa senja yang bisa membuat seseorang ingin jatuh cinta itu jika tak ada seekor gajah pun menikmatinya? Sementara di atas sana orang-orang ribut kehilangan senja….
Jadi, begitulah Elramdid. Aku kembali ke jalan mencari motorku. Aku kembali tancap gas dan berjalan pulang.
Elramdid kekasihku, pacarku, pujaanku, cintaku.
Kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi kemudian. Kupasang senja yang kuambil lantas kukirimkan senja yang asli. Ini untukmu, lewat pos. Aku ingin mendapatkan apa yang kulihat pertama kali di sini.
Elramdid yang tampan, paling tampan dan akan selalu tampan.
Terimalah sebentuk senja itu, hanya untukmu, dari seseorang yang ingin membahagiakanmu. Awas hati-hati dengan lautan dan matahari itu, salah-salah cahayanya membakar langit dan kalau tumpah airnya bisa membanjiri permukaan bumi.
Dengan ini kukirimkan pula kerinduanku padamu dalam doa, dengan cium, peluk, dan bisikan terhangat, dari sebuah tempat yang paling sunyi di dunia.
Selamat ulang tahun untukmu di Tanah Humba.
Tuhan Yesus memberkatimu😇🤗.
Bikoen, 29 April 2020
Editor: Heronimus Bani
Sebuah karya sastra yang rancak.Barisan kata yang memesona sarat makna
terima kasih telah membacanya… Selamat menunaikan ibadah puasa di Ramadhan ini.