Pantangan Makan Daging Anjing di Beberapa Suku Kabupaten Sabu Raijua

Oleh: Jefrison Hariyanto Fernando, S.I.P

Dalam kamus bahasa indonesia yang sudah disempurnakan pantangan dapat diartikan sebagai larangan dalam melakukan sesuatu hal tertentu. Pada tulisan ini, pantangan lebih difokuskan pada pelarangan memakan suatu makanan bagi sebagian orang. Larangan tersebut merupakan hal mutlak sebenarnya jika harus dilakukan secara iklas tanpa terprovokasi dengan hal-hal dari luar .

Bacaan Lainnya

Anjing merupakan hewan yang sangat digemari oleh banyak orang akhir-akhir ini. Kegemaran terhadap anjing tidak saja sebagai hewan peliharaan, tetapi selain itu orang juga gemar mencicipi dagingnya yang begitu lesat. Mencicipi daging anjing tentu dengan adanya mitos yang beredar dikalangan masyarakat bahwa daging anjing menambah stamina bagi para lelaki.

Memakan daging anjing dalam kenyataannya tidak semua orang suka, ada yang dilarang karena aturan yang memaksa agar tidak boleh memakan daging anjing, ada juga yang jijik karena anjing sering memakan sembarangan makanan diluar termasuk hajat manusia sehingga kebanyakan orang tidak suka memakan daging anjing karena alasan tersebut.

Selain itu, ada juga yang tidak suka memakan daging anjing karena ketakutan terserang penyakit rabies yang virusnya bisa ditularkan melalui anjing.

Pada konteks tulisan ini penulis ingin memfokuskan pada pantangan memakan daging anjing karena unsur sejarah dan budayanya. Tentu kita pasti ingat aturan-aturan di negara eropa bahwa warga negara dilarang memakan daging anjing dan itu ada sejarah sehingga aturan itu dibuat.

Salah satu pendapat yang berkembang di kalangan masyarakat saat ini yaitu karena anjing merupakan binatang penolong saat terjadi keadaan darurat. Pendapat tersebut lalu diimplementasi dalam sebuah aturan di inggris karena punya sejarah yang mirip
dengan sejarah yang terjadi di Sabu Raijua kususnya pada udu atau suku napu jara di kecamatan sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua.

Sejarah di Inggris membuktikan bahwa anjing bisa menyelamatkan manusia yang sedang darurat. Pada satu saat salah seorang tuan dari satu ekor anjing mengalami penyakit asma, yang mana di rumah mereka hanya ada si tuan anjing dengan anjing kesayangannya. Sehingga pada waktu itu pertolongan pada si tuan anjing tersebut menjadi sangat penting.

Anjing itu berusaha mencari pertolongan dengan cara berlari ke rumah tetangga sebelah untuk memberitahukan si tuannya dengan cara menggonggong tetangga dari si tuan anjing tersebut. Berkat pertolongan anjing tersebutlah, tetangga si tuan anjing berusaha untuk mengetahui apa maksud dari anjing, dan ternyata tuan anjing sedang membutuhkan pertolongan .

Sejarah serupa juga sebenarnya sudah dimulai dilakukan di kabupaten Sabu raijua sejak ribuan tahun yang lalu sebelum negara-negara eropa memperlakukan dan menjunjung tinggi hak hidup binatang dalam hal ini anjing serta menganggap anjing sebagai binatang penolong bagi manusia.

Sejarah tersebut terjadi pada udu atau Suku Napu Jara di kecamatan Sabu Liae, di mana kepala suku atau orang yang dituakan dalam kelompok udu yang bernama Hari Judda melakukan perjalanan ke kecamatan Hawu Mehara dan di sana dia mengalami sebuah musibah yang terjadi pada dirinya sendiri yaitu orang Mehara membunuh serta memutilasinya. Potongan-potongan tubuh Hari Judda tersebut dibuang oleh orang Mehara ke dalam AI MADDA HOLLO ( sumur yang berbentuk bulat).

Harri Judda sendiri merupakan kepala suku atau orang yang dituakan pada udu Nadai, Napuju, Naleru, Napulai, Napuhara di kecamatan Sabu Liae yang punya hewan kesayangan satu ekor anjing dan satu ekor ayam sehingga ke mana pun dia pergi pasti membawakan kedua hewan kesayangannya.

Selanjutnya pada saat kejadian, di mana Harri Judda dimutilasi di Hawu Mehara dan potongan tubuhnya dibuang ke dalam AI MADDA HOLO atau sumur yang berbentuk bulat. Menurut cerita orang Napuju, Naleru, Napulai, Napujara bahwa kedua ekor hewan kesayangan Harri Judda itulah yang membantu mengangkat potongan tubuh dari dalam AI MADDA HOLO tersebut ke atas dan anjing juga yang berperan penting untuk menyambungkan potongan tubuh Harri Judda untuk kembali utuh seperti semula sehingga bisa hidup kembali.
K

Ketika Harri Judda hidup dan dia kembali ke kampungnya di kecamatan Sabu Liae, maka Ia pun bercerita tentang kronologi musibah yang menimpahnya di kecamatan Hawu Mehara kepada seluruh anak suku Nadai, Napuju, Naleru, Napulai, Napujara yang ada di Kecamatan Sabu Liae serta menceritakan tentang pertolongan oleh ayam dan anjing sehingga dirinya hidup kembali serta pulang dengan selamat ke Sabu Liae.

Pada saat itulah UDU Nadai, Napuju, Naleru, Napulai, Napujara timbul rasa syukur terhadap jasa anjing dan ayam yang telah menyelamatkan Harri Judda sehingga terjadi musyawara mufakat di kalangan anak suku untuk menghargai dan memberikan penghargaan terhadap kedua binatang tersebut. Hasil musyawara dan mufakat yang dilakukan oleh ana Udu Nadai, Napuju, Naleru, Napulai, Napujara terhadap penghargaan kepada dua binatang yang telah menyelamatkan nyawa Harri Judda yaitu awalnya membuat keputusan bahwa seluruh anak suku yang berada di Kecamatan Sabu Liae dilarang membunuh dan mengkonsumsi daging ayam dan daging anjing sebagai bentuk ucapan terima kasih dan penghargaan terhadap kedua hewan tersebut dengan menjunjung tinggi dan menghargai hak hidup kedua binatang tersebut. Akan tetapi di kemudian hari terjadi lagi perdebatan soal keputusan tersebut, di mana ayam menjadi binatang yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan orang sabu untuk dipakai dalam seluruh ritual adat mereka yaitu mulai dari bulu ayam, darah hingga daging ayam.

Dalam sebuah keputusan tentu ada sanksi jika dilanggar, misalnya saja regulasi di Australia yang melarang untuk membunuh dan memakan daging anjing, jika hal itu dilanggar maka warga negaranya harus membayar denda ke negara. Akan tetapi pada saat itu di Kecamatan Sabu Liae khususnya di Udu Napu Jara, keputusan tersebut melalui sebuah ritual khusus untuk melakukan perjanjian dengan para leluhur bahwa jika orang Napu Jara melanggar keputusan dengan melakukan tindakan mengkonsumsi daging anjing maka tubuh orang Napu Jara akan diserang penyakit kudis serta lutut akan bengkak dan sakit sehingga sulit berjalan. Hal itu masih dialami dan dirasakan oleh orang Napu Jara di kecamatan Liae hingga saat ini.

Sedangkan untuk ayam sendiri sudah menjadi binatang utama dan sangat diperlukan dalam seluruh ritual adat di Sabu Raijua, atas dasar tersebutlah maka keputusan musyawara dan mufakat yang dilakukan oleh Udu Nadai, UDU NAPUJU, NALERU, NAPULAI, NAPUJARA dengan melarang ana UDU DO NAPPU JARA untuk membunuh serta memakan daging ayam dirubah. Oleh karena itu, hingga saat ini keputusan tersebut masih dilaksanakan oleh UDU atau suku di kecamatan Sabu Liae walaupun sudah banyak dari mereka yang menganggap bahwa itu hanya mitos belaka.

Kesimpulan dari tulisan ini dapat saya tarik bahwa sebelum negara-negara eropa menghargai dan menjunjung tinggi hak hidup binatang, di Sabu Raijua sudah terlebih dulu melaksanakan tata aturan tersebut. Sekian dan terima kasih n semoga bermanfaat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *