Amarasi-infontt.com,- Dana Desa kian menarik diperbincangkan akhir-akhir ini, dimana anggaran yang disalurkan oleh pemerintah Indonesia ini dimaksudkan untuk membangun serta bisa merubah keadaan menjadi lebih baik, terutama untuk kebutuhan masyarakat umum.
Namun banyak sekali Kepala Desa yang salah menggunakan anggaran Dana Desa. Ini dibuktikan dengan pemberitaan terkait penyelewengan dana desa oleh aparat desa selaku pengguna anggaran dan penanggung jawab anggaran.
Salah satunya yakni Desa Enoraen, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang. Masyarakat di desa ini mengeluh karena banyaknya pekerjaan dan juga proses pengelolaan dana desa yang kurang transparansi oleh Kepala Desa Enoraen, Fransiskus Ton.
Menurut salah satu masyarakat Desa Enoraen, Alfaksai Haumeni yang ditemui infontt.com, Selasa (1/8/2018) siang mengatakan pekerjaan Embung yang dianggarkan dari Dana Desa tahun 2018 tidak sesuai dengan apa yang disepakati bersama saat rapat koordinasi tingkat desa.
Menurutnya proyek desa ini seharusnya pekerjaan padat karya, dimana harus dikerjakan oleh masyarakat desa sendiri. Namun yang terjadi Kelapa Desa mendatangkan pihak kedua atau kontraktor untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
“Anggaran yang kami dengar itu enam puluh juta dan kami sendiri tidak pegang RABS. sedangkan alat berat turun ke lokasih tanggal 29 Juni 2018, dua hari setelah Pilkada Kabupaten Kupang,”ujar Haumeni.
Haumeni pun menegaskan jika item pekerjaan tersebut sesuai dengan aturan harus padat karya maka seharusnya Kepala Desa tidak mendatangkan pihak kedua untuk kerja.
“Sesuai rapat kami yang kerja, jika nanti dalam perjalanannya kami masyarakat tidak mampu baru dibuat berita acara ketidaksanggupan secara bersama untuk carikan solusi,”ungkapnya.
Yang aneh dari pekerjaan embung ini menurut Haumeni ketika akan dicairkan dana tahap dua. Dimana masyarakat didesak untuk berkumpul dan menuju lokasi embung untuk foto bersama sebagai bukti lampiran pertanggung jawaban agar dapat mencairkan anggaran berikutnya.
“Waktu ada pelatihan di kantor desa tanggal 25 Juli kemarin ada desakan untuk TPK dengan pemerintah desa untuk buat foto dokumen asli waktu awal kerja sebagai lampiran untuk pencairan tahap berikutnya. Dari desakan ini, kemudian mereka kumpulkan kami masyarakat menuju lokasi embung untuk ambil dokumentasi,”jelasnya.
Ia menambahkan setelah sampai ke lokasi embung, menurut pengakuan Haumeni, Kepala Desa meminta masyarakat untuk pindah ke lokasi lainnya untuk diambil dokumentasi awal kerja. Namun masyarakat menolak lantaran sejak awal pekerjaan masyarakat tidak pernah dilibatkan sedikitpun.
“Dilokasi tersebut juga, Kepala Desa meminta masyarakat menandatangani berita acara dan daftar hadir. Kami lalu tanya hok (upah) kami, dan bapa desa menjawab bahwa tujuan datang kesini untuk foto dan tanda tangan saja,”ujarnya kesal.
Hal aneh inilah yang kemudian membuat salah satu tokoh masyarakat, Sem Teuf mengarahkan masyarakat marah dan meninggalkan lokasi embung tersebut.
“RAB kami masyarakat tidak tahu, papan informasi tentang pagu anggaran pun tidak ada. Jadi kami berharap agar Tipikor bisa turun periksa dan audit anggaran dana desa Enoraen,”ujar Haumeni.
Awak media juga berusaha mengkonfirmasi via telepon, (01/8) salah satu tokoh masyarakat Desa Enoraen, Sem Teuf yang ikut hadir pada saat kejadian.
Sem Teuf pun menuturkan hal yang sama, dimana pada saat itu Kepala Dusun III meminta masyarakat pergi ke lokasi embung untuk foto dan tanda tangan.
“Sesuai kesepakatan bersama di desa bahwa pekerjaan tersebut harus masyarakat yang kerja karena itu pekerjaan padat karya. Namun kepala desa kasih turun eksa (alat berat) untuk kerja tanpa melibatkan masyarakat,”ungkap Sem.
Menurut Sem, sesuai juknis seharusnya jangan melibatkan pihak kedua. Namun kepala desa sebagai pengguna anggaran tidak menyetujui hal tersebut.
“Waktu kepala desa panggil cv (pihak kedua) pun kami masyarakat tidak tahu. Jadi saya sebagai tokoh masyarakat tidak menyetujui hal ini,”ujar Sem Teuf.
Ia menambahkan setelah masyarakat pulang, akhirnya RT, Kepala Dusun sampai Kepala desa sendiri yang foto, dan sebagai masyarakat dirinya tidak bisa menerima hal ini.
“Dengan kejadian ini maka kami merasa TPK dan Kepala Desa sudah menipu masyarakat karena tahun 2018 ini RAB pun kami tidak tahu,” ungkapnya.
Untuk diketahui bersama bahwa sejak Januari 2018, pemerintah menetapkan pola baru dalam pemanfaatan dana desa se-Indonesia.
Alokasi dana desa bakal difokuskan ke sektor padat karya. Demikian keputusan yang diambil oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Salah satu contoh padat karya adalah proyek infrastruktur. Proyek itu akan dikerjakan secara swakelola. Pekerja proyek diserap dari warga setempat. Dengan demikian, dana desa tidak hanya digunakan untuk membeli bahan material infrastruktur saja, melainkan juga untuk membayar honor pekerja.
Mengenai berbagai aturan dan petunjuk teknis lainnya bisa dicermati lebih mendalam pada ‘Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 untuk Padat Karya Tunai’ yang sudah diterbitkan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi tahun ini.
Petunjuk teknis yang berisi 33 halaman bertujuan sebagai upaya pemerintah dalam memberikan pengendalian, pembinaan dan petunjuk agar pengelolaan Dana Desa untuk kegiatan padat karya tunai bisa tepat sasaran.(*Julio Faria & Yongki Bell)