Tugas Siswa, Mencatat! Tugas Guru?
Pengalaman agak buruk, ketika anak saya berada di Kelas X Semester pertama tahun 2017 ini. Setelah tes awal, ia dikategori berada dalam kelompok siswa Kelas Matematika dan Ilmu Alam (MIA). Tahun Pelajaran berlangsung sejak 17 Juli, namun mereka baru mengikuti pelajaran setelah upacara HUT Proklamasi 2017 ini. Ada alasannya, masih menunggu hasil tes psikologi. Lalu, berkeliaranlah mereka selama masa menunggu.
Ketika tahun pelajaran dimulai, para guru mengejar target pencapaian kurikulum alias materi mesti selesai diprosesbelajarkan. Salah satu pendekatannya adalah, mencatat. Entah alasan apa? Guru memberi tugas pada siswa Kelas MIA, terutama meancatat. Mencatat menjadi tugas penting. Setiap pulang sekolah anak saya selalu mengeluh. Mencatat, mencatat, mencatat. Saya tidak tinggal diam. Saya tanyakan, mengapa? Jawabannya, tidak mengetahui mengapa sang guru tidak memberi pelajaran tetapi lebih banyak mencatat. Catatan bertumpuk di atas 40 halaman. Hati ini galau juga melihat anak saya mencatat berjam-jam sepulangnya dari sekolah. Lalu, saya pun membatin, apa tugas guru di sekolah? Jangan-jangan tidak memiliki ketrampilan dasar mengajar seutuhnya??
Saya sederhanakan masalahnya. Anak saya (dan teman-temannya) diwajibkan mencatat materi pada mata pelajaran Matematika dan Kimia. Unik! Matematika dicatat, berhalaman-halaman. Kimia dicatat, berhalaman-halaman. Bukankah kedua mata pelajaran itu harus diprosesbelajarkan dengan metode yang tepat sesuai karakternya?
Semoga tidak terjadi di banyak sekolah sebagaimana terjadi di SMA dimana anak saya menjadi salah satu peserta didiknya.