Oleh Naranto Makan Malay,S.Pd.,M.Hum.
Staf dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia di FKIP Undana
Sebelum memulai tulisan ini saya pernah mengalami masa di mana guru SMA saya dikerjai oleh teman sebangku saya dengan pura-pura taat dan sadar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan cara mengucapkan kata paham pada guru saat guru menanyakan kalimat seperti ini; sudah kah kalian paham materi yang Pak berikan? Jawab teman sebangku saya dengan suara yang paling lantang dan membanggakan kepada guru kami yang bernama Pak Albert;”PAHAM PAK Albert” Pak guru tersenyum dengan bangganya atas jawaban muridnya itu, namun teman sebangku saya berkata dengan pelan kepada saya; “Naranto kamu tahu kah arti saya katakan PAHAM PAK Albert kepada Pak guru? Saya menggelengkan kepala seraya berkata; “Tidak tahu teman”. Lalu Teman saya berkata; “PAHAM PAK Albert dalam benak saya itu artinya ’Pasti Aku Hanya Akan Mengantuk, Pulang Akhirnya Kutertidur wahai Albert Einstein ”. Akhirnya barulah aku tahu betapa semangatnya temanku saat mengucapkan kalimat ini padahal selama pelajaran berlangsung di kelas pandangannya selalu kosong karena ia sering istirahat malam di atas pukul 03.00 Wita. Dari pengalaman ini saya berpikir kesadaran berbahasa dan cara memahami bahasa yang baik dan benar dari segi konteks pemaknaan kaidah sebenarnya sudah dicederai oleh pengguna bahasa itu sendiri. Ini menjadi awal yang buruk dalam kesadaran memakai bahasa Indonesia. Dari pengalaman inilah yang membuat saya mencoba menulis tentang judul “Perbedaan Kesadaran Orang Yahudi dan Orang Indonesia dalam Memakai Bahasa Resminya”
Dalam peradaban sejarah manusia dari masa ke masa di muka bumi ini, tentunya bukan hal yang aneh kalau kita mendengar suatu suku atau bangsa yang disebut Yahudi. Apa yang perlu diketahui dari suku Yahudi? Tentunya sudah diketahui bahwa salah satu bangsa yang dianggap jenius dimuka bumi ini yaitu bangsa Yahudi. Ada beberapa faktor yang menguatkan orang Yahudi dianggap jenius yaitu; cara mengkonsumsi makanannya, pengenalan waktu anak masih dalam kandungan Ibunya tentang ilmu pengetahuan dan salah satu penguatnya yaitu fokus dalam suatu hal yang digeluti biasanya anak terlebih dahulu semasa kanak-kanak dilatih untuk membidik anak panah atau dilatih menembak dengan tepat.
Dalam tulisan saya kali ini tentunya timbul suatu pertanyaan yang besar di benak saya yaitu mengapa bangsa Yahudi sangat peka dalam cara pemakaian bahasa asal mereka? Di sinilah timbul hal atau kebiasaan yang terjadi dalam kehidupan orang Yahudi yang tertulis dalam suatu buku tulisan ahli bernama Rahel Halabe. Beliau adalah seorang praktisi pendidikan Bahasa Ibrani yang terkenal di kalangan Yahudi dan menulis sebuah pengantar bahasa Ibrani yang berjudul “The Introduction to Biblical Hebrew the Practical Way“.Dalam tulisannya, Halabe menjelaskan betapa pentingnya penguasaan bahasa Ibrani bagi seorang anak Yahudi. Halabe berujar adalah tindakan fatal bagi bangsa Yahudi jika memperlakukan bahasa Ibrani sebagai bahasa kedua karena disitulah terletak kecerdasan awalnya mengenal ilmu pengetahuan. Alasan Halabe sangat beralasan, sebab bahasa Ibrani bagi seorang anak Yahudi, tidak saja semata-mata menjadi tuntutan teologis tapi bahasa Ibrani adalah representasi kultur atau budaya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas seorang Yahudi sebagai awalnya asal usul peradaban orang Yahudi di permukaan bumi ini.Maka itu, menurutnya, cara awal agar seorang anak Yahudi dekat dengan bahasa Ibrani amat tergantung dari orangtuanya. Orangtua Yahudi, kata Halabe, sudah harus memperkenalkan bahasa Ibrani dan bukan bahasa lainnya tepat ketika bayinya lahir bahkan sebelum lahirpun orangtua sudah mendoakan anaknya agar kelak anaknya lahir dapat pandai berbicara dalam bahasa tradisi mereka Ibrani untuk suatu hal yang disebut kebenaran di kehidupannya. Orangtua dituntut untuk memperkenalkan bahasa Ibrani dengan cara seperti menyanyikan bahasa Ibrani dan membiasakan berbicara kepadanya saat awal-awal seorang anak Yahudi hadir dalam kehidupan nyata. Hal ini sudah semacam sistem koneksi tingkat canggih yang berada di kepala atau otak orang Yahudi dalam menghargai dan menghormati bahasa asal mereka baik orang Yahudi yang berada di Israel maupun yang berada di luar Israel dari masa ke masa semenjak mulainya peradaban bangsa Yahudi di muka bumi ini.
Kini setelah mereka (orang Yahudi) bersatu dalam negara Israel, Yahudi bisa dikatakan bangsa yang sangat memperhatikan warisan bahasanya. Di Israel kini Bahasa Ibrani menjadi kurikulum wajib di tiap sekolah. Mata pelajaran bahasa Ibrani menjadi mata pelajaran utama di tiap jenjang pendidikan. Jalan-jalan di Israel pun mayoritas ditulis dalam bahasa Ibrani. Zionis Israel memberikan nama-nama dengan bahasa Ibrani untuk desa-desa di wilayah negara mereka.
Dari pemaparan di atas, ada hal yang perlu dicari tahu hal positifnya yaitu perbedaan kesadaran pemakaian bahasa orang Yahudi yang sejak balita sudah timbul kesadaran dalam mencintai bahasa asli mereka yaitu bahasa Ibrani dibandingkan orang Indonesia. Barangkali tidak jauh berbeda dengan loyalitas berbahasa kita saat ini. Jangan-jangan juga, orang yang mengaku salah satu masyarakat bangsa Indonesia hanya menggunakan bahasa Indonesia karena berbagai pertimbangan-pertimbangan. Loyal terhadap bahasa Indonesia karena memang sebagai warga Indonesia yang baik tentunya menggunakan bahasa Indonesia. Malu akan keberadaannya sebagai warga Indonesia. Padahal seharusnya loyalitas berbahasa itu tidaklah terikat hal-hal demikian.
Jika masih keloyalan berbahasa Indonesia masih terikat seperti hal-hal di atas, kita boleh megatakan bahwa sebenarnya dalam hati kecil kita sudah memaksakan diri. Selain keharusan dan kepatuhan pada perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang terdapat dalam UUD 1945 Bab XV pasal 36 tentang bahasa negara, penutur itu juga akan sangat berhati-hati saat menggunakannya. Kalau demikian, keloyalan terhadap bahasa Indonesia didasari oleh rasa keterpaksaan saja.
Hal itulah yang menambah keyakinanku bahwa mengapa para pelajar lebih mengakui nilai prestise bahasa asing (Inggris dan Korea) serta bahasa Alay yang lebih tinggi daripada bahasa Indonesia. Selama rasa kesadaran tidak ditanamkan dalam hal berbahasa, selama itu pula ia akan memiliki anggapan bahwa berbahasa Indonesia yang baik dan benar hanyalah sebatas jargon semata. Lebih baik saja pemerintah malukakan pemaksaan-pemaksaan terhadap masyarakatnya sebab pada kenyataannya sejauh ini kita lebih dominan terpaksa menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Namun, jika hal itu dilakukan yang timbul adalah pemberontakan-pemberontakan berbahasa. Justru akan menimbulkan konflik-konflik kebahasaan. Selain itu, hal itu akan mustahil dilakukan sebab dengan keberagaman bahasa daerah yang dimiliki oleh penutur bahasa yang ada di seluruh Indonesia. Hal yang patut dinantikan hanyalah harapan akan kesadaran berbahasa Indonesia benar-benar tumbuh dan berbuah saat menggunakan bahasa Indonesia.
Kita tentu mengetahui bahwa salah satu pembentuk sebuah negara adalah adanya sebuah bahasa yang dapat mempersatukan pikiran,gagasan, persepsi, perasaan dan tingkah laku masyarakat di suatu negara yang baru dibentuk. Bahkan sebuah bahasa pun dapat menentukan maju mundurnya sebuah peradaban hidup di muka bumi ini. Hal ini disebabkan karena dalam segala aspek dan bidang kehidupan manusia tidak akan luput dari sarana atau alat komunikasi satu-satunya sebagai penyampaian ilmu pengetahuan tercanggih yang merubah peradaban manusia ke masa akan datang yaitu bahasa, baik lisan maupun tulisan. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak bisa disebut Homo Homini socius (Makhluk sosial). Tanpa adanya bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak akan adanya pemahaman yang pasti atau kesadaran yang benar akan pentingnya bahasa Indonesia bagi generasi penerus kita terutama di wilayah perbatasan yang sulit dijangkau dengan transportasi darat dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Akhir kata Salam hormat untuk para pembaca.