Pengantar
Beberapa hari yang lalu saya ikut sibuk membantu dalam urusan perkawinan adat sepasang kekasih. Saya, lantas berefleksi di dalam judul sebagaimana yang tertera sekarang ini, dan pembaca sedang membacanya.
Saya menuliskannya dalam Bahasa Timor-Amarasi, dan terjemahannya secara harfiah dalam Bahasa Indonesia seperti ini: suami-isteri: satu napas-satu roh; satu darah-satu garis keturunan.
Judul ini saya pertahankan untuk tidak diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia karena kandungan maknanya. Namun saya harus dan berkewajiban memberitahukan artinya dengan menerjemahkannya menjadi suami-isteri: senapas-seroh; sedarah-seketurunan
Bersuami dan beristeri (Amarasi: fee-mone; mafe’e-mamone’ menjadi salah satu dambaan mayoritas insan manusia. Seseorang pemuda akan menjadi suami bila telah mengambil seorang gadis terpilih menjadi isteri, dan seseorang gadis akan menjadi isteri bila ia telah menerima dan mengakui seseorang pemuda sebagai suaminya.
Perkawinan bukanlah satu permainan layaknya anak-anak bermain masak-masak (Amarasi:tao babaf, dimana ketika bosan bermain, merekapun bubar dan melupakan peran dan fungsi, bahkan dialog-dialog dalam permainan itu. Perkawinan, dimana sepasang suami-isteri telah saling menerima, maka selanjutnya ikatan batin dan roh akan merekatkan seerat-eratnya dua insan berbeda jenis kelamin, dan rumpun-rumpun keluarga.
Apa kata alkitab, Firman Tuhan tentang kehidupan suami-isteri? Alkitab sebagai buku yang berisi Firman Tuhan dan berbagai ragam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kehidupan keluarga-keluarga. Satu di antaranya adalah keluarga pertama di dunia yaitu Adam dan Hawa.
Fee-Mone: Snasaf mese’ – Smanaf mese’
Harfiah ungkapan di atas: isteri-suami: napas satu, roh satu. Maksudnya, senapas-seroh. Ketika Tuhan Allah mengambil debu tanah, membentuknya menjadi manusia, IA menghembuskan napas ke dalam tubuh/bentuk bangunan itu melalui lubang hidung. Napas itu dalam bahasa Timor-Amarasi snasaf. Snasaf menjadi penyebab pertama si tubuh sehingga ia menjadi satu kehidupa baru.
Lalu, darimana smanaf di dalam bangunan tubuh manusia? Datangnya dari Tuhan Allah sendiri,
sesuai pernyataan Kitab Suci. … Roh Allah (Amarasi: Asmaan Akninu Uisneno – Smanaf) sendiri yang melayang-layang di permukaan air. … Dalam teks berbahasa Timor-Amarasi kalimatitu berbunyi: Uisneno In Asmaan ee nabra-rae nbi oe je fafon … Pada saat smanaf ditiupkan masuk, maka detik yang sama Tuhan Allah memasukkan smanaf ke dalam bangunan tubuh manusia. Maka, berkediplah mata, bergeraklah kaki-tangan, terbangunlah telinga dan terjagalah perasaan.
Fee-Mone: Naa’ mese’-Naaf mese’
Terjemahan lurus: isteri-suami: darah satu-darah (keturunan) satu. Maksudnya, sedaging-sedarah (dan anak-anak). Tuhan Allah membuat Adam tertidur. Ia mengambil tulang dari rusuknya Adam. Ia membangun satu bangunan baru. Ketika Adam terjaga dari tidurnya, ia terbelalak. Perasaannya bergejolak, lalu berkata, “Ini dia tulang dari tulangku, dan daging dari dagingku!” Kesendirian menjadi penyebab keterasingan Adam di Taman Eden. Perasaan (Ing:emotion) itu “terjaga” gejolak hati melahirkan puisi indah tanpa basa-basi. Dalam bahasa Timor-Amarasi berbunyi: “Haaa! Esai fe’! Ia ro natai nok kau! In nuif ein huma’ mese’ nok au nu. Ma in sisin huma’ mese’ nok au sisik.”
Pernyataan bernada puitis oleh Adam tidak menggombal karena ia sedang menjomblo. Ia justru memuji sekaligus membuat pengumuman bahwa mereka berdua seimbang dalam tampilan, berbeda tugas dan fungsi. Hal ini untuk saling melengkapi. Itulah sebabnya saya menyebutkannya sebagai sedarahta adanya, dan kesedarahan itu nyata ketika mereka menerima tugas pro creator (mengandung dan melahirkan). Mereka yang lahir dari rahim dan kandungan ibu, kelahiran itu diawali dari kebersamaan hidup sebagai suami-isteri.
Penutup
Pasangan suami-isteri yang serasi, mengantar kehidupan rumah tangga yang harmonis. Rumah tangga yang serasi dan harmonis hendaklah memancarkan “setarikan napas” oleh adanya satu roh. Pancaran kehidupan yang demikian itu menggambarkan kesedarahan karena bangunan tubuh yang nampak sama, namun beda fungsi.
Terima kasih. Kiranya berkenan.
Penulis: Heronimus Bani