Alasan utama ya pemangkasan terjadi karena banyak ya guru yang tidak berhak menerima tunjangan tetapi mendapat tunjangan, antara lain guru pemilik sertifikat profesi yang telah pensiun, mutasi, promosi, tidak dapat memenuhi beban mengajar 24 jam, dan tidak linier dengan sertifikat pendidiknya. (M.Fajar Satria, kompasiana.com)
Sementara itu para wakil rakyat di Senayan masih terus berteriak lantang agar pemotongan tunjangan profesi guru tidak dilakukan karena melanggar konstitusi (acehterkini.com 29/08/16). Suara-suara yang menolak pemotongan TPG selain dari Senayan datang pula dari organisasi profesi guru seperti IGI dan PGRI. Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhamad Ramli Rahim mengatakan, “Kami minta tunjangan profesi guru jangan ditahan. Sebab menahan tunjangan profesi guru ini akan berdampak luar biasa terhadap kondisi pendidikan Indonesia.” (republika.co.id 27/08/16).
Suara-suara seperti itu bukan saja terjadi di media on line, tetapi juga di media massa televisi, koran dan berbagai media sosial. Luar biasa tanggapannya sehingga para guru mules dan malas tak bergairah. Bila benar-benar Menteri Keuangan melakukan hal ini demi penghematan anggaran sesuai kebijakan Presiden Ir. H. Joko Widodo, maka para guru bersiap-siaplah untuk gigit jari.
Halo para guru di Nusa Tenggara Timur, halo pengurus PGRI Daerah provinsi NTT, dan pengurus daerah PGRI Kabupaten dan Kota di NTT, apakah berdiam diri melihat persoalan ini? Mari menyuarakan kepentingan bersama ini. Sebagai guru di desa, kami prihatin bila para pengurus PGRI kurang tanggap, atau telah tanggap tetapi kurang dalam penyebaran informasi.
Lihatlah blog Berita PNS, para guru menolak kebijakan ini. Apakah Menteri Keuangan mendengar? Ayo, bersiap-siaplah untuk gigit jari karena TPG yang dipangkas, sambil bertanya dimanakah pengurus PGRI kita? Halo guru NTT, mari bersuara … ! Atau mari menjadi orang SABAR.
By : Heronimus Bani