Puncak Sengsara di Jumat Agung

Heronimus Bani

Puncak Sengsara di Jumat Agung

Pengantar

Kaum Kristen telah melalui satu masa raya gerejawi yang disebut Minggu-minggu Sengsara Tuhan Yesus. Masa raya ini diperingati selama 7 minggu. Akhir dari masa raya ini adalah Jumat Agung. Hari yang satu ini diperingati sebagai hari Kematian Yesus, Manusia Tulen/Anak Manusia.

Beberapa peristiwa pengantar sebelum tiba pada Jumat Agung itu. Di antaranya, doa Yesus di Taman Getsemani. Ia ditangkap oleh segerombolan orang atas perintah para elit kaum Yahudi. Ia diperhadapkan pada Makhamah Agama, dipermainkan, diperolokkan dan dihina bahkan disiksa. Derita fisik dan non-fisik. Diperhadapkan kepada pemerintah Romawi pada gubernur (wali negeri) Pilatus. Unjuk rasa penolakan-Nya sebagai Raja orang Yahudi. Pawai penistaan-Nya menuju ke Golgota. Itulah penggalan tindakan “dramatis” kaum elit dan khalayak Yahudi pada saudara mereka sendiri. Pawai penistaan ini diikuti kaum sekuler dari Romawi yang diwakili oleh para tentara dan algojo pencabut nyawa.

Bacaan Lainnya

Puncak Sengsara di Jumat Agung

Apa yang terjadi pada hari Jumat itu yang kemudian disebut Jumat Agung? Golongan manapun mengetahui, bahwa pada hari itu Yesus disalibkan atas keputusan dan perintah Pilatus, sang Gubernur Propinsi Yudea, Kekaisaran Romawi. Hal yang menjadi pengetahuan global ini menjadi kontroversi/perdebatan. Kaum Kristen begitu meyakini akan peristiwa ini, sementara itu non-Kristen meragukan bahkan menolaknya.

Terlepas dari pengakuan dan atau penolakan, Alkitab/Kitab Suci kaum Kristen menceritakan detik-detik penyaliban Yesus. Semua kitab Injil mencatat peristiwa ini. Matius 27:11-55; Markus 15:21-32; Lukas 23:26-43; Yohanis 19:17-27. Catatan lengkap ini jelas menyaksikan kepada pembaca bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi.

Bagaimana “drama” penyaliban pada hari itu? Salah satu di antara ke-4 Injil yaitu Matius 27:32-55, mencatat detil “adegan demi adegan”.

Orang banyak membawa Yesus kepada Gubernur Pilatus sebagai “terdakwa”. Para elit agama Yahudi menuduh-Nya dengan tuduhan yang menyudutkan. Ia tidak membela diri. Gubernur Pilatus bertanya, Ia diam saja.
Kebiasaan kaum Yahudi pada perayaan Paskah yaitu menerima pembebasan orang terpenjara sebagai hadiah paskah. Diajukanlah dua orang Yesus atau Barabas. Barabas yang dikenal sebagai pemberontak dipilih para demonstran.

Selanjutnya, Gubernur Pilatus atas permintaan dan desakan massa, ia menjatuhkan hukuman mati dengan cara disalibkan pada Yesus. Ia pun tidak ingin menjadi bagian dari persekongkolan jahat itu. Ia mencuci tangannya. Sementara massa demonstran siap menanggung resiko, bahkan kepada keturunan mereka pun dipikulkan resiko itu.

Tidak ketinggalan para sekularis yaitu para tentara Romawi. Mereka pun ikut dalam arak-arakan penistaan dan perolokan itu. Makhota duri dirangkai dan dipasangkan pada kepala Yesus. Mereka memberi-Nya tongkat kerajaan. Lalu kepada-Nya mereka bersujud. Ketika mereka bangun dari sujud, justru air ludah yang diberikan kepada Yesus sebagai “persembahan” kepada sang raja. Puas. Mereka pun melepaskan pakaian-Nya. Menelanjangi-Nya. Merentangkan tangan-Nya di atas palang/salib dan tanpa keraguan sedikutpun, mereka mengambil paku. Paku-paku itu ditancapkan pada tangan dan kaki-Nya.

Penistaan dan perlokan yang tiada berakhir. Mereka menancapkan pohon kayu salib itu. Lalu di ujung atas kayu itu, di atas kepala Yesus mereka menempatkan tulisan, Inilah Raja Orang Yahudi.

Berhenti di situ? Tidak! Kata-kata sindiran yang sangat sarkasis dari elit dan khalayak masih terdengar. Bahkan, para penjahat yang disalibkan bersama-Nya pun ikut menjadi bagian dari penistaan itu.

Kejadian Luar Biasa pada Jumat Agung itu

Hal yang tidak disangka terjadi. Sekalipun Yesus di puncak kesengsaraan, Ia masih dapat berbicara. Ada do’a, ada pesan, panggilan pada Sang Ilahi. Ada ungkapan kepasrahan dalam kesendirian. Siksaan teramat sangat tanpa sedetikpun menarik napas, menyebabkan seluruh jiwa dan raga mengalami keletihan yang tiada tergambarkan dengan kata-kata. Ia haus. Tidak ada air segar yang diterima, justru anggur asam yang disuguhkan. Lalu berakhirlah kisah hidup-Nya sebagai Manusia Tulen.

Gelap gulita terjadi. Matahari seakan mewakili alam turut bersedih atas peristiwa dan tindakan brutal nan sadis massa. Mereka menyerahkan Yesus kepada kaum sekuler untuk menyiksa-Nya. Kematian telah menjemput-Nya. Kematian pada Orang yang semestinya bebas dari hukuman. Gorden pemisah ruang kudus dan maha kudus di Bait Allah terbelah.

Akhirnya, ada pengakuan yang keluar dari kaum sekuler: “Sungguh, Dia ini Anak Allah!”

Bagaimana dengan Kaum Kristen dewasa ini?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *