Balapan anak desa bergaya Anak Jalanan

Heronimus Bani

Serombongan anak-anak laki-laki bermain dengan ban bekas (sepeda motor). Menyenangkan? Ya, tentu sangat menyenangkan. Masa kecil sudah harus demikian. Anak-anak berkreasi dan berimprovisasi tentang jenis permainan apa yang tepat sesuai tingkatan umur dan jenis kelamin.
Anak-anak yang sudah bisa bermain di luar rumah adalah mereka yang sudah memasuki usia sekolah (TK, SD, atau bahkan SMP). Banyak jenis permainan dimainkan oleh mereka. Misalnya saya catat di desa (tempat tinggal penulis), sejak akhir Januari-awal Maret jenis permainan mereka adalah, gundu/kelereng/kaneker, lompat karet (tali mardeka), lontar karet (medi), sikadoka, dan gala asin. Sempat terlihat beberapa anak bermain congklak, tapi karena tidak diikuti mayoritas anak, maka mereka berhenti. Selanjutnya memasuki minggu ke-2 bulan Maret, mereka, khusus anak-anak lelaki permainannya bergeser menjadi balapan. Sesunguhnya permainan ini bukan sesuatu yang baru di kalangan mereka. Mereka akan berusaha mendapatkan ban bekas pakai dari orang tua atau dari pemilik sepeda motor yang bannya sudah tidak dipakai lagi. Biasanya anak-anak di pedesaan meminta dan mendapatkannya.
Lazimnya mereka balapan dengan jarak terjauh 100 m. Namun kali ini berbeda. Mereka memilih balapan jarak jauh.


Ini yang terjadi pada sekitar 10 anak laki-laki di desa Nekmese’ Kecamatan Amarasi Selatan Kabupaten Kupang. Rupanya mereka telah bersepakat untuk balapan jarak jauh. Sepulang sekolah, (tentu saja orang tua sudah memberi makan siang) mereka mengambil ancang-ancang balapan. Mengambil garis start di desa Nekmese’ mereka ke utara kurang lebih 1 km, ke arah timur menuju desa Koat-Tesbatan (Kecamatan Amarasi), kurang lebih 2 km jalan belum beraspal, dilanjutkan jalan beraspal mulai dari Koat-Tesbatan kemudian berbalik arah ke barat menuju desa Ponain yang sudah beraspal kurang lebih 5 km, lalu berputar kemerbali melalui Nunka’-Ponain yang jalannya beraspal, dan selanjutnya kembali ke Nekmese’ di jalan tidak beraspal kurang lebih 2 km.

Pembaca, bayangkangalah anak-anak ini menggelindingkan ban bekas di dua jenis jalan dalam jarak tempuh kurang lebih 10 km di dalam dua wilayah kecamatan.
Satu orang tua sibuk dan panik karena mencari-cari anakya di sekitar rumah tetangga tidak ditemukan. Para tetangga pun ikut mencari anak-anak mereka.
Seseorang mengabarkan melalui telepon bahwa ia bertemu dengan satu rombongan anak-anak lelaki di desa Tesbatan. Mereka sedang bermain ban (balapan). Orang tua ini pun menanti di rumah saja karena dikabarkan bahwa mereka berombongan.

Pembaca. Apa yang ada di benak anak-anak ini sehingga bermain ban dengan jarak tempuh sejauh 10 km? Jawabannya adalah, Sinetron Anak Jalanan. Ketika mereka berangkat ada yang berperan sebagai … sebagai … dan sebagai … sesuai tokoh yang diperankan para bintang sinetron itu. Anak-anak ini sangat bangga dengan perannya.
Pembaca. Siapa yang salah dalam hal ini: apakah media Televisi, atau para sineas, atau orang tua?
Motif ekonomi dan hiburan lebih menyolok dibanding edukasi dalam tayangan sinetron Anak Jalanan. Sayangnya, para orang tua terlebih ibu-ibu muda di desa-desa justru sangat gandrung sinetron ini. Lantas … .

Akhir kisah, anak-anak ini dimarahi, sedikit dirotani oleh para ibu yang setiap malam menonton Anak Jalanan. ???? atau !!!

Pos terkait