Sejernih bening Embun

Sejernih bening Embun

Temaram fajar menggodaku pagi ini.
Sebentuk rindu menggeser kenangan kelamarin.
Ketika ronta pengetahuan masih menggantung.
Dan nilai persahabatan mendayu hati.

Kicau burung berseloroh dan berceracap di antara kokok ayam.
Tak kalah pula jangkrik melengkingkan suaranya.
tak berniat ia berkompetisi pada ciap anak ayam.
Mereka saling berampasan mengumumkan datangnya fajar pagi ini.
Meong tersenyum di samping auk auk auk.
Tersipu malu temaram melipat kangkang hendak beranjak.

Kutengadah pada Sang Khalik.
Syukur berlimpah hatur kusembahkan.
Bertadah tangan tiadalah cukup.
Bersuara merdu diminta-Nya pula.
Mendengarkan Sabda-Nya wajib asasnya.

Oh desa…
Indahnya …

Kaki-kaki kaumku berderak gerak di jalan sepagi ini.
Mengejar beningnya titik-titik peneduh dahaga.
Bahu kekar mengangkat beban.
Hati galau dalam rindu di gerbang penantian.
Sang curahan masih terikat tambat,
Sementara kabar ribut hujan merobohkan rindu di arena beda.

Aku mencoba menggosok agar tergesek kenangan masa.
Di sana kutemukan keluguan dan ketulusan kaumku,
Pada perlakuan alam area gendongan dan pemangku hidup.
Benak menyimpan keagungan sikap, sebening titik embun pagi.
Terima kasih Tuhan untuk pagi ini.

 

 

Heronimus Bani

Koro’oto, 25 November 2019

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *