Sedikit Kabut di Jagad Desa Nekmese

Sedikit Kabut di Jagad Desa Nekmese
 
Beberapa hari ini, desa Nekmese sedang berada di satu titik waktu ziarah keberadaannya sebagai salah satu desa di Kabupaten Kupang yang sedang membangun dan mengembangkan kehidupan bermasyarakatnya dalam segala aspeknya. Program-program pembangunan ekonomi, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan terus digenjot sesuai visi, misi dan prgoram strategis yang dibuat oleh Kepala Desa Nekmese, Krismas J. Baok yang menduduki jabatan ini pada periode kedua kepemimpinannya. Langkah-langkah maju bagai diseret berhubung permasalahan yang dihadapi tidak sekadar dianggap sepele dan simpel. Beragam dan varian masalah selalu berjibun minta diprioritaskan.
Di antara program yang ditetapkan untuk mendapatkan prioritas yakni, pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Proses ini harus dilaksanakan berhubung anggota BPD periode sebelumnya telah berakhir masa tugas dan pengabdian mereka. Proses itu berlangsung dengan tahapan, pembentukan panitia, sosialisasi aturan yang sedikit ambigu sekaligus penjaringan bakal calon, pemilihan anggota BPD yang ditentukan hanya boleh 5 orang, dan pada akhirnya pelantikan anggota BPD di tengah seruan untuk menghentikan pertemuan-pertemuan yang bakal mengundang kerumunan. Keunikan terjadi pada saat pelantikan anggota BPD, tidak seorang pun rohaniawan (Pendeta) hadir. Mengapa? Waktu yang ditentukan itu bertentangan dengan isi surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa yakni, semua kegiatan yang membuat orang berkerumun ditiadakan. Maka, seorang penatua bertindak selaku rohaniawan. Ini tidak dianggap sebagai masalah.
Masih seputar pemilihan anggota BPD, terjadi sedikit friksi di dalam pemilihan Pimpinan BPD. Panitia mengarahkan pendekatan pemilihan Pimpinan BPD sebelum pelantikan. Muncul dua versi Pimpinan BPD. Versi pertama difasilitasi oleh Panitia, dan versi kedua tanpa sepengetahuan anggota BPD terpilih, muncul Pimpinan BPD dimana para anggota BPD harus menandatangani Berita Acara Pemilihan Pimpinan BPD yang baru. Terjadi friksi yang akhirnya dapat diselesaikan melalui musyawarah setelah pelantikan anggota BPD untuk periode 2021 – 2026. Satu masalah pemerintahan desa berakhir.
Program bidang pemerintahan desa yang segera harus diwujudkan yakni, seleksi perangkat desa Nekmese pada posisi Kepala Dusun dan Kepala Urusan. Tahapannya, pembentukan Panitia, sosialisasi aturan secara terbatas kepada kaum muda yang kiranya berminat menjadi perangkat desa. Jadilah di antara para muda mengajukan lamaran untuk mengikuti seleksi dan testing perangkat desa di bawah pengawasan dan pembinaan Camat Amarasi Selatan.
Proses itu berlangsung cepat. Seleksi dan testing dilangsungkan di desa Retraen. Hasilnya, khusus untuk desa Nekmese’ diumumkan di Kantor Desa Nekmese.
Pengumuman itu memicu kontroversi yang menurut kalangan tertentu, hal itu tidak sungguh-sungguh mencerminkan proses seleksi dan testing yang sesuai aturan. Seorang anggota masyarakat mengajukan protes kepada Panitia Seleksi Perangkat Desa Nekmese. Surat protes itu dikirimkan pula kepada beberapa instansi, termasuk kepada Bupati dan Wakil Bupati Kupang. Wakil Bupati Kupang memanggil pembuat surat protes yakni Aris Argintha Ora. Ia bertemu Wakil Bupati Kupang yang di dampingi Kepala Dinas Pembangunan Masyarakata Desa (PMD). Pertemuan dilangsungkan di ruang kerja Wakil Bupati Kupang. Hasilnya, Wakil Bupati Kupang meminta Camat Amarasi Selatan melakukan pemeriksaan prosedur seleksi dan testing perangkat desa Nekmese.
Sambil menunggu proses itu dilangsungkan oleh Camat Amarasi Selatan, Kepala Desa Nekmese dan Panitia Seleksi Perangkat Desa Nekmese mengadakan pertemuan dengan pembuat surat protes, Aris Argintha Ora. (AAO) Dalam pertemuan itu hendak diupayakan penyelesaian secara kekeluargaan, sementara AAO tetap bersikukuh pada perintah Wakil Bupati Kupang agar Camat Amarasi Selatan turun ke desa Nekmese.
Media sosial, khususnya feisbuk menjadi ramai. AAO menempatkan surat protesnya di dinding akunnya. Foto pertemuannya dengan Wakil Bupati Kupang pun diunggahnya di feisbuk. Pembacanya pun berdiskusi antara pro dan kontra pada tindakan AAO. Mereka yang pro memberikan suport kepada AAO. Mereka yang kontra menyebutnya sebagai berusaha menjadi pahlawan padahal masalahnya mudah diselesaikan dengan duduk bersama dalam musyawarah.
Kepala Desa Nekmese akhirnya muncul ke publik dengan menyampaikan permohonan maaf. Permohonan maaf ini pun bukan serta merta menyelesaikan masalah sebagaimana protes korektif yang dibuaat oleh AAO.
Sebagai awam yang kurang paham dunia pemerintahan desa dengan segala aturan yang mengatur dan menatanya, masyarakat tetap menunggu penyelesaian yang arif dan bijaksana. Patut disyukuri bahwa perdebatan itu terjadi di udara sehingga tidak seluruhnya mendarat pada pendengaran publik masyarakat desa Nekmese. Mereka mendengarnya pun tidak peka pada masalah ini, jika hendak disebutkan sebagai tidak peduli.
Masyarakat terus menjalani kehidupan mereka dalam suasana dimana ada dukacita dan keresahan atas penetapan zona merah dalam desa Nekmese. Dalam zona merah yang demikian, masyarakat pergi ke rumah duka. Dua peristiwa duka sudah terjadi.
Kiranya para pengambil kebijakan di desa yakni Kepala Desa, Pimpinan dan anggota BPD segera membenahi berbagai masalah dengan prioritas-prioritas.
Penulis: Heronimus Bani

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *