Mereka Menulis dalam Keluguan

Tulisan Siswa SD Kelas VI di Pedesaan

 

Bacaan Lainnya

Tulisan Siswa SD Kelas VI di Pedesaan

Oelamasi-infontt.com,- Setiap saat setiap orang mempunyai pengalaman dalam hidupnya. Entah pengalaman baik-buruk; senang-susah; bernilai atau sia-sia; membekas atau langsung hilang,dan lain-lain. Semua itu mewarnai keseluruhan waktu, tempat dimana insan individu maupun kelompok beraktivitas. Tidak terkecuali pada orang tua, orang dewasa, orang muda maupun anak-anak. Demikian pula tidak membedakan jenis kelamin, etnis dan agama, ras dan lainnya.

Pengalaman pada satu kejadian atau peristiwa yang sama pada satuan waktu yang sama, dapat saja dikisahkan secara berbeda oleh orang yang berbeda. Sejumlah orang berada dalam satu aktivitas yang sama, namun bila dimintai berkisah atas aktivitas itu, semuanya bisa sejalan tapi variasi diksi yang berbeda; bisa berbeda-beda hingga menimbulkan polemik berkepanjangan. Itulah pengalaman yang diterima dan diexploitasi dari aspek yang berbeda pada insan individu. Hal yang sama terjadi pada anak-anak yang sedang menjadi siswa pada berbagai tingkatan sekolah, mulai dari sekolah dasar.

Berikut tiga pengalaman yang ditulis oleh tiga orang siswa Kelas VI SD Inpres Nekmese’. Semua siswa mengikuti dan mengalami masa perayaan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-70 tingkat Kecamatan Amarasi Selatan yang dipusatkan di desa Nekmese’. Di antara 16 orang siswa kelas VI SD Inpres Nekmese’, ketika diminta untuk menulis kembali pengalaman mereka secara bebas, ada 5 orang bersedia, namun hanya 3 orang yang menyerahkan tulisannya. Ketiga orang itu pun dihadiahi Tabloit INFO NTT. Tujuannya agar mereka memperkaya diri dengan membaca.

 

  1. Yunita Benu

Ia menulis dengan judul: Cerita waktu Tujuh Belas Agustus. Isinya: Waktu 17 Agustus saya sangat senang karena merayakan HUT RI ke-70 tahun 2015. Kita merayakan kemerdekaan Indonesia dengan hati yang senang, ada banyak lomba yang kita hadapi untuk merayakan HUT RI yang ke-70. Saya sangat senang sekali untuk mengikuti lomba Paduan Suara untuk merayakan HUT RI. Saya sangat senang untuk melihat kakak-kakak Paskibra. Saya sangat senang karena kita merayakan HUT RI dengan memakai topi gewang. Akhirnya kita mengikuti upacara menaikkan bendera dan menurunkan bendera dengan memakai topi yang terbuat dari daun gewang. Saya senang sekali bersama teman-teman. Hati ini gembira sekali.

  1. Elti Ora

Ia menulis dengan judul: Cerita Pengalaman Tentang Perayaan HUT RI yang ke-70 tahun. Isinya: Pada waktu 17 Agustus dari berbagai sekolah datang untuk mengikuti upacara pembukaan. Pada saat upacara pembukaan anggota Paskibra berpartisipasi bersama. Tiga dari antara mereka yang akan mengibarkan bendera. Kami sangat senang karena negara Indonesia telah merdeka 70 tahun. Kami semua siswa SD Inpres Nekmese bersiap-siap mengikuti lomba Paduan Suara. Pada tanggal 16 siang, kami mengikuti lomba cerdas-cermat. Dalam lomba cerdas-cermat kami hanya mendapat nilai 225 tetapi kami senang karena dalam setiap lomba kita tidak mencari juara, tetapi harus berpartisipasi dan kerja sama antara satu teman dengan teman yang lain. Walaupun kami tidak mendapat juara, tetapi kami sangat senang bisa berpartisipasi bersama teman. Pada tanggal 16 malam, kami mengikuti lomba paduan suara. Kami juga tidak mendapat juara dalam lomba itu. Kami merasa sangat bangga kepada para pahlawan yang sudah gugur dalam perang demi mempertahankan negara Indonesia. Pada waktu lomba lari 3000 meter putri, teman kami Irma Tamonob bisa mendapat juara II dan mereka mendapat piala. Pada saat pidato berbahasa Inggris, Satap SMP Negeri 3 Amarasi Selatan mendapat juara I. Kami puas dengan perayaan HUT Proklamasi RI ke-70 tahun ini.

  1. Finni Taopan

Ia menulis dengan judul: Pengalaman Saya Waktu Tujuh Belas Agustus. Isinya: Pada waktu upacara pembukaan perayaan 17 Agustus, kami berbaris sesuai sekolah masing-masing. Upacara pembukaan dimulai, para tim platon menyiapkan pasukannya masing-masing. Sehabis upacara kami main bersama teman. Hari sudah mulai beranjak malam. Diumumkan bahwa sebentar lagi ada lomba menyanyi antar sekolah SD maupun SMP. Kami mau menonton. Hati kami pun gembira. Dipanggil nomor urut satu, tetapi karena tidak masuk maka dinyatakan gugur. Sehabis semua peserta menyanyi kami pulang ke rumah masihg-masing. Mereka yang datang dari desa tetangga, ada yang tidur di tenda mereka masing-masing. Keesokan harinya kami pergi bermain di lapangan. Kami menonton kakak-kakak anggota Paskibra yang sedang latihan. Sorenya kami pulang ke sekolah untuk bersiap-siap, karena kami akan menyanyi. Kami menyanyi dengan nomor undian 09. Setelah berpakaian, kami pergi ke lapangan. Kami disuruh panitia untuk tes panggung. Sesudah tes panggung kami disuruh menyanyi. Sehabis menyanyi kami disuruh guru kami untuk pulang ke sekolah untuk ganti pakaian. Sehabis ganti pakaian, kami ke lapangan untuk menonton kakak-kakak SMP yang sedang menyanyi. Berhubung sudah malam, kami pulang ke rumah masing-masing untuk tidur. Bangun pagi, kami bersiap-siap dengan berpakaian rapi untuk mengikuti upacara memperingati detik-detik proklamasi kemerdekaan RI. Sesudah upacara, dilanjutkan dengan lomba baca puisi. Sekarang giliran SD Inpres Nekmese’. Kami semua bertepuk tangan. Sesudah itu disusul dengan lomba pidato berbahasa Inggris. Panitia memanggil undian 1, undian 2, undian 3, kemudian undian 4, dan undian 5. Sehabis pidato, kami menonton lari putera 5000 meter dan puteri 3000 meter. Putra dimenangkan oleh siswa dari SMP Katolik St. Gregorius Buraen, dan putri dimenangkan oleh siswa SMP Kristen Nekmese. Siangnya kami menonton panjat pinang. Sesudah panjat pinang, kami mengikuti upacara penurunan bendera, disusul pengumuman pemenang dan pembagian hadiah. Meskipun kami tidak mendapatkan juara, tetapi kami senang karena bermanfaat bagi orang lain. Kami hanya berpartisipasi saja.

Apa dan bagaimana kesan pembaca? Bagi mereka yang sekedar melihat tulisan anak seperti itu, apa kesannya? Bagi orang dewasa yang suka membaca dan menulis, apa yang dapat diambil sebagai kesan dari tulisan ketiga anak ini? Bagi anak-anak yang tulisannya ditulis kembali oleh orang dewasa, selanjutnya masuk dalam dunia publikasi, apa kesan dan respon mereka? Sebagian guru yang melihat tulisan-tulisan itu bisa berbangga, bisa juga mencibiri. Komentar bisa muncul beragam: “Tulisan apa itu?” atau “wah, kami juga bisa!” atau “hanya itu saja, koq!” dan lainnya.

Saya mulai dari mereka yang hanya sekedar melihat. Mereka akan sambil lalu saja, mengomentari dengan kata-kata, “apa ini?”; “Tulisan belum bagus.”; “Struktur dan ejaan salah.”; “Tidak layak untuk dipublikasikan.”

Seorang guru yang melihat tulisan seperti ini dan berpikir sama dengan orang yang bukan guru (Bahasa Indonesia), maka ia pun akan memvonis anak sebagai belum tahu apa-apa. Tidak trampil berbahasa lisan dan tulisan. Bagi mereka yang suka membaca dan menulis, pasti mengikuti tulisan anak-anak dengan rasa bangga. Kepolosan mereka bercerita dengan bahasa yang sederhana. Ada kesantunan pada tulisan mereka. Mereka menyebut siswa SMP dan anggota paskibra sebagai kakak-kakak mereka. Mereka menggambarkan ketaatan pada guru dan panitia. Mereka juga menggambarkan suasana hati yang gembira. Ada kesan bahwa mereka tidak ingin menonjol-nonjolkan diri, dalam kalimat seperti, kita mengikuti upacara menaikkan bendera dan menurunkan bendera. Saya senang sekali bersama teman-teman. Hati ini gembira sekali (Yunita). Walaupun kami tidak mendapat juara, tetapi kami sangat senang bisa berpartisipasi bersama teman (Elti). Meskipun kami tidak juara tetapi kami senang karena bermanfaat bagi orang lain. Kami hanya berpartisipasi saja (Finni). Ini sikap yang bijaksana dari anak-anak. Bukankah mengikuti suatu kompetisi orang mengejar kejuaraan, hadiah, prestise dan nama yang melambung? Lebih banyak orang berharap, setiap perlombaan/pertandingan harus berakhir dengan kemenangan di pihak mereka. Jelas! Tidak ada pertandingan/perlombaan yang pemenangnya adalah semua peserta. Mesti ada yang menang, mesti ada yang kalah. Mereka yang menang, sudah pantas gembira, dan juga mendapatkan ganjarannya berupa hadiah dan nama yang melambung. Mereka yang kalah, ganjarannya adalah pulang dengan tangan kosong, dan kecewa. Bahkan bisa “berantem” dalam satu tim.

Berbeda dengan yang saya temukan dalam tulisan ketiga anak ini. Mereka menggambarkan suasana hati yang tidak ada kekecewaan. Bermanfaat dan Partisipasi. Dua kata kunci dalam tulisan mereka. Menarik. Jadi, mereka mempunyai pengalaman yang dalam peristiwa dan rentang waktu yang sama, dengan sudut pandang yang mirip dalam penceritaan kembali. Bagi mereka yang cermat memperhatikan tulisan anak-anak ini, akan ada kesan positif yang membanggakan. Anak-anak yang suka mencurahkan isi hatinya, perasaannya, pikirannya pada tulisan seperti ini, harus secara kontinyu dalam pembimbingan. Ketika mereka dibiarkan dengan tidak ada lanjutan pembimbingan, dan motivasi, ide dan perasaan hati akan dipendam, tidak digurat dan dilukiskan.

Bagi para siswa yang sudah menulis dan tulisannya dibaca oleh gurunya selanjutnya mendapatkan reward, akan sangat membanggakan. Reward pada anak (siswa) akan memotivasinya untuk berinisiatif secara berkelanjutan. Di samping itu, sang guru pun tidak boleh berpuas diri dengan pendekatan itu. Guru mesti dapat menemukan cara lain yang membantu anak ke arah perbaikan tulisan, khususnya dalam ejaan dan diksi sebagai awal yang baik bagi anak.

Tim Fame-Me (2013;27) dalam salah satu frase uraian tentang Menulis dengan otak kanan, menguraikan sebagai berikut, ketahuilah kalau banyak penulis yag terlahir bukan dari keturunan pandai menulis.Hanya saja mereka mau meluangkan waktu untuk mengolah kata di atas kertas yang akhirnya menjadi tulisan. Banyak juga penulis yang sejak kecil sudah punya banyak karya tulis, namun ada pula yang sudah besar baru ketahuan punya kemamuan menulis. Ada pula orang yang suka merenung, berkhayal dan tidak banyak bicara, tapi kemudian menghasilkan karya tulis yang sangat luar biasa. Banyak pula penulis yang tidak berlatar akademik tertentu namun menghasilkan karya menakjubkan. Ada pula penulis yang awalnya tidak menghasilkan tulisan yang bagus, namun berkat polesan sana-sini, makin lama semakin bagus tulisan yang dihasilkannya. Ada pula orang yang pandai berbicara lalu kemudian belajar menuangkan kata-kata yang diucapkannya menjadi tulisan. Uraian Tim Fame-Me ini mengindikasikan bahwa menulis itu perlu dicoba (try), dilatih (drill) dan butuh kesabaran, bukan instant sifatnya. Sedari muda harus dimulai, paling kurang sebagaimana yang terjadi pada ketiga siswa ini.

Sekedar pengalaman kecil. Sejak tahun 1998 ketika para siswa di salah satu SMP swasta di desa kami berdiri, saya dengan cara guru memaksa para siswa untuk menulis. Bahwa para siswa terpaksa melakukannya untuk memenuhi tuntutan guru. Suatu ketika kami mengunjungi Museum Negeri di Kota Kupang. Beberapa bulan kemudian para siswa diwajibkan menulis pengalaman mereka ketika ke museum itu. Beberapa di antaranya menulis dengan wajah berseri-seri, pertanda senang, sekalipun ada yang cemberut karena kesulitan dalam ejaan dan diksi, padahal mereka tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada saat berada di museum itu. Beberapa tahun kemudian, seorang siswa itu ketika sudah bergelar sarjana pendidikan, ia berada di desa, mengabdi sebagai tenaga relawan pada satu unit SMA. Ia berterima kasih pada gurunya yang telah melatih mereka untuk menulis, paling kurang pengalaman mereka. Hal itu telah menjadi bekal ketika menjadi mahasiswa.

Dari cerita ini, saya terus termotivasi untuk membimbing para siswa melakukan tugas menulis sebagai bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia yang terdiri dari menyimak (mendengarkan), membaca, berbicara dan menulis. Orang bisa mendengarkan, membaca dan berbicara. Itu mudah bagi sebahagian besar orang. Menulis bukan ketrampilan sebahagian besar orang. Ketrampilan ini hanya bisa terjadi kalau dilakukan secara terus-menerus, ditempa dengan banyak membaca, banyak mencoba menulis, banyak koreksi, bahkan harus siap untuk menerima kritikan bahkan yang paling buruk, tulisan dibuang di depan mata, dianggap sebagai tulisan buruk. Jika situasi terakhir yang dialami, dan seorang penulis apalagi pemula tidak mampu bersabar dan bertahan, kelak ia akan meninggalkan dunia tulis-menulis.

Anak-anak, harus dilatih sejak usia dini dalam menulis. Mereka memulai dari apa yang mereka alami secara langsung. Seorang guru tidak diperkenankan memaksa anak untuk menulis sesuatu seturut teori yang diajarkan, sebagaimana yang terjadi pada mata pelajaran bahasa Indonesia, dimana ada materi tentang menulis. Di kelas V, materi ini proses belajarnya terjadi pada semester ganjil. Anak mendapat pengetahuan bagaimana menulis dengan menyusun kerangka karangan. Ini baik dalam teori. Ketika mereka disodori tugas tema tulisan, mereka tidak mampu untuk membuat kerangka karangan. Bahkan gurunya sendiri tidak dapat melakukannya.

Lihatlah, bagaimana para guru dewasa ini gelisah karena mereka tidak bisa menulis. Menulis dalam pengertian ini adalah menulis yang ada bobotnya sesuai ketentuan yang berlaku bagi para guru dalam menulis. Jika seorang guru masih berkutat dengan rencana pembelajaran saja sudah kewalahan, bagaimana lagi dengan menulis dalam pengertian menghasilkan tulisan ilmiah.

Tips Berlatih Menulis

Semua guru kelas (guru SD) khususnya pada kelas tengah dan tinggi (kelas 3,4; dan 5,6). Pada tingkatan ini seharusnya anak-anak sudah bisa menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Bahkan sudah seharunya dimulai sedari dini di kelas permulaan (1,2). Semua guru juga mengetahui bahwa teori kertas putih sudah diabaikan. Anak terlahir dengan sejumlah potensi, penggalian potensi dan pengembangannya dilakukan oleh orang dewasa. Orang dewasa membantu anak mengexplor potensi diri, mengarahkannya, memfasilitasi, memotivasi hingga ia tumbuh dan berkembang sesuai potensi diri yang mengarah kepada ketrampilan yang khusus dan khas anak. Salah satu di antaranya adalah kemampuan menulis.

Bagi setiap guru kelas, membelajarkan materi tentang menulis nampaknya mudah. Sang guru sendiri belum dapat menulis sesuai teori yang ia prosesbelajarkan. Maka, tips berikut kiranya membantu. 1) Mulailah menulis segera ketika ide tiba. Jangan tunda. Menunda sedikit saja ide itu, maka akan terjadi perubahan. 2) Suasana hati. Mulailah menulis ketika suasana hati sedang gembira. Mulailah juga untuk menulis ketika dalam suasana hati yang gundah, galau atau yang tidak menggembirakan. Biasanya dalam dua kondisi seperti ini bagi sebagian orang tidak mungkin, tetapi bagi orang yang ingin menulis, seharusnya manfaatkan kesempatan itu. 3) Mulailah menulis jika sedang fresh/segar berpikir. Pikiran yang jernih jangan sia-siakan. Di sana ada sesuatu yang segar yang tidak terkontaminasi situasi sekitar. Bila dalam keadaan seperti ini, tulislah apa yang sedang menjadi topik hangat atau bahkan panas.

Sepenggal pengalaman saya. Satu unit rumah terbakar. Saya berlari ke sana melihat peristiwa itu. Sekembalinya dari tempat itu, yang saya ingat pertama adalah api yang menyambar-nyambar menghanguskan seluruh rumah itu sampai rata dengan tanah. Para warga yang datang tidak mampu memadamkan api. Matahari sangat terik pada saat itu, daerah itu kesulitan air. Para tetangga sudah kehabisan air di tempat tampungan masing-masing. Sementara rumah-rumah tetangga harus berjaga-jaga mengantisipasi merebaknya api ke rumah mereka.

Api. Ide segara segera masuk dalam pikiran saya. Saya menulis tentang api yang adalah kawan dan sekaligus lawan. Saya menjelaskan dalam dua paragraf pendek tentang ikhwal api pada zaman pra sejarah. Ide itu saya bagikan dalam satu rubrik pada satu grup di link face book. Saya mengetahui dari sana bahwa tidak banyak orang membaca tulisan itu. Tetapi, saya telah menulis. Tidak peduli berapa banyaknya orang yang membaca tulisan itu. Saya telah menulis.

Anak-anak patut dilatih secara terus-menerus. Tipsnya adalah, selalu menulis tanpa paksaan. Jangan paksa anak menulis sesuatu ketika ia sedang lelah, gerah, jengkel, tidak ada gairah belajar, dan lain-lain sisi negatif sikapnya. Ini tidak akan membantunya. Lakukan sebaliknya. Ketika masuk kelas di pagi hari, mintalah mereka menulis sesuatu dalam minimal ¼ halaman quarto, ½ halaman quarto, atau jika perlu sampai 1 halaman quarto. Apa yang ditulis? Pengalaman dan perasaan mereka. Sesudah mereka menulis dalam satuan waktu beberapa menit, paling lama 10 menit, kumpulkan. Guru membaca secara cepat, berikan komentar yang membanggakan. Beri hadiah kepada yang menurut guru tulisan itu isinya terbaik. Sementara yang lain diberi motivasi sesuai cara guru.

Penutup

Ada teori trial and error, mencoba dan salah, gagal, mencoba lagi, lagi, gagal lagi, lagi, coba dan terus menerus tanpa putus asa. Itu caranya. Ada pepatah bahasa Indonesia, mari coba-coba panjat kelapa… Bukankah setiap pemanjat pasti berawal dari mencoba memanjat. Budaya panjat pohon lontar, pohon kelapa milik banyak etnis. Belajarlah dari sana. Begitulah juga dengan menulis, walaupun kita tidak harus berkata bahwa sama persis dan sebangun antara menulis dan memanjat.

Berlatih, membaca memperkaya diri dengan pengetahuan adalah modal, selain percaya diri dan tahan uji. Latihlah anak sedari dini untuk mulai menulis. Ciptakan penulis-penulis pada masa yang akan datang. Kelak mereka akan ingat jasa gurunya. Tuhan memberkati para guru MP Bahasa Indonesia dan MP Bahasa Inggris yang mengajarkan cara menulis. […]

Pos terkait