Memperdagangkan manusia, bolehkah?

Prakata
 
Materi ini disusun sebagai bahan pengantar dalam diskusi dengan petugas lapangan CIS Timor bersama anggota Jemaat Pniel Tefneno’ Koro’oto pada tanggal 22 Januari 2017. Judul yang dipakai pada tulisan asli adalah: Jual-Beli Manusia, Bolehkah?
 

Pengantar
Kampanye migran aman sedang gencar dilakukan oleh CIS Timor. Tujuannya supaya masyarakat mengetahui bahwa anggota masyarakat yang bepergian ke tempat lain, terutama memlintasi garis batas negara untuk bekerja di sana sebagai tenaga kerja resmi, sehingga ada rasa aman dan nyaman dalam bekerja, pada waktunya menghasilkan bahkan ketika kembali ke tanah asal, membawa hasil yang membanggakan.

Bacaan Lainnya

Jika dilakukan di luar jalur resmi, maka akan terjadi ekses yaitu apa yang disebut human traficking (atau penjualan manusia) oleh sesamanya manusia. Mendengar kata penjualan manusia, orang di pedesaan mungkin kaget atau karena kemajuan teknologi informasi, maka kabar seperti ini sudah menjadi konsumsi publik yang biasa-biasa saja.

Sejarah penjualan manusia sesungguhnya telah terjadi pada masa lampau sebelum tarik Masehi hingga dewasa ini. Manusia yang dijual pun tidak mengenal batas umur dan jenis kelamin. Bayi, anak-anak, remaja, pemuda, laki-laki, perempuan dalam tingkatan umur tertentu dapat saja dijadikan sasaran penjualan. Pihak yang diuntungkan adalah penjual dan pembeli, sedangkan korban penjualan akan dijadikan budak bahkan sapi perahan. Bahasa gaulnya dewasa ini: manusia jadi ATM (anjungan tunai mandiri/auto transaction money). Berbagai contoh kasus dapat dilihat dan, dibaca pada berbagai media yang semakin gencar perkembangannya zaman ini.

Apa dan bagaimana Alkitab menyoroti fenomena dan fakta ini?

Jual-Beli Manusia dalam Catatan Alkitab

Berikut ini saya kutipkan dua kisah anak manusia yang pernah dijual menurut catatan Alkitab.

Kejadian 37 : 27, 36 (Yusuf dijual)
Kisah penjualan manusia di Alkitab yang amat mudah diingat adalah ketika Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya kepada orang Midian (Kj 37:27) kemudian orang Midian menjualnya lagi kepada pejabat di tanah Mesir (Kj 37:36). Ini bukti historis bahwa manusia telah diperjualbelikan dari zaman ke zaman termasuk pada zaman dimana hak azasi manusia (human rights) diperjuangkan untuk ditegakkan. Terlepas dari rencana Tuhan pada hamba-Nya, Yusuf, dari aspek kemanusiaan, Yusuf telah dijual sebagai budak. Oleh karena sebagai budak, maka hak-haknya dicabut. Ia tidak mempunyai kebebasan. Mari memperhatikan bukti. Ketika ia dijual oleh saudara-saudaranya, ia tidak dapat membela diri. Hak hidup dan merdeka sebagai manusia individu dicabut. Ia tidak mendapat pembelaan dan perlindungan. Saudara tuanya, Ruben terlambat memberikan pembelaanya.

Orang Midian memperlakukan Yusuf bukan sebagai manusia individu sama seperti mereka. Yusuf diperlakukan sebagai barang dagangan. Sebagai barang dagangan (komoditi jual-beli), ia dijual lagi. Entah tawar-menawar seperti apa, yang pasti ia tidak bisa membuka mulut untuk membela diri. Bayangkan kalau seekor sapi dijual. Apakah si sapi melawan ketika pemilik menjualnya? Begitulah manusia yang satu ini dijual. Yusuf.

Jadilah Yusuf sebagai budak yang dibeli seperti membeli ternak sapi di pasar ternak. Ia mengikuti kehendak para penjual-pembeli. Selanjutnya, ia menjadi budak di rumah tuannya. Lagi-lagi sebagai budak, ia tidak harus mendapatkan perlakuan istimewa. Tuhan mengasihinya, sehingga Potifar memberikan keluasan padanya untuk menjadi semacam “manager” di rumah itu. Apakah Potifar menyadari bahwa Tuhan yang mengaturnya? Tidak! Yang disadari Potifar adalah ketrampilan dan kemampuan managemen si pemuda Ibrani, Yusuf, selain postur tubuh dan tampilannya yang memikat hati gadis hingga perempuan bersuami.

Kisah Yusuf yang dijual, keberhasilannya di rumah Potifar (naik kelas), jatuh cintanya isteri Potifar menjadi penyebab sang budak yang turun kelas hingga menjadi orang terpenjara, bahkan dipenjarakan di penjara khusus. Jadi, dia menjadi budak yang diperdagangkan dan diperlakukan secara tidak adil oleh mereka yang berkuasa atas dirinya.

Markus 14:10-11; Lukas 22:3-6; Matius 26: 14-16 (Yesus dijual)
Kisah tentang Yesus dijual oleh seorang sahabat-Nya (murid-Nya) yaitu Yudas Iskariot kira-kira kalau terjadi zaman ini, besar kemungkinan akan viral di dunia maya (medsos), menjadi trending topik mungkin dengan (#~tagar) #JualGuru. Bayangkan seorang murid/siswa yang diperlakukan sebagai sahabat justru berlaku curang dengan menjual Guru dan Sahabatnya sendiri. Apa komentarmu?

Penjualan itu pun dilakukan di luar pengetahuan para sahabat/murid/siswa yang lain. Mujur, karena sang Guru bukan sembarang guru. Ia Mahaguru yang sudah mengetahui akan terjadi sesuatu pada-Nya, bahkan jauh sebelum semua itu direncanakan oleh si penjual (Yudas Iskariot).

Bacalah kisah-kisah selanjutnya tentang bagaimana seorang Manusia bernama Yesus diperlakukan setelah “lunas terbayar” oleh para pembeli-Nya. Ia dihadapkan di pengadilan agama (Mahkamah Agama Yahudi) dengan saksi-saksi palsu; dihadapkan ke pengadilan sekuler (gubernur Pilatus); ditolak kepada penguasa boneka Romawi, Herodes; dihukum atas desakan massa demonstran, disiksa dengan cambuk, hingga disalibkan. Perlakuan yang sangat tidak manusiawi, masih ditambah dengan olok-olok baik oleh orang bebas, bahkan oleh yang tersalib pun ikut membuli/mengolok.

Dalam kasus ini, para pembaca Alkitab sadar tentang grand design (rencana besar) Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia. Sekali lagi, terlepas dari rencana Tuhan, dalam kaca mata kemanusiaan, seorang manusia bernama Yesus telah dijual bahkan lebih dari sekedar jual-beli budak di pasar.
Bagaimana pendapatmu?

Penutup
Manusia, pekerjaan/profesi, penghasilan dan pemenuhan kebutuhan telah menjadi sebagian dari faktor penyebab migrasi manusia dari satu tempat ke tempat lain. Mengejar penghasilan besar agar dapat bergaya hidup mengikuti trend zaman mengakibatkan adanya tindakan “jalan pintas”, salah satunya dengan human traficking. Kesempatan ada, korban menyadari atau tidak menyadari karena diiming-imingi janji manis, akhirnya mereka terjual murah, dan perilaku bejat lainnya terhadap mereka.

Mungkin anda rindu menjadi bagian dari prilaku bejat ini? Berpendapatlah dan Renungkanlah!

Heronimus Bani

Pos terkait