Lagi, Guru (SD di desa) Gelisah

Heronimus Bani
Heronimus Bani

Pengantar

Memasuki tahun 2016, guru-guru di Kabupaten Kupang, khususnya para guru Sekolah Dasar yang berstatus PNS sibuk (disibukkan) dengan kegiatan penulisan karya tulis. Sebagai guru SD di desa, saya tidak kaget, berhubung sudah menjadi kewajiban jika para guru ingin pangkat, golongan dan ruang gajinya pindah naik, maka hal yang satu ini harus dilakukan. Hal itu sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu di antara aturan itu adalah Permendiknas No.35 tahun 2010 tentang tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Di dalam salah satu aturan itulah para guru mesti bekerja extra untuk dapat mencapai pangkat/golongan/ruang minimal satu tingkat lebih tinggi.

Jenjang Jabatan Fungsional

Dalam Permendiknas 35 tahun 2010, diatur jenjang jabatan fungsional guru adalah: Guru Pertama (III/a, III/b); Guru Muda (III/c, III/d) Guru Madya (IV/a, IV/b, IV/c) dan Guru Pembina (IV/d, IV/e). Setiap jabatan fungsional ini dapat dicapai guru melalui prosedur penetapan angka kredit (PAK).
Angka kredit yang dimaksudkan itu tidak semata-mata karya tulis ilmiah. Angka kredit itu ada unsur tugas pokok (utama), tugas tambahan, pengembangan diri, publikasi ilmiah, kreasi dan inovasi. Bila membaca tugas yang perlu diemban guru di kelas dan mata pelajaran, ada yang disebut wajib, tidak wajib, berhak, tidak berhak. Artinya, setiap guru di Indonesia sebetulnya diberi pilihan agar melaksanakan kewajiban keguruannya secara proposional dan profesional.
Menurut Permendiknas 35 tahun 2010, terdapat beberapa jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan. Kegitan-kegngiatan itu terdiri dari: Pengembangan diri yang meliputi diklat fungsional; dan kegiatan kolektif guru. Selanjutnya publikasi ilmiah yang terdiri atas: Publikasi Ilmiah (PI) hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal; publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman guru. Sedangkan Karya Inovatif (KI) berupa menemukan teknologi tepat guna; menemukan atau menciptakan karya seni; membuat atau memodifikasi alat pelajaran; dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya.

Karya Tulis Ilmiah bidang Pendidikan

Para guru (SD) gelisah (terutama kami di pedesaan, pedalaman, jauh dari akses informasi, dan berbagai hal yang diasumsikan sebagai tantangan dan hambatan). Kegelisahan yang wajar. Rerata guru SD di pedesaan telah mencapai gelar akademik sarjana pendidikan melalui apa yang boleh disebut sebagai crash programm, para guru mengikuti program pendidikan secara cepat dengan tidak mengurangi kualitas lulusan.
Hal seperti ini sudah tentu sangat menolong para guru, namun faktanya ketika mereka kembali ke sekolah, dan mulai mencoba bersentuhan dengan penelitian tindakan kelas, maka hal itu menjadi momok dan hantu yang mencemaskan. Mengapa? Ternyata karya tulis ilmiah berupa penelitian tindakan kelas yang menjadi syarat tugas akhir dikerjakan oleh ghost writer. Maka, tidak mengherankan kemudian jika harus mengerjakan sendiri untuk memenuhi kewajiban pengembangan diri dan publikasi ilmiah, hal itu tidak dapat dilakukan, bahkan menjadi beban teramat berat.
Pada lampiran Permendiknas No.35 tahun 2010, terdapat jenis-jenis publikasi ilmiah yang wajib dibuat oleh guru berdasarkan golongan dan jabatan. Pada golongan III/a ke III/b tidak terdapat kewajiban membuat publikasi ilmiah, kecuali pengembangan diri. Pada golongan III/b ke III/c macam publikasi ilmiah yang wajib (minimal satu publikasi). Pada golongan ini guru diberi kebebasan pada jenis karya PI dan KI. Hal yang sama berlaku untuk golongan III/c ke III/d
Semakin naik pangkat dan golongan ruang,tugas PIKI bertambah. Walau demikian tidak berarti semua PIKI harus dikerjakan oleh guru. Aturan yang dibuat memberi peluang pada guru untuk melakukan yang dapat dilakukan. Misalnya, Laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan,diseminarkan dan disimpan di perpustakaan sekolah. Laporan hasil penelitian bidang pendidikan diterbitkan/publikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah pada jenjang tertentu (lokal, nasional, internasional), terakreditasi atau belum/tidak terakreditasi.
Karya yang semakin kompleks seperti buku pelajaran, buku pedoman guru, modul, dan buku pendidikan. Konteks publikasinya dapat berupa ber-ISBN atau tidak ber-ISBN. Publikasinya pun dapat secara lokal maupun nasional. Modul misalnya, pengesahannya dapat saja hanya di sekolah, atau di level Kabupaten dan dapat pula di level provinsi.

Penutup

Menulis karya tulis ilmiah (KTI) bidang pendidikan yang menggelisahkan guru (SD di pedesaan) itu jangan lagi diikuti dengan pendekatan “menghantui”. Para guru merasa dihantui ketika ada pejabat pendidikan yang mengatakan bahwa pangkat akan diturunkan bila tidak mampu menulis KTI. Pola workshop yang diadakan dalam satuan waktu 3 hari bukanlah solusi. Bukan pula memberi jalan keluar dengan meminta guru menyediakan sejumlah uang agar “ada yang membantu” sampai mengusulkan angka kreditnya. Ini pendekatan yang konyol.
Kepada para guru, mari pacu diri untuk belajar memotivasi diri. Janganlah pasrah pada kondisi ini. Ketika anda pasrah, orang memanfaatkan kepasrahan itu dengan menghantui, sekalipun mungkin anda sudah mengetahui aturan yang berlaku.
Selamat belajar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *