So’e, intontt.com. Siapa belum pernah melintasi Jembatan Noelmina?
Jembatan terpanjang pulau di Timor yang dibangun di atas sebuah sungai yang cukup besar. Sungai pembatas Kab. Kupang dan TTS. Dengan di sebelah Selatan Berdiri Tugu Selamat Datang Kab. Kupang penuh dengan vandalisme tak bertanggung jawab, sementara di Utara sana, Patung tangan dengan tiga jari tegap, ibu jari dan telunjuk membentuk lingkaran, yang kelihatan mengkilap, habis direhab dengan sebuah proyek? Mungkin!
“Om. Jang Kastau pemerintah e..nanti dong tangkap beta, ko suruh beta sekolah”
Itu sebuah pernyataan polos seorang bocah, belasan tahun yang sehari-hari mangkal di bentangan jembatan Noelmina untuk menawarkan jajanan milik majikannya.
Tahu bahwa beraktivitas di tengah jembatan itu tak dibolehkan. Sebab bisa saja mengganggu kendaraan yang lalu lalang di atasnya terutama membahayakan keselamatan sendiri.
Soal boleh atau tidak? Disini siapa diminta bertanggung jawab?.
Bocah ini tidak salah! Ia nekat berjualan disini karena banyak yang sering sekali mengentikan kendaraanya disini (Jembatan Noelmina) nah !
Bahkan, ketika karena penasaran dengan perawakannya, saya (terpaksa) memarkirkan kendaraan bermotor saya di sana. Bocah tersebut lebih dulu menawarkan diri untuk menjadi tukang potret. Ia menawarkan jasanya kepada kami sebelum menyodorkan jualan-jualannya di dalam keranjang kecil yang ia junjung saban hari.
“om…mari ko beta yang foto sa…biasa orang dong datang dong kasi dong pu hp ko beta foto dong….om son mau foto ko?” begitu tawarannya.
Ya….. parkir dan membeli jajanannya, pasti mendapatkan layanan ekstra dari mereka. Apalagi akhir-akhir ini, mengabadikan setiap momen di tempat-tempat yang cukup ekstrim seperti itu sedang mendemam!
Melki Salukh. Bocah itu memperkenalkan namanya. Ditanya alasan kenapa tidak melanjutkan sekolahnya, dengan polos ia menjawab “sekolah ju sama saa … keluar cari kerja susah mau mati. Lebe bae beta cari doi dari sekarang”
Jawaban-jawabannya yang polos itu terasa menusuk hingga ke jantung! Hampir setiap kata motivasi yang keluar dari mulut saya ditepisnya dengan jawaban-jawaban polos nan kritis.
Mengapa pendidikan gratis yang tengah digadang-gadang oleh pemerintah tidak dapat mengantarnya ke sekolah? Bahwasannya itu adalah hak setiap anak, namun satu bocah ini masih merasa itu sebuah kewajiban? Kambing hitamnya? Pemerintah? Kurangkah Dana Bantuan Operasional yang dikucurkan pertahun dengan nilai yang tidak sedikit?
“panas ju mau bilang apa om….. katong su biasa..jadi biar tapele sadiki di ini besi jembatan dong ju katong bertahan..saa.” jawabnya ketika ditanya tentang mengapa tetap kerasan meski panas matahari di siang bolong sering di atas derajat normal.
Masih banyak Melki-Melki yang lain di Flobamora tercinta ini. Yang merasa sekolah masih sebagai sebuah kewajiban!
Masih kurangkah dana yang dikucurkan pemerintah untuk menggratiskan pendidikan dasar 9 tahun?
Ya…dan Melki Salukh. Bocah dengan usia 14 tahun ini hanya pada batas minimal pendidikan. Ia hanya menamatkan SMP dari sebuah sekolah swasta di kota dingin So’e. Memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang menengah atas!
Mungkinkah dengan segala kerja kerasnya yang cukup beresiko itu suatu saat ia bisa seperti seorang menteri dengan latar belakang pendidikan tak sampai tingkat menengah atas, yang sedang menjabat di negeri ini? Yang sangat fenomenal dan tegas dalam menumpas mafia-mafia di Tanah Air?