Kepala Ombudsman NTT Hadiri Rapat Virtual Terkait Tarif Peti Kemas Pelabuhan Tenau Kupang

Rapat virtual oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI Kantor Wilayah IV meliputi Jawa Timur, Bali NTB dan NTT dalam diskusi khusus dengan tema Tarif Peti Kemas Pelabuhan Tenau-Kupang, Selasa (02/8/2022) siang.

Kupang-InfoNTT.com,- Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton diundang rapat virtual oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI Kantor Wilayah IV meliputi Jawa Timur, Bali NTB dan NTT dalam diskusi khusus dengan tema Tarif Peti Kemas Pelabuhan Tenau-Kupang, Selasa (02/8/2022) siang. Hadir dalam rapat ini, KPPU Jawa Timur dan Jakarta.

Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton menyambut gembira inisiatif KPPU menggelar diskusi ini, sebab persoalan tarif peti kemas di pelabuhan Tenau yang sempat mencuat tahun lalu rupanya menjadi perhatian KPPU.

Bacaan Lainnya

Pada kesempatan tersebut Darius Beda Daton menyampaikan bahwa sebagai pengawas pelayanan publik, tahun 2021 lalu Ombudsman NTT beberapa kali menerima komplain pengguna jasa pelabuhan terkait mahalnya biaya pengiriman barang dari pelabuhan Tenau ke gudang.

“Intinya, pengguna jasa mengeluhkan bahwa biaya peti kemas dari Surabaya ke pelabuhan Tenau Kupang dan pelabuhan lain di NTT hampir sama dengan ongkos angkut dari pelabuhan ke gudang dalam kota,” ungkapnya.

Darius menjelaskan bahwa data tahun 2021 menunjukan peti kemas 20 feet yang mengangkut barang 20 ton dengan jarak tempuh 10 km bertarif Rp 4 juta. Mungkin saja ada yang lebih murah atau lebih mahal dari angka itu. Sementara di Pulau Jawa dan Sulawesi biayanya jauh lebih murah.

Selanjutnya Semarang-Jogyakarta dengan jarak tempuh 116 km, lama waktu perjalanan 5 jam 37 menit, bertarif hanya Rp 2.450 juta. Semarang-Cirebon dengan jarak tempuh 238 km dengan lama waktu perjalanan 8 jam 26 menit bertarif Rp 3,8 juta.

Menurutnya, salah satu dampaknya, terjadi disparitas harga barang yang tinggi antara wilayah barat dan timur sehingga subsidi tol laut oleh pemerintah melalui APBN setiap tahun seolah tidak terasa menekan margin disparitas harga tersebut. Harga telur ayam dan sembako tetap tinggi.

Lantas, di mana soalnya sehingga disparitas harga tersebut tidak mampu ditekan? Apakah karena alasan klasik yang biasa terlontar yaitu soal supply and demand atau ada soal lain yang terjadi di sana?

“Persoalan pola distribusi logistik, tarif atau cost logistik dari pelabuhan ke gudang, pembatasan distributor barang dengan alasan tertentu, kapasitas pelabuhan peti kemas dan lain-lain adalah beberapa hal yang mesti diurai bersama seluruh stakeholders di daerah ini guna membantu masyarakat kecil dari ‘permainan’ harga barang yang bisa dilakukan sesuka hati dan kapan saja oleh segelintir orang,” tegasnya.

Darius menambahkan, terkait soal ini, sebelumnya pada Senin 21 Februari lalu, tim Ombudsman juga menghadiri undangan rapat bersama Dinas Perhubungan Provinsi dan seluruh stakeholder terkait transportasi di ruang rapat Dinas Perhubungan. Hadir dalam rapat itu Dinas Perindustian dan Perdagangan, Biro Ekonomi dan Administrasi Pemerintahan, Balai Pengelolah Transportasi Darat Wilayah XIII Provinsi NTT, Balai Pelaksana Jalan Nasional dan PT Pelindo III Cabang Tenau Kupang.

“Saya menyambut gembira inisiatif dinas perhubungan menggelar rapat tersebut dalam rangka evaluasi tarif angkutan peti kemas ini dan menunggu penggodokan draf peraturan gubernur yang mengatur pedoman tarif yang bisa jadi rujukan penetapan tarif peti kemas. Hingga saat ini kita nasih menunggu pergub pedoman tarif dimaksud,” kata Darius.

Ia mengungkapkan bahwa dalam rapat tersebut Dinas Perhubungan Provinsi NTT menegaskan bahwa transportasi merupakan salah satu kelompok pengeluaran yang memberi andil inflasi di Provinsi NTT. Tercatat dalam 3 tahun terakhir dari tahun 2019-2021, kelompok pengeluaran transportasi menyumbang angka tertinggi.

Salah satu aspeknya adalah tingginya biaya angkut barang menggunakan peti kemas dari pelabuhan Tenau ke gudang dalam Kota Kupang atau luar Kota Kupang. Karena itu evaluasi tarif angkutan peti kemas di Kota Kupang perlu didukung bersama dan sangat perlu sesegera mungkin dilakukan sebagai upaya negara hadir dalam soal ini sehingga minimal bisa menekan harga barang.

Kepada KPPU selaku lembaga penegak hukum persaingan usaha yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, saya berharap terus melakukan pengawasan di NTT.

“Terima kasih kepada KPPU atas diskusi hari ini. Semoga bermanfaat untuk NTT,” tandasnya. (***)

Pos terkait