Dugaan Kriminalisasi Wartawan, Kades Lewolaga Ditetapkan Jadi Tersangka

Kepala desa Lewolaga

Larantuka-InfoNTT.com,- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Komnas PHD HAM Indonesia mengapresiasi gerak cepat Polres Flotim yang telah melakukan penetapan tersangka terhadap pelaku penganiayaan di Desa Lewolaga, Kecamatana Titehena.

LBH Komnas PHD HAM Indonesia menyatakan sangat mendukung kerja profesional Kepolisian Flores Flotim dalam hal ini Penyidik Reskrim Flotim dalam menangani kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan Kepala Desa

Bacaan Lainnya

“Ketika mendengar kronologi kejadian tindakan penganiayaan tersebut kami melihat ini pidana murni dan dari kejadian tersebut korban trauma dan berdampak pada psikologis korban dalam kehidupan sehari harinya,” kata Nur Khalik Majid, Koordinator LBH Komnas PHD HAM Indonesia NTT, lewat pesan WhatsApp, Kamis (30/1/2020).

Ia menyayangkan tindakan penganiayaan yang dilakukan Kepala Desa Lewolaga, Frans Nikolaus Beoang terhadap warganya, Edwaldus T Salu Kelen pada Jumat (17/1) lalu.

Frans lalu dilaporkan korban, Edwaldus yang berprofesi sebagai jurnalis media online Warta Keadilan (www.wartakeadilan.com) ke Polres Flores Timur.

“Ketika kami mengikuti kasus penganiayaan ini sampai pada adanya penetapan tersangka yang dimana tersangkanya adalah oknum penyelenggara negara yang ada di desa Lewolaga. Bagi kami hal ini sangat disayangkan seharusnya beliau sebagai pejabat publik bisa memberikan sikap bijak dalam menyikapi permasalahan,” kata Majid.

Majid menduga adanya tindakan penyalahgunaan kewenangan yaitu tindakan semena-mena.

Oleh karena itu, ia berharap pihak penegak hukum di Flotim bisa memproses kasus ini dengan undang undang hukum pidana penganiayaan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dimana pelaku penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

“Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan,” kata Majid dalam rilis yang diterima BentaraNet.

Majid menegaskan penyelesaian kasus kekerasan fisik (penganiayaan) ini tidak cukup dengan menyatakan keprihatinan kepada korban, melainkan harus ada satu langkah nyata dan segera untuk memberikan perlindungan hukum bagi korban.

“Dan publik Flotim bisa mengawal kasus ini agar tidak terulang kembali pada situasi dan tempat yang berbeda,” terangnya.

Ia mengatakan, LBH Komnas PHD HAM Indonesia NTT mendukung setiap proses hukum yang sedang berjalan untuk bisa mengurangi angka kekerasan fisik di NTT.

Sedangkan salah satu jurnalis online Kabupaten Kupang, Paulus Taenglote mengatakan bahwa kasus ini menjadi pelajaran bagi kepala desa agar segala sesuatu disikapi secara bijak. Jika ada kritikan maka harus diterima demi kemajuan desa, sebaliknya jika apa yang disampaikan ke publik tidak benar maka kepala desa bisa melakukan klarifikasi tanpa harus melakukan kriminalisasi terhadap orang yang melakukan kritikan. (Tim/red/portalNTT.com)

Pos terkait