Kupang-infontt.com,- Nama lengkapnya Sanda Fransiskus yang kini namanya telah ditulis dan dikenal sebagai Dr. Fransiskus Sanda,M.Hum. Nama ini akrab disapa oleh para kerabat kampus dan sanak saudara dengan Frans, dan oleh sang Bunda yang melahirkan, nama itu lebih dikenal dengan Sanda – nama pewarisan dari sang kakek. Frans atau oleh para mahasiswa lebih dikenal dengan Bapak Frans, saat kini merupakan Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Undana, Nusa Tenggara Timur. Bapak Frans menamatkan Sekolah Dasarnya di SD Katolik asuhan Sanpukat di desanya Edo, kecamatan Pulau Palue, dan sekolah menengah pertamanya di SMPK Frather asuhan frater-frater Bunda Hati Kudus (BHK) di kota Maumere. Selama 3 tahun di SMPK Frater, Frans bersama teman-teman yang lain dari berbagai daerah, menetap di asrama asuhan para Frater BHK.
Saat bercerita bersama infontt.com diruang Kaprodi, pria kelahiran Palue-Sikka ini mengungkapkan bahwa sesungguhnya, jika mengikuti alur cita-cita awal, Frans harus menjadi seorang perawat (kesehatan). Cita-cita ini bertumbuh dalam diri Frans berkat suatu inspirasi yang hadir dalam benaknya ketika berada di dalam asrama. Kondisi asrama yang banyak nyamuk (malaria) membuat banyak anak asrama sepertinya merepotkan frater overste harus overtime menyiapkan waktu untuk selalu dan senantiasa bersama anak-anak asrama ketika mengalami sakit, panas, dan demam. Cita-cita menjadi perawat berkembang (hampir) subur ketika kepala sekolah, Frater Antonius Fernandez, BHK menyampaikan brosur SPK Kupang dan mengizinkan serta memotivasi para siswa kelas III yang berminat untuk segera mendaftar dan mengikuti seleksi masuk . Cita-cita itu direalisasikan ketika Frans mengikuti ujian seleksi masuk SPK Kupang, dan dinyatakan lulus pada Desember 1975. Namun, cita-cita itu tetap menjadi cita-cita karena keadaan Pulau Timor waktu itu lagi berada dalam peristiwa pergolakan antarpartai di koloni portugis itu. Peristiwa itu yang kemudian dikenal dengan peristiwa Timor-Timur. Dalam masa penantian redahnya peristiwa di Timor bapak kecilnya mendaftarkan Frans di sekolah guru SPGK Sta Ursula Ende – Flores.
Kepada infontt.com Frans menuturkan bahwa “sesungguhnya kondisi yang dialaminya sekarang ini dapat digapai hanya oleh Kebesaran dan Kemurahan Tuhan dan perlindungan Bunda Maria. Tuhan tidak akan pernah membiarkan pendampingan-Nya mengalami kebuntuan cita-cita”. Hal ini diungkapkannya, karena selagi di SDK kelas II sang ayah (bapak kandungnya) dipanggil pulang Sang Pencipta. Harapan satu-satuanya adalah mama dan didukung pula oleh adik-adik dari bapak. Itulah awal dari suatu ketiadaan. Walaupun demikian, kepada infontt.com dituturkannya, semangat untuk menggapai cita-cita itu tidak serta merta dibawa sang ayah ke alamNya.
Frans menamatkan sekolah guru (Sta. Ursula Ende) pada bulan April 1979, yang sesuangguhnya telah terjadi pada 1978. Hal ini karenanya adanya perpanjangan masa belajar ketika terjadi perubahan kurikulum, yang mengubah awal masa belajar dari bulan Januari menjadi bulan Juli (seperti sekarang). Hampir tiga bulan lebih Frans berada di kampung. Untuk mengisi kekosongan (dalam masa penantian seleksi tenaga guru PNS) Frans membantu mengajar di almamater – SDK Edo Palue. Semangat belajar dan mengabdi pria kelahiran 22 april 1959 ini, mendorong mama terkasih dan bapak kecil mengizinkannya untuk mendaftar di FKG Undana cabang Ende, dan lulus ujian seleksi masuk pada Juli tahun 1980. Dalam perjalanannya, FKG Undana di Ende ditarik ke Induk Undana termasuk para mahasiswanya.
Selama kuliah di FKG Undana di Kupang, beliau juga aktif dalam beberapa organisasi ekstra kampus, seperti PMKRI cabang Kupang, API mahasiswa Sikka, dan anggota lepas Ampi. Namun dari semua organisasi itu, beliau lebih aktif dan menikmatinya di PMKRI hingga tamat. Beliau menyelesaikan studi di FKIP yang tadinya FKG Jurusan Bahasa Indonesia dengan mempertahankan tesisnya (baca: skripsi) pada Januari 1985, bersama-sama dengan kedua sahabatnya Bapak Hendrik Jehane dan Bapak Simon Hayon (mantan Bupati Flores Timur).
Bapak Frans menuturkan, selama proses menyelesaikan tesis, bapak dan sahabatnya Pak Hendrik dimintakan Bapak Drs. Troeboes, pengasuh mata kuliah Pengantar Linguistik untuk membantu beliau memfasilitasi materi pengantar linguistik kepada mahasiswa semester III. Dalam perjalanan waktu, Pak Troeboes menyemangati bapak berdua untuk melengkapi bahan-bahan sebagai peserta seleksi tenaga dosen Undana. Dorongan pak Troeboes, bapak berdua akhirnya mengikuti syarat untuk ikut seleksi tenaga dosen di Prodi Bahasa Indonesia. Hasil seleksi itu bapak Frans dinyatakan lulus dan ditempatkan sebagai dosen prodi Bahasa Indonesia FKIP Undana. Walaupun demikian, semangat untuk menetap di kota provinsi – Kupang masih mendua karena kondisi perekonomian begitu sulit, dan dorongan untuk kembali ke daerah masih terus terbayang. Hal ini dibuktikan dari beberapa lamaran Bapak Frans yamg telah disebarkannya ke daerah antara lain ke SMPK di Kalabahi, SMA Seminari Lalian di Atambua, dan SMAK Baleriwu di Mbay
Selanjutnya untuk meningkatkan kualifikasi diri, sebagai dosen yang selalu ceria ini, tepatnya pada tahun 1995 melajutkan pendidikan S2 pada Pprogram Linguistik Universitas Udayana dengan spesifikasi kajian Diakronis – Linguistik Historis Komparatif dan Dialektologi. Beliau menamatkan studi di lembaga ini pada tahun 1988, dan mata kuliah spefikasinya diasuhnya sejak saat itu (1999) hingga sekarang.
Selain mata kuliah tersebut, beliau juga mengasuh mata kuliah Pengajian Kurikulum SMP, SMA, dan SMK bersama Bapak Drs. Tarno, M.Hum dan Ibu Dra. Karus Margaretha, M.Pd. Di samping itu pula bapak Frans juga mengasuh mata kuliah Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bersama Ibu Ritha (Ibu Karus Margaretha). Dua mata kuliah yang baru disebutkannya terakhir ini telah menghantar beliau meraih Doktor Teknologi Pembelajaran (TEP) di Universitas Negeri Malang (UM) pada tahun 2016. Kini, beliau lebih bersemangat untuk mengambangkan keahliannya pada “Psikologi Belajar dan Pembelajaran Aliran Kognitif, serta Pembelajaran Konstruksivistik-Humanistik yang berhaluan Filsafat Konstruksivisme (Pendidikan).
Sebagai seorang yang bersemangat dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, bapak Frans tidak hanya kembangkan ilmunya di kampus. Terbukti, sejak tahun 1999, bapak Frans pernah bermitra dengan LSM baik lokal, nasional, maupun international. Tahun 1999-2006 bermitra dengan Plan International PU Kupang, PU Sikka, PU Kefa, dan PU So’e. Tahun 2004-2012 bermitra dengan WVI Area Development Project (ADP) TTU, ADP Rote, ADP Flotim, ADP Sumba Timur, dan ADP Sumba Barat. Dalam masa itu pula bapak Frans bermitra dengan WAVI Jakarta dalam melakukan Assessment Kemampuan Calistung pada sekolah-sekolah dampingan WVI di Regio NTT, Regio Kalimantan Barat, dan Regio Papua. Yang terakhir bapak bersama teman-temannya setim bermitra dengan Child Fund dan Save the Children dalam menangani program literasi siswa pada sekolah-sekolah dampingan Save the Children wilayah Belu, TTU, dan Malaka.
“kita sebagai mahasiswa harus memasang dan selalu berupaya menggapai cita-cita itu. Ketika sudah terpasang, yang memasangnya harus berupaya untuk menggapainya, walaupun terpalang hambatan. Manusia yang beriman, kita harus pastikan bahwa kita tidak berupaya menggapai dengan tangan dan kekuatan sendiri, namun tangan ini akan selalu dan pasti ditopang oleh yang lebih berkuasa atas kekuatan kita yakni Tuhan. Kita telah yakin dan percaya bahwa Salib itu berat, tapi kita juga pastikan bahwa Tuhan akan meringankannya asalkan manusia yang lemah itu sungguh-sungguh merasa bahwa salib itu berat. Karena, ada manusia yang cenderung untuk meringankan bebannya dengan upaya-upaya yang haram, dan juga memberatkan hal yang ringan karena nafsu kemalasan dan kebohongannya yang diciptakannya sendiri” tegasnya.
Bapak yang penuh semangat dalam pendidikan ini berkeputusan bahwa “yang paling berat itu biasanya lahir dari diri kita sendiri, dan yang akan meringankan yang berat itu pun bergerak dari diri kita sendiri. Bekalnya hanyalah, yakin akan sorotan motivasi dan efikasi diri, bahwa yang baik akan tetap menjadi baik, dan yang tidak baik akan selalu kalah dari yang baik”. Demikian sekelumit biografi seorang doktor yang diwisuda pada tanggal 4 april kemarin.
(Sandy Lette)