Oelamasi-InfoNTT.com,- Masalah seroja kini sudah masuk ranah hukum lantaran dilaporkan ke Polda NTT beberapa waktu lalu. Anggota DPRD Kabupaten Kupang, Anthon Natun pun meminta pemerintah daerah jujur terkait dana seroja terkhususnya penyintas.
“Masalah sekarang sudah sampai ke ranah hukum. Sedangkan kalau kita mau buka, dana penyintas untuk tahun anggaran 2023 belum bisa dieksekusi, karena hasil RDP dengan BPBD menemukan total anggaran puluhan miliar yang harus disiapkan pemerintah daerah, karena saat ini uang untuk pembayaran penyintas kurang,” ungkap Anthon Natun kepada media, Senin (27/11/2023) siang di Kantor DPRD Kabupaten Kupang.
Menurut politisi senior ini, data penyintas yang ada di BPBD itu 5.600 lebih dengan tiga kategori, yakni berat 607, sedang 1.090 dan ringan 3.987. Kemudian dana silpa atau dana sisa dari dana seroja 229 miliar lebih adalah 46 miliar saja. Jika ini dibagikan tanpa kategori maka setiap KK mendapatkan 8 juta rupiah.
“Jadi kalau mau dibagikan sesuai tiga kategori maka akumulasi anggaran secara menyeluruh membutuhkan anggaran 97 miliar. Sedangkan silpa 46 miliar saja, maka Pemda Kabupaten Kupang kekurangan anggaran kurang lebih 51 miliar rupiah. Artinya penyintas tidak bisa dibayarkan tahun 2023 ini, jadi harus minta lagi anggaran ke pusat. Hal ini yang harus disampaikan secara jujur ke masyarakat,” ungkapnya.
Anthon Natun mengatakan, dari kekurangan 51 miliar lebih ini pemerintah daerah harus mencari solusi, dari sinilah bisa diketahui sejauh mana perhatian pemerintah terhadap persoalan seroja yang sudah hampir tiga tahun ini.
“Anggaran penyintas adalah kebijakan politik jadi harus Pemda Kabupaten Kupang kolaborasi dengan DPRD untuk bawa data penyintas ke Badan Bencana Nasional dan kemudian ke Komisi DPR RI yang mengatur domain ini. Bila perlu bertemu Presiden untuk ungkap kekurangan yang ada,” jelasnya.
Anthon Natun pun menyayangkan cara kerja Pemda Kabupaten Kupang yang tidak melakukan penyaluran sesuai dengan data awal dari pusat. Jika itu dilakukan Pemda maka pasti sudah selesai dan kemudian ada tambahan data korban, tinggal disampaikan ke pemerintah pusat untuk dianggarkan lagi.
“Saya lihat awal timbul persoalan karena pemerintah tidak mengeksekusi data awal. Data awal anggaran sebesar 229 miliar lebih disalurkan pemerintah pusat berdasarkan data dari posko bencana yang dibentuk oleh pemerintah pusat kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk mendata seluruh masyarakat yang mengalami bencana seroja. Dasar pendataan itu turunlah anggaran 229 miliar, tapi kemudian pemda merubah kembali data data awal dan melakukan verifikasi ulang, yang kemudian terbentuk data baru dan masalah pun lahir,” jelasnya.
Anthon Natun mengatakan sedih melihat korban seroja yang masuk data penyintas, apalagi dana untuk penyintas seroja tidak bisa dibayarkan karena kekurangan anggaran 51 miliar. Kalaupun dibayarkan menggunakan dana sisa seroja 46 miliar maka tidak pakai kategori, setiap KK mendapatkan 8 juta rupiah saja. Tapi mau pakai tiga kategori sebagaimana data yang dilakukan BPBD maka kekurangan anggaran 51 miliar rupiah.
Dirinya mengajak Pemda Kabupaten Kupang agar duduk bersama berkolaborasi dengan DPRD guna menyelesaikan persoalan ini. Karena anggaran yang diusung dalam seroja adalah anggaran politik, maka agaimana langkah selanjut untuk menyelesaikan masalah penyintas ini. Jika dibawa ke ruang politik maka semua pihak akan bekerja ekstra untuk memperjuangkan anggaran 51 miliar tersebut.
“Kalau tidak cepat maka masyarakat pasti akan marah apalagi mereka tahu uang penyintas tidak bisa dibayarkan sekarang (tahun 2023). Pemerintah Kabupaten Kupang harus jujur akan tidak dikejar terus seperti ini. Ingat ada penderitaan dan air mata dalam kasus seroja ini. Jujur adalah langkah tepat sambil menunggu perjuangan kekurangan anggaran penyintas untuk tiga kategori,” tandasnya.
Laporan: Chris Bani