Kupang-InfoNTT.com,- Banyak BUMDes di Kabupaten Kupang mendapat kritikan keras dari masyarakat. Hal ini terkait pengelolaan BUMDes yang amburadul bahkan menghabiskan penyertaan modal dari dana desa tanpa ada asas mamfaat.
Diketahui bersama bahwa pemerintah telah mengucurkan anggaran ratusan triliun untuk program Dana Desa dalam lima tahun terakhir. Namun, uang sebanyak itu rupanya belum dimanfaatkan optimal, terutama oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Ratusan BUMDes dipastikan tidak ada mamfaat bagi masyarakat Kabupaten Kupang alias mangkrak atau terbengkalai, bahkan ada yang tidak beroperasi. Ada juga yang jalan namun belum optimal berkontribusi untuk menggerakkan ekonomi desa.
Contohnya BUMDes Oenoni di Kecamatan Amarasi, BUMDes Pakubaun di Kecamatan Amarasi Timur, BUMDes Oenuntono di Kecamatan Amabi Oefeto Timur dan masih banyak BUMDes di kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Kupang. Hal ini pertanda BUMDes harus direvitalisasi, salah satu cara adalah dengan masuk ke sektor-sektor produktif seperti bisnis pasca-panen atau pariwisata.
Memperbaiki kinerja BUM Desa penting dan mendesak karena Dana Desa setiap tahun terus meningkat. Artinya semakin banyak dana desa dan penyertaan modal, seharusnya semakin baik pula ekonomi serta perubahan di desa.
Ada juga masyarakat yang menagatakan bahwa “BUMDes ini sekedar dibentuk. Setelah itu tidak dikelola dengan baik.” Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015, BUMDes adalah salah satu sektor yang prioritas dibiayai oleh Dana Desa. Meski demikian, tak ada konsekuensi atau sanksi apa pun bagi BUMDes yang menggunakan Dana Desa tapi ternyata tak mampu berkontribusi banyak.
Karena itu pada akhirnya pengelola BUMDes bekerja serampangan. Bukan tidak mungkin pula yang terjadi adalah praktik KKN, misalnya BUMDes dikelola orang dekat atau keluarga petinggi desa setempat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga pernah menemukan hal serupa. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2018, penggunaan Dana Desa oleh BUMDes bermasalah.
BPK menyebut banyak BUMDes yang tidak beroperasi, tidak menyampaikan laporan, pendiriannya tidak didukung dengan studi kelayakan, dan belum tertib dalam hal tata usaha serta laporan.
Ditemukan pula BUMDes yang tidak dikelola orang yang kompeten, bidang usaha BUMDes yang ternyata tidak sesuai dengan potensi unggulan desa, serta kontribusi BUMDes terhadap pendapatan desa yang masih minim.
Tak hanya itu, BPK bahkan menemukan adanya penyalahgunaan dana BUMDes. Berkaca dari temuan BPK, peneliti dari Institute for Development and Economics and Finance Rusli Abdullah ragu instruksi Presiden yang ingin swasta terlibat membuat BUMDes lebih baik.
Artinya tidak ada jaminan BUMDes bisa berkembang setelah dibantu swasta. Usaha BUMDes saat ini hanya akan tetap begitu-begitu saja jika tidak segera dievaluasi secara baik dan tepat sasaran.
Terlepas dari banyaknya persoalan BUMDes, ada juga yang berhasil. Di antara ratusan BUMDes yang bermasalah, ada juga yang berhasil. Lihat saja BUMDes di Desa Oenoni 2, BUMDes Enolanan, BUMDes Oemolo, BUMDes Mata Air dan masih banyak BUMDes lainnya yang juga sukses.
Ini juga pertanda bahwa BUMDes bisa menghasilkan PAD bagi desa jika dikelola secara baik oleh orang-orang yang berkompeten dan penuh profesionalitas. Terkadang keragu-ragukan inilah yang membuat pergerakan BUMDes mati suri.
Besar harapan ada perubahan besar di tahun 2021 dan 2022 dalam pengembangan BUMDes di Kabupaten Kupang. Banyak hal yang diharapkan masyarakat dari BUMDes. Dengan suksesnya BUMDes maka kedepan desa akan menjadi mandiri tanpa harus mengharapkan APBN. Semoga
Penulis: Chris Bani