Soe-InfoNTT.com,- Empat orang wartawan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang dituduh menerima bayaran oleh salah satu SMP Kristen 1 Amanuban Barat. Merasa dilecehkan profesinya, salah satu wartawan kemudian melaporkan kejadian ini ke Polres TTS, Rabu (31/3/2021).
Keempat wartawan tersebut, yakni Yuferdi Inyo Faot dari media salamtimor.com, Lefinus Asbanu dari media Pendidikan Cakrawala NTT, Yohanis Tkikhau dari mediatirta.com dan Daud Nubatonis, wartawan metrobuananews.com.
Yuferdi Inyo Faot sebagai pelapor resmi laporkan kasus tersebut dengan laporan nomor: STTLP/74/III/2021/RES TTS. Laporan tersebut diterima oleh Zeth O. Boling selaku Kanit I SPKT Polres TTS.
Inyo Faot, wartawan media salamtimor.com usai membuat laporan polisi menjelaskan, pihaknya merasa dirugikan dengan insiden tersebut. Pasalnya, terlapor tidak menjelaskan secara detail terkait tuduhan itu.
“Kita melaporkan Maxima R. Bhia (Guru SMP Kristen 1 Amanuban Barat) yang menuduh kami tanpa bukti. Kami menilai yang bersangkutan menyebar fitnah, yang mana tuduhan tersebut mencederai profesi jurnalis. Apalagi tuduhan itu secara terang-terangan didengar oleh banyak orang dan guru-guru yang hadir saat itu,” ungkap Into.
Dirinya merasa malu dengan kejadian tersebut. Maka kejadian tersebut dilaporkan ke pihak yang berwenang untuk bisa mendapatkan keadilan. Sikap ini ditempuh agar masyarakat umum tidak menilai buruk profesi jurnalis. Sebab jika hal itu dibiarkan maka akan membias.
“Kita tidak bisa membiarkan ini karena tuduhan itu akan merusak citra insan Pers di mata masyarakat,” tegasnya.
Sedangkan Wartawan media Pendidikan Cakrawala NTT, Lenzho Asbanu menguraikan kronologi kejadian itu. Menurutnya, kehadiran mereka di sekolah tersebut untuk meliput pembukaan pintu ruang Kepala Sekolah SMP Kristen 1 Amanuban Barat dan SMA Kristen Manek To Kuatnana, karena semenjak meninggalnya Almarhum Semuel Laoe, SH, pada bulan Januari ruangan kepala sekolah tersebut belum dibuka. Selain itu juga ada penolakan 16 orang guru terhadap Plt. Kepala SMP Kristen 1 Amanuban Barat.
Lenzho Asbanu menjelaskan, awalnya Ketua Yapenkris Tois Neno, Martinus Banunaek sudah menyampaikan tujuan pembukaan ruang Kepala Sekolah, namun gagal karena ada penolakan dari Ketua Komite Habel Hitarihun sekaligus sebagai pendiri pada SMP Kristen 1 Amanuban Barat dan SMA Kristen Manek To Kuatnana.
“Kami ikuti pembicaraan untuk buka ruang Kepala Sekolah, tetapi tidak ada titik temu. Kemudian Ketua Yapenkris Tois Neno meminta waktu untuk diskusi sebelum mengambil tindakan selanjutnya. Saat pihak yayasan dan undangan lainnya bergeser untuk diskusi, saat itulah kejadian tuduhan itu bermula,” jelas Lenzho.
Lenzho mengatakan, Ia bersama tiga orang rekannya tidak mengeluarkan kata-kata atau perbuatan yang tidak menyenangkan. Namun tiba-tiba dituduh meliput kegiatan itu karena dibayar.
“Kami kaget tiba-tiba dituduh menerima bayaran. Tuduhan itu pun tidak jelas, siapa yang membayar kami, kemudian jumlah uang yang kami terima itu berapa. Jadi mereka omong lepas-lepas saja,” kata Lenzho.
Sedangkan Wartawan mediatirta.com, Joe Kikhau menjelaskan, dirinya sempat meminta penjelasan dari Maxima Bhia, namun yang bersangkutan terus mengomel dan mengata-ngatai mereka. Bahkan diusir supaya tidak minta penjelasan, karena tidak ada penjelasan yang bisa membuktikan tuduhan itu, maka para wartawan ini memilih mengalah agar tidak memperkeruh suasana.
“Kami memilih untuk mengalah karena yang bersangkutan tidak mau menjelaskan. Namun kejadian itu kita tidak bisa didiamkan. Setelah berdiskusi, kita memilih untuk menempuh jalur hukum,” tegas Joe.
Sementara guru SMP Kristen 1 Amanuban Barat Maxima R. Bhia yang dikonfirmasi media ini (02/4) terkait kasus tersebut, membantah. Maxima Bhia mengaku tidak melakukan pelecehan terhadap awak media dengan menyebut wartawan menerima uang.
Untuk diketahui para pelapor juga mengantongi bukti berupa rekaman video dan rekaman suara. Dalam rekaman video tersebut, Maxima Bhia mengatakan bahwa para wartawan menerima bayaran untuk meliput kegiatan itu.
Laporan: Welem Leba