Kupang-InfoNTT.com,- Beberapa waktu lalu, bertempat di Sonaf Nai Me Kelurahan Fontein Kota Kupang dilangsungkan peringatan mangkatnya Sobe Sonbai III yang ke 98 oleh anak, cucu, saudara, kerabat dan sebagian pelaku sejarah yang datang dari berbagai tempat di pulau Timor, NTT bahkan Indonesia. Hadir pula dalam peringatan itu beberapa pejabat pemerintahan dan tokoh masyarakat dari NTT.
Moment yang bernuansa budaya dan pariwisata ini sempat menyita perhatian publik terlebih lagi masyarakat di Kota Kupang. Berbalut busana adat bermotif tenun ikat, para undangan dan pengunjung hadir berbondong-bondong memadati area tempat yang ditunjukan sebagai makamnya Sobe Sonbai III sekaligus memperingati mangkatnya sang baginda raja yang ke 98.
Peristiwa bersejarah ini pun tak lepas dari perhatian pemerintah Provinsi NTT dalam liputan siaran persnya yang telah tersebar luas. Dalam sepenggal kutipan siaran pers Biro Humas dan Protokol Setda NTT itu menyatakan bahwa, “Berdasarkan informasi yang diperoleh dari panitia pelaksana kegiatan, tujuan dari kegiatan Peringatan mangkatnya Raja Sobe Sonbai III ke 98 tahun tersebut diantaranya, untuk mengenang dan menabur bunga pada makam Yang Mulia Baginda Raja Sobe Sonbai III karena makam yang selama 98 tahun dicari oleh anak cucunya kini sudah ditemukan kembali.
Pada kegiatan itu, panitia juga mengajukan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk menobatkan Raja Sobe Sonbai III sebagai Pahlawan Nasional serta; Merestorasi Sonaf Nai Me sebagai situs sejarah dan cagar budaya di Kota Kupang.
Berselan beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 28 Agustus 2020, seorang pengacara Kota Kupang provinsi Nusa Tenggara Timur, E.Nita Juwita, SH,.MH yang didampingi Pengacara kondang Herry F.F Battileo, SH.,MH kepada media ini menyatakan, makam tempat peringatan mangkatnya Sobe Sonbai III Ke 98 itu kini telah di Police Line atau diberi garis pembatas polisi oleh pihak kepolisian resort Kupang Kota dengan melampirkan beberapa bukti foto.
Pasalnya menurut Nita Juwita, tempat yang ditunjuk sebagai makam Sobe Sonbai III yang berdasarkan petunjuk mimpi tersebut berada di atas tanah milik orang yang bersertifikat Hak Milik dari Tahun 1968.
“Kami tetap menghargai sejarah karena itu adalah cerita leluhur yang punya nilai yang harus dijunjung tinggi. Namun dalam kontek ini pihak keluarga dari Sobe Sonbai III telah melakukan suatu penyerobotan lahan yang hanya didasari atas sebuah mimpi. Hal yang tidak logis di mata hukum, karena lahan ini ada pemiliknya yang bersertifikat. Sehingga kami melaporkan ke pihak berwajib sebelum diadakannya kegiatan para pemimpi dan akhirnya tempat tersebut telah di Police Line,” jelas Nita.
Atas nama kliennya, Nita meminta kepada semua pihak yang terkait untuk menghormati ketentuan yang berlaku di negeri ini. “Indonesia adalah negara hukum, oleh karenanya biarlah hukum yang berproses menyelesaikan permasalahan ini,” tegas Nita. (*Tim)