Jayapura – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Papua masih memeriksa dugaan adanya Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua sebesar Rp 1,85 triliun yang didepositokan.
“Kami masih melakukan pemeriksaan Dana Otsus terkait adanya pernyataan Wakil Menteri Keuangan sebesar Rp 1,85 triliun yang didepositokan. Karena dari hasil pemeriksaan LHP Keuangan Pemerintah Provinsi Papua 2019 belum kami temukan hal itu, yang ada Rp 500 miliar lebih,” ujar Kepala BPK Perwakilan Papua, Paula Henry Simatupang, saat konferensi pers beberapa waktu lalu.
Masalah menyimpan uang dalam deposito, kata Paula, diatur dalam undang-undang (UU). “Jadi kami tidak menyebutkan benar atau salah, sebab dalam UU No 29 tahun 2007 juga memberikan kesempatan Pemda untuk melakukan deposito,” ujarnya.
Dia mengakui Dana Otsus itu tidak seharusnya didepositokan. Sebab, tujuan pemberian Dana Otsus untuk Papua adalah percepatan pembangunan, khususnya bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian rakyat.
Menurut Paula, Laporan Hasil Pemeriksaan atas Efektivitas Penggunaan Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2017, 2018, dan 2019 pada Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Papua telah diserahkan ke DPR Papua.
Temuan dari BPK RI Perwakilan Papua bahwa pemerintah daerah tidak pernah memantau sisa anggaran program/kegiatan Dana Otsus yang tidak terealisasi di tahun berjalan dan belum pernah menganggarkan kembali sisa anggaran tersebut di tahun berikutnya.
“Banyak temuan terkait penggunaan Dana Otsus dan ada tujuh temuan yang cukup besar. Namun pihak BPK telah memberikan rekomendasi ke Pemerintah Provinsi Papua terkait dengan temuan tersebut,” tambahnya.
Padahal tujuan pemberian UU Otsus adalah stimulus, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan memberikan kesempatan kepada orang asli Papua (OAP) sehingga berperan aktif dalam pembangunan.
Meskipun Otsus sudah 20 tahun dijalankan, masih perlu pembenahan. Dana Otsus bersumber dari 2 persen DAU Nasional dan dana infrastruktur. Sasaran Dana Otsus seharusnya untuk pendidikan, kesehatan dan gizi, hingga peningkatan ekonomi rakyat serta pembangunan infrastruktur antarwilayah.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan beberapa temuan BPK terkait realisasi penggunaan dana otonomi khusus (otsus) oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat. Dalam paparannya dengan panitia khusus (pansus) Otonomi Khusus Papua DPD RI, Suahasil mengatakan terdapat indikasi penyalahgunaan dana otsus oleh pemerintah daerah.
Beberapa di antaranya Rp 556 miliar pengeluaran Dana Otsus tidak didukung data yang valid. Kemudian pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan juga Rp 29 miliar Dana Otsus fiktif atau disalahgunakan.
Di dalam paparannya dengan panitia khusus (pansus) Otonomi Khusus Papua DPD RI, Suahasil mengatakan terdapat indikasi penyalahgunaan Dana Otsus oleh pemerintah daerah.
Beberapa di antaranya adalah Rp 556 miliar pengeluaran Dana Otsus tidak didukung data yang valid. Kemudian pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan juga Rp 29 miliar Dana Otsus fiktif atau dana dicairkan tanpa ada kegiatan.
Selain itu, ada temuan Dana Otsus sebesar Rp 1,85 triliun yang didepositokan. Padahal seharusnya, dana tersebut digunakan untuk kegiatan ekonomi, pendidikan, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
“Jadi harus diatur tata kelolanya, kalau ada aturan misal bisa dilakukan deposito. Tetapi tadi kan yang kita inginkan bukan deposito tetap kegiatan ekonomi, pendidikan, dan peningkatan kegiatan masyarakat,” ujar dia.
Pemerintah pusat pada 2020 menganggarkan Dana Otsus untuk Provinsi Papua sebesar Rp 5,86 triliun dan Provinsi Papua Barat Rp 2,51 triliun. (Tim)