Proyek Senilai 53 Juta Dari Anggaran Dana Desa Didesa Tiwerea Mangkrak

Kantor Desa Tiwerea

Ende-InfoNTT.com,- Ukuran keberhasilan dalam sebuah pembangunan terletak pada proses perencanaan yang baik dan matang. Tanpa perencanaan yang matang, tentunya akan berdampak pada seluruh proses dari pembangunan itu.

Selain itu, tidak hanya soal perencanaan yang baik dan matang, peran serta dan keterlibatan setiap stackholders yang ada dalam setiap kegiatan perencanaan menjadi sebuah keharusan. Sebab, di era demokrasi dewasa ini yang mewajibkan peran dan turut serta masyarakat dalam mengambil sebuah keputusan penting untuk dijalankan oleh setiap pemimpin dan penguasa wilayah.

Bacaan Lainnya

Hal lain dilihat berbeda dengan yang dialami oleh masyarakat di Desa Tiwerea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende. Seperti diungkap oleh mosalaki yang bernama Anton Jendo.

Sebagai kepala pemangku adat di desa Tiwerea yang memiliki kekuasaan penuh dalam wilayah adat, Anton Jendo tidak pernah dilibatkan, apalagi dalam perencanaan renovasi rumah adat. Hal ini diungkap Anton Jendo kepada wartawan, Senin (27/4/2020).

Material yang sudah diturunkan di lokasi

Menurut Anton, Mosalaki adalah warisan turun temurun yang patut dihormati dan dihargai pada wilayah struktur adat. Apapun jenis dan bentuknya kegiatan yang ada di desa, minimalnya Mosalaki juga perlu dilibatkan sebagai bentuk kerjasama tiga batu tungku.

Anton menyayangkan sikap yang dipertontonkan oleh Kepala Desa Tiwerea yang tidak menghargai mosalakai yang ada di wilaya desa tersebut. Ia meminta agar masyarakat harus menjaga kemurniaan adat. Adat itu harus tetap hidup dan perlu dipertahankan.

Konflik antara pemerintah desa Tiwerea dan mosalaki bermula ketika akan dilakukan pemugaran rumah adat di desa tiwerea oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di Desa Tiwerea. Berdasarkan hasil investigatif kami, rumah adat itu akan direnovasi tanggal 4 Desember 2019 yang dianggarkan melalui Dana Desa dengan total anggaran senilai Rp. 53.000.000 (Lima puluh tiga juta rupiah).

Namun karena tidak adanya koordinasi dengan pihak mosalaki terkait akan dilakukan pemugaran rumah adat tersebut oleh pemerintah desa melalui TPK, maka Anton tidak mengijinkan dan memagari kompleks rumah adat itu yang sudah dipenuhi dengan material.

Material yang ada di lokasi

Ketika wartawan meminta alasan dari Anton sebagai mosalaki tentang dilakukan penutupan atas lokasi pekerjaan tersebut. Dirinya secara tegas mengatakan sebagai mosalaki dirinya tidak pernah tahu akan direnovasi rumah adat ini oleh Pemdes Tiwerea.

“Mungkin ada mosalaki lain yang diakui oleh Pemdes Tiwerea selain saya, makanya pemangku adat sesungguhnya saya tutup lokasi ini, supaya saya bisa tahu siapa yang berani mencabut dan membongkar pagar tanda larang ini,” tegasnya.

Anton menambahkan, sikap yang diambil sudah dipertimbangkan secara baik bersama keluarga besar. Ia pun sudah mencoba menghubungi salah satu anggota keluarga Anton yang enggan menyebut nama lengkapnya, dan membenarkan peristiwa tersebut. Bahkan ia juga menyayang sikap kepala desa yang tidak menghargai mosalaki yang ada di desa.

“Adat itu sangat sakral, apalagi mau bangun ataupun renovasi rumah adat perlu adanya upacara-upacara adat dan di sinilah peran vital mosalaki,” tuturnya.

Awak media juga sudah mencoba menghubungi kepala desa untuk memintai keterangan dan klarifikasi terkait dengan kejadian ini, namun sampai berita ini dikeluarkan kepala desa enggan memberikan komentarnya.

Semenjak kejadian ini, menurut pantauan media, banyak material seperti, daun alang-alang, dan sejumlah tumpukan balok dan kayu disiapkan untuk renovasi rumah adat dari anggaran dana desa puluhan juta rupiah sudah lapuk dan rusak dan diduga ada kerugian Negara. (Tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *