Rintihan Anak Rantau di Godaan Covid-19

Ewinda Feni

Rintihan Anak Rantau Di Godaan Covid-19

Ewinda Feni

Tak seindah lelucon yang dibuat dan  stand up comedy yang dilakonkan. Butuh kekuatan  dan kemampuan besar menyikapi wabah covid 19, yang  menjadi trending topik tahun 2020 ini. Di tengah wabah covid-19, kami perantau yang mengadu nasib di tanah rantau, jauh dari orang tua dan sanak saudara. Saat dunia penuh kepanikan dengan bertambahnya korban, banyak spekulasi yang muncul, dan banyak harapan yang hampir sirna mengenai, experiment untuk menemukan vaksin melawan covid-19.  Berbagai institusi, sekolah, kampus,kantor-kantor dan tempat ibadah diliburkan, semuanya  via online (work from home).

Bacaan Lainnya

Jauh dari orang tua dan sanak saudara bukanlah hal yang mudah, Bukan saja karena keinginan hati tapi keadaan yang menuntut kami agar bisa mandiri. Saat keadaan seakan tak bersahabat, apakah masih ada yang tau bagaimana nasib kami anak-anak rantau entah kami yang bersekolah, kuliah atau bekerja? Kami datang ke daerah orang, jauh dari orang tua, sanak- saudara yang berjuang demi sesuap nasi, mengais dan bagi mereka yang sedang belajar demi memperoleh gelar yang dicita-citakan?. Keadaan seakan menguji kesabaran kami! Ketika bertahan hidup di daerah orang, bahkan bahan baku yang sulit dan harga melonjak naik, ketakutan keluar kost,  sifat paranoid pun seakan-akan terus menghantui, terutama kami yang tinggal di daerah zona merah.

Uang saku kami menipis, uang makan kami pun demikian. Ingin terus meminta kepada orang tua; akan tetapi,  kami juga merasa kasihan dan sifat parno juga sering muncul.  bagaimana mungkin kami tidak berpikir! Keadaan ekonomi dan kesehatanlah  factor bagaimana kami dapat mempertimbangakan segalanya. Secara ekonomi, beruntung bagi mereka yang memiliki orang tua dengan penghasilan tetap dan memiliki banyak usaha. Sedangkan, bagaimana dengan mereka yang hanya hari-harinya bekerja sebagai pekerja serabutan? Apa harus terus dipaksakan?….It is so sadly…….

Demikian pula, dengan faktor kesehatan, bagaimana tidak? Sifat parno seolah terus berbisik. Bagaimana jika orang-orang yang kami sayangi pergi mentransfer uang kepada kami dan tanpa sengaja mereka bertemu  orang -orang yang  telah terinfeksi Covid-19 ? Bukankah, keadaan semakin menyedihkan ,jika mereka juga ikut tertular dan bagaimana dengan nasib kami dan nasib orang-orang yang kami sayangi?

Seakan semua sifat parno ini menyiangi pikiran kami. Apakah kalian mengetahui bagaimana kami bertahan hidup?  Uang saku dan uang makan kami menjadi taruhannya. Tempe, tahu  dan garam adalah sebagian dari sejarah kami bertahan hidup. Sampai kapan kami akan terus bersembunyi di balik dinding kamar ini dan terus merasakan ketakutan?, pertanyaan-pertanyaan ini sebagai  pengiring masuk keluar kamar  dan bunga tidur  kami.

Saat bertemu tak seindah dulu lagi, biasanya bercanda ,saling menyapa, saling sharing mengenai hari -hari yang dilalui. Tapi kini, terasa sangat sunyi. Bagaimana tidak? Masker wajah adalah saksinya, seakan di antara kita saling  mencurigakan. Jika ingin curhat pasti gunakan FB, WA atau IG.  Kalimat-kalimat motivasi yang biasa dikirimkan untuk saling menguatkan  “stay safe at home, take care of healty  dan diakhiri dengan kalimat keep praying/pray about everything.  Kalimat-kalimat tersebut  sejenak  menguatkan diri kami masing-masing. Akan tetapi, ketakutan tetap menghantui. Bagaimana tidak keder jika  terdengar kabar korban Covid-19  yang lingkungan tempat tinggalnya berdekatan dan juga korban tersebut pernah kami  kenal? Seakan ketakutan itu menjadi nyata namun, hanya Tuhan, diri kami sendiri dan dinding tempat kami tinggal yang mengetahuinya. Selain kalimat motivasi, kalimat  meminta bantuanpun  sering tersirat didalam chat yang dikirimkan.

“Teman apakah saya bisa meminjam uang kamu? Karena saya belum dapat kiriman. Ibu kost sudah beberapa kali kemari  meminta uang kost,tapi saya belum dapat kiriman.”

Bagi kami anak rantau, kalimat tersebut juga horror bagi sebagian kami yang belum bayar uang kost. Namun apa jawaban kami, apakah kami cuma sebatas read saja atau bagaimana?

Sebagai teman, niat hati ingin  membantu tapi,  bagaimana caranya? Sementara kamipun sedang  bergulat menghemat uang makan dan uang saku yang kian hari menipis. Demikianlah perjalanan kisah kami anak rantau di tengah wabah Covid-19.

Tuhan tolong lalukan semua ini.

Salam hormat dari kami anak rantau..

Salatiga, April 2020

By: Ewinda I. Feni
Editor: Heronimus Bani

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7 Komentar

  1. Tepat sekali, harus ekstra irit keuangan. Bahkan hanya untuk jalan keluar kos saja tidak bisa karna takut.

    1. Terimakasih kaka xavri pemilik pulau flores hhh, silahkan berbagi kaka jika tulisan ini menyentuh hati.Terimakasi

  2. Slam anak rantau…
    Sngat menyentuh smga cpat di temukan obat penwarnya spya kita semua bebas melkukan aktifitas seperti biasanya..
    Dan sukses untuk tulisan2 selanjutnya…

    1. Tetap semangat ama dan ina . amin kita saling menguatkan dalam doa agar dapat ditemukan obat penawarnya. makasi ama dan ina sukse juga yah.

      1. Tetap semangat teman,,,apapun yg trjadi hadapi dgn iman dan yakin bahawa bencana ini akan berlalu. Amin
        Tuhan memberkati kuta sekalian